Mohon tunggu...
L. Wahyu Putra Utama
L. Wahyu Putra Utama Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Kopi

Literasi dan Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Idealisme Bangsa Mulai Memudar

12 September 2018   22:38 Diperbarui: 12 September 2018   22:51 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.cnnindonesia.com

Menurut saya pribadi, tanah tercinta Pertiwa sedang berada pada jurang kesedihan yang tidak mampu lagi untuk bangkit kembali. Bila membayangkan bagaimana kerja keras para pendiri bangsa (founding father) dalam membangun ideologi dan pondasi negara,  rela mengorbankan segenap jiwa untuk mempertahankan dan mewujudkan cita-cita bangsa nampaknya harapan mereka telah pupus. 

Entah apa yang dikatakan mereka melihat kondisi Indonesia saat ini, bagaimana tidak-jika "garam" saja masih "impor" dibawa kemana martabat bangsa yang telah dibangun di atas perjuangan.

Manusia akan mati, masa demi masa proses regenerasi tetap berjalan sebagai fitrah kita diciptakan dalam ruang dan waktu. Tapi satu hal yang membuat manusia akan tetap hidup dan tak akan lekang oleh masa yaitu idealisme. Idealisme bukan dalam arti pribadi, tetapi idealisme kita dalam berbangsa. Jika Soekarno selalu menggaungkan nasionalisme dan anti-kolonialisme, doktrin revolusioner yang diinternalisasikan oleh setiap jiwa rakyatnya sehingga dengan idealisme itu bangsa ini ditakuti dan dihormati, sebagai penggerak dan inspirasi bagi dunia. 

"Lebih baik makan geplak tapi tak jadi budak di negara sendiri" sebuah representasi idealisme yang mengharapkan bumi Pertiwi dapat berdiri dan terlepas dari intervensi. Sekarang, kita merdeka namun terjajah, dijajah oleh tangan-tangan ghaib (invisble hand) dan kaum  munafik yang berteriak merdeka di mimbar-mimbar tapi sejatinya penjahat di balik layar.  

Marwah idealisme bangsa itu mulai memudar atau bahkan hilang dalam kehidupan kita saat ini. Tergerus hingga terlalu jauh lepas dari rel spirit kebangsaan sehingga negara dihadapkan pada pelbagai persoalan sosial-politik yang entah kapan ujungnya. Saat ini idealisme hanya retorika sampah nir-implementasi padahal implementasi adalah benih yang melahirkan titik harapan, harapan bangsa yang adil dan sejahtera. 

Akhirnya, Bila diibaratkan bangsa kita sebagai sebuah buku cerita, maka setiap lembaran kisahnya penuh plot kejahatan dan kebohongan. Rakyat sudah mulai bosan dengan pertunjukan para politikus yang kemudian menjadi tikus dan perampok negara, nyatanya kekuasaan yang memikul kepercayaan rakyat itu hanya dibalas dengan tindakan amoral-korupsi berjamaah seperti baru-baru terjadi di Jambi dan Malang. Ironis lagi, dengan bangga mereka berjalan menebar senyum, tanpa malu, tidak sadar mereka sejatinya telah merugikan dan menghilangkan kepercayaan publik.

Patriotisme dan keadilaan adalah bacaan yang tidak mampu lagi diserap para pejabat dan rakyat sendiri. Idealisme bangsa adalah prinsip yang wajib dipertahankan karena dengan prinsip idealisme, hukum dan ekonomi akan berjalan baik. Prinsip itu akan membimbing manusia pada kesadaran menyeluruh akan arti penting tanggungjawab dan peran terhadap tanah air.  

Hilangnya idealisme bangsa telah menggerus kita pada pola pragmatis-dihadapkan pada kepentingan (interest) materil. Mengutip pernyataan Hans Morgenthau yang menyebut manusia sebagai "Novus Dominandi" atau binatang politik yang menggunakan segala cara tanpa pertimbangan moralitas. Pernyataan Morgenthau nampaknya benar, karena prinsip-prinsip ideal politik seperti kesempatan bagi semua warga negara bergeser menjadi terbatas yaitu  pada kalangan Borjuis  pemilik modal.

Di Ujung Jurang 

Bangsa ini sedang terjangkit oleh  wabah penyakit yang saya sebut dengan "lost-identity" (kehilangan identitais) yang disebabkan oleh virus "lost-idealism" hilangnya idealisme. Wabah ini menjadi biang dari terciptanya ketidakadilan, ketimpangan hukum, korupsi dan ketimpngan sosial. Sayangnya, wabah ini tidak disadari oleh masyarakat, sebuah wabah yang beriringan dengan pos-pos strategis pemerintah yang membutuhkan ketetapan hati.

Wabah penyakit ini menjadi indikator dari ambruknya bangunan bangsa yang telah dirajut melalui perjuangan yang tidak mudah. Hilangnya idealisme bangsa akan menghantarkan negara pada jurang kehancuran, sebab idealisme merupakan tolak ukur kemandirian sebuah bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun