Mohon tunggu...
L. Wahyu Putra Utama
L. Wahyu Putra Utama Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Kopi

Literasi dan Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Paradigma Transformasi Pendidikan, dari Konseptual-Pedagogis menuju Pragmatisme

15 Maret 2019   16:48 Diperbarui: 15 Maret 2019   19:01 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: youthmanual.com

Bagi, mahasiswa tak lagi terkungkung pada paradigma tradisional yang dimaksud, ia dituntut sekaligus mengemban tugas untuk terus berinovasi, berkompetisi tidak hanya untuk bekerja tapi menciptakan peluang kerja. Jadi, tugas utama mahasiswa tidak hanya mencerdaskan, tidak pula sebatas pemain, melainkan ia adalah penggerak utama roda pemerintahan. Intinya, kita (mahasiswa) dituntut multitalenta, punya banyak keahlian.

Tantangan Kita di Era Desrupsi

Kita sedang menapaki sebuah masa yang disebut era disrupsi atau ketiadakpastian. Arus informasi, perkembangan teknologi dan pemanfaatnya, monopoli pasar dan minimalisasi peran manusia. Gambaran sederhananya adalah, semua serba digitalisasi, sentralisasi dan (isasi) lainnya. Diperkirakan, satu dekade ke depan, manusia diganti dengan humanoid (robot) hal itu jelas mulai nampak di beberapa negara maju.

Tidak hanya itu, tantangan besar lainnya yaitu revolusi industri 4.0. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, revolusi industri 3.0 sudah lebih dari cukup, tapi apalah daya, dunia ini penuh dengan persaingan.

Menurut saya, revolusi industri 4.0 adalah bentuk dari intimidasi dari negara-negara maju. Dalam teori sosiologi, kita pahami bersama ada pemisahan yang jelas antara negara-negara maju dan negara berkembang. Bahkan, negara berkembang disebut Dunia Ketiga, yaitu potret negara agraris yang masih berbenah untuk memperbaiki sektor sosial, politik dan ekonomi.

Jika negara maju, sudah siap menghadapi kompetisi, maka negara berkembang termasuk (Indonesia) agaknya sulit untuk menghadapi kompetisi alot ini. Namun, sebagai sebuah produk global, Indonesia harus siap menghadapi kompetitor kuatnya, meskipun tertaih atau bahkan merangkak. Perlu kita memikirkan sebuah solusi, sebagai upaya kesiapakan kita dalam menghadapi persaingan itu.

Secara intern, ada tiga komposisi yang harus dipersiapkan, pertama memperbaiki dan memperkuat sistem. Baik dari sektor ekonomi, begitu pula dalam sektor pendidikan seperti pendidikan vokasi yang menunjang penguasaan keahlian.

Kedua, sektor institusi pendidikan, melalui integrasi program studi. Langkah ini nampaknya sudah dilakukan, perguruan tinggi Islam misalnya, membuka prodi rumpun keilmuan umum. Ketiga, sektor Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu mahasiswa yang dituntut untuk memiliki keahlian khusus.

Negara, institusi pendidikan dan mahasiswa merupakan trilogi dasar negara. Negara makin baik, apabila institusi pendidikan menopang kemajuan. Sebaliknya, negara akan rapuh apabila institusi pendidikan dan sumber daya kurang memadai.

Inilah realitas global; revolusi industri 4.0 atau era disrupsi harus dihadapi, hidup itu persaingan, begitu pula negara. Berdiam tergilas, maka harapan satu-satunya adalah terus berjalan mencari setiap ruang untuk dinikmati. Jangan pupus harapan, karena dari harapan itulah kita bisa hidup, kita adalah harapan bangsa, kehidupan bangsa bertumpu pada harapan setiap anak bangsanya. Terus berinovasi, terus berjuang dan jangan menyerah.

Salam..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun