Mohon tunggu...
L. Wahyu Putra Utama
L. Wahyu Putra Utama Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Kopi

Literasi dan Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Epistemologi Eksistensial, Menciptakan Manusia yang Abadi

16 Maret 2019   12:27 Diperbarui: 16 Maret 2019   16:05 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Istimewa | Sumber: islami.co

Minat baca dan menulis kita masih jauh tertinggal dengan negara lain. Berbanding terbalik dengan fakta bahwa kita menjadi salah satu negara pengguna internet terbesar dunia. Modal peradaban kita sudah miliki, kemudahan berupa akses informasi kita genggam kenapa justru dengan modal itu nampaknya kita justru menempuh jalan mundur?

Menurut saya, generasi kita tidak hidup dalam lingkungan tradisi membaca dan menulis sehingga yang hadir adalah generasi Dilan, yaitu generasi yang terbenam dalam romansa romantisme sekolahan tak sedikitpun bernilai edukatif.

Generasi Dilan adalah representasi pengemban peradaban hari ini, berciri budaya konsumtif. Sekali lagi, takdir berpihak pada kita, namun untuk mewujudkan itu dibutuhkan ramuan yang rumit.

Peradaban Nusantara akan hadir apabila, di setiap rumah terdapat rak-rak buku, di tempat umum berkumpul pemuda yang antusias berdiskusi, menuangkan hasil pikiran melalui tulisan di mana setiap diksi, paragraf mencerminkan pemikiran brilian.

Kerja-Kerja Keabadian 
Fitrah dasar manusia adalah ingin terus hidup abadi, diingat dan diagungkan sejarah. Kaisar-kaisar China masa lampau meracik ramuan khusus agar abadi. Namun, semua itu sia-sia, mereka lupa bahwa kita sama dengan sebatang pohon seperti tunas, kemudian membesar, layu dan mati. Ada saatnya, kita kuat, saatnya nanti kita rapuh tak berdaya.

Apabila manusia itu ingin abadi, maka tuangkan pemikiran anda dalam tulisan. Menulis akan mengukur seberapa jauh kemampuan kita karena ia mewakili semesta khazahah yang dibaca dan pengalaman hidup. Dari karya, orang lain akan belajar perjalanan hidup kita, melalui karya pula, kita selalu ada dalam sejarah.

Tanpa karya, manusia hanya meninggalkan nama. Dengan karya, nama akan mengema sepanjang masa, menjadi pelajaran bagi generasi selanjutnya. Kita mengenal Buya Hamka, tak lain karena karya-karyanya yang agung, begitupula kita mengetahui makna perjuangan dari Soe Hok Gie, Pramoedya Ananta Toer, atau Tan Malaka serta tokoh lain.

Nama-nama itu akan terus abadi melintasi generasi, karyanya akan menjadi pegangan hidup, makna perjuangan sesungguhnya. Nama mereka telah tertulis dalam tinta emas sejarah, tergores indah di lembaran pertama kehidupan.
Salam Hangat 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun