Mohon tunggu...
Dayu Komang Wahyu Pradnyan
Dayu Komang Wahyu Pradnyan Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Hi, saya Wahyu Pradnyan, salah satu mahasiswa ilmu komunikasi semester 4 Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja. Disini saya mulai menulis, bukan hanya untuk menunjang mata kuliah, maupun tugas namun juga untuk meningkatkan minat dan bakat saya. Terimakasih sudah berkunjung.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Lempar Hujatan, Sembunyi Tangan

5 Desember 2020   14:09 Diperbarui: 5 Desember 2020   14:17 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ada banyak sekali pribahasa dan kata kiasan untuk menggambarkan betapa beragamnya sifat dan prilaku manusia, jika dahulu kata kiasan dan pribahasa hanya bisa digunakkan untuk orang-orang di dunia nyata, kini kata kiasan bisa ditujukan untuk orang-orang yang hidup di dunia maya. Orang-orang yang hidup di dunia maya sering disebut netizen, secara harafiah netizen adalah "warga internet", netizen merupakan singkatan dari internet dan citizen. Dengan demikian netizen adalah user (pengguna) internet yang aktif dalam berkomunikasi, berkomentar, mengeluarkan pendapat dan melakukan kolaborasi di internet

 Peran serta posisi netizen di dunia maya sangat beragam dan fleksibel, ada kalanya netizen sebagai Netizen Journalism yang beraktivitas menulis dan menyebarluaskan informasi baik berupa blog, website dan sebagainya di internet, dan kadang netizen dapar berperan sebagai Watchdog Journalism yang beraktivitas mengawasi bahkan sampai mengkritisi berita yang dibuat oleh wartawan professional. Inilah tantangan baru yang dihadapi oleh kancah dunia maya, mewadahi berbagai macam kritikan yang sifatnya bisa membangun bahkan menghujat.

Kehidupan di media sosial bukan hanya berkahir dengan memberi like maupun memberi komentar, namun aktivitas yang dilakukan oleh seseorang di media sosial tentu saja membawa dampak ke kehidupan mereka di dunia nyata. Sudah banyak terdapat kasus mengenai pembully di media sosial, haters dan penghujat yang berakhir dengan kabur dari media sosial dan menyembunyikan diri. Fenomena seperti inilah yang pantas disebut, Lempar Hujatan, Sembunyi Tangan.

Nicola Formichetti mengatakan terdapat sisi gelap dalam media sosial dimana dalam hitungan detik saja hal-hal yang terdapat di dalam media sosial akan dapat diambil diluar konteks dan proposi yang seharusnya. Dan hal itu benar adanya, dari pengalaman saya mengikuti akun-akun goisp di Instagram, ada banyak sekali pembicaraan yang keluar konteks dan terlalu berlebihan, ketika saya melihat kolom komentar maka ada banyak sekali warga internet yang dengan ringannya mengetik dan mengirim berbagai macam hujatan ke suatu objek, seakan akun gossip tersebut adalah wadah pemersatu tukang bully dan tukang hujat. Jika kita teliti, cara akun gossip tersebut memberikan caption atau keterangan mengenai suatu objek sangat tidak teratur dan jauh dari kode etik jurnalistik namun netizen menikmati mengkonsumsi hal tersebut, bahkan mereka saling mention dengan kawan-kawannya.

Sepanjang 2020 terdapat banyak sekali kasus hujatan, pembullyan dan sarkasme di media sosial. Beberapa waktu yang lalu, kasus hilangnya akun Instagram Reemar Martin sangat menarik perhatian publik, Remaar Martin merupakan seorang artis Tik Tok asal Filipina yang mendapat hujatan dari netizen Indonesia, dilansir dari Kompas.com Reemar dibully oleh netizen Indonesia lantaran terlalu banyak digandrungi kalangan pria Indonesia, netizen-netizen Indonesia ini membully hingga mereport akun Reemar hingga akunnya hilang, di akun terbarunya Remaar meminta agar netizen tidak lagi mereport akun miliknya. Dari fenomena ini bisa kita lihat betapa kekanak-kanakannya netizen Indonesia, dengan alasan yang tidak jelas mereka melakukan tindakan negative terhadap orang lain, kasus ini memperlihatkan bahwa netizen Indonesia hanya berani bergerombol tetapi ciut ketika sudah berhadapan one by one. 

Salah satu kasus yang membuktikan bagaimana kata kiasan ini nyata adalah kasus cyber bullying yang dialami oleh Betrand Peto putra dari artis kondang Indonesia Ruben Onsu, kasus ini bermuara pada pembullyan fisik Betrand Peto, Ruben Onsu tidak tinggal diam dia langsung mencari si pelaku dan melaporkannya ke pihak yang berwajib, setelah di cari dan ditemukan ternyata pelaku adalah seorang gadis remaja berusia 11 tahun, setelah ditemukan pelaku meminta maaf kepada pihak Ruben agar kasus ini tidak berlanjut. Namun Ruben Onsu sudah mengambil keputusan untuk menindaklanjuti kasus ini. Masih banyak terdapat kasus dimana ketika pelaku tertangkap, dia akan meminta dengan sangat memohon agar prilakunya di maafkan. Inilah yang membuat saya kadang tidak menyukai prilaku netizen di dunia maya, seakan di dunia maya ia adalah harimau ternyata dia hanya anak kucing di dunia nyata, jika sudah tau akan berakhir di kantor polisi maka jangan memulai dari awal.

Hingga saat ini masih menjadi pertanyaan mengapa netizen gemar sekali berkomentar yang tidak-tidak di media sosial, apakah ada faktor yang mempengaruhi hal tersebut?

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Elen Inderasari,dkk ada beberapa faktor yang mendorong netizen untuk berkomentar di medias sosial. Yang pertama yaitu sebagai ajang untuk menunjukkan eksistensi diri, media sosial adalah wadah dan sarana untuk menunjukkan diri sebagai netizen, netizen yang sering berkomentar cenderung hanya ingin terlihat dan ingin dianggap ada oleh netizen lainnya, maka dengan itu mereka menjadikan ajang berkomentar sebagai sarana untuk menunjukkan eksistensi diri.

Yang kedua yaitu meluapkan ekspresi, dengan adanya kolom komentar di media sosial maka dengan bebas seorang netizen meluapkan segala keluh kesahnya, karena ketika kita meluapkan ekspresi maka kepuasan akan kita dapat. Yang ketiga adalah komunikasi non face to face, faktor ini adalah salah satu faktor yang sangat dimanfaatkan oleh netizen, ibaratnya mumpung tidak kenal, tidak tau wajah, tidak tau alamat rumah ya gas saja, komunikasi non face to face ini seakan menjadi tameng bagi netizen untuk menyembunyikan diri dan lari dari tanggung jawab, sehingga kesempatan inilah yang mendorong keinginan netizen untuk berkomentar.

Dan dari saya sendiri, faktor lain yang mendorong prilaku netizen adalah adanya teman atau sekutu yang berprilaku sama, ketika kita melakukan sesuatu dan ada yang mendukung dan mengukuti maka hasrat kita semain menggebu-gebu untuk melanjutkan hal tersebut, sehingga kata demi kata terus terlontar dengan level yang semakin tinggi.

Prilaku seperti ini tidak hanya berdampak bagi kehidupan maya seseorang, tetapi juga kehidupan nyata. Seorang pembully akan bersikap liar dan cenderung suka melanggar di kehidupan nyata, hal ini tentu saja akan menganggu proses perkembangan moralnya. Dan bagi yang terkena bulyy pasti mendapatkan tekanan mental sehingga sulit untuk bisa menjalani kehidupannya di dunia nyata. Hal seperti inilah yang mengkhawatirkan dari adanya fenomena hujat menghujat di media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun