Mohon tunggu...
Wahyu Maulana Mustafa
Wahyu Maulana Mustafa Mohon Tunggu... Freelancer - Anak Guru

setiap karya sastra adalah kritik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Quo Vadis: Bonus Demografi dan Pandemi, Gelisah Gen-Z

6 Juli 2020   00:59 Diperbarui: 6 Juli 2020   01:39 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: https://edukasi.kompas.com/read/2020/05/18 Penulis : Albertus Adit Editor : Albertus Adit Ilustraasi Mahasiswa,

Saat ini, paling tidak beberapa kota di Indonesia mulai melakukan uji coba penerapan Adaptasi Kebiasaan Baru setelah menurunnya angka Pasien Covid-19 di beberapa wilayah. 

Hal tersebut memberikan sedikit kelegahan bagi semua orang termasuk kalangan muda yang selama 3 bulan terakhir tidak bisa memaksimalkan potensi atau agresifitas mereka dalam melakukan banyak hal yang bisa memberikan stimulus positif bagi pemenuhan basic needs-nya. 

Saya contohnya, selama masa PSBB diberlakukan, berbagai keterbatasan-pun saya rasakan. Karena bagi sebagian pemuda seperti saya, bekerja secara Online merupakan kebiasaan baru serta membutuhkan infrastruktur pendukung yang memadai.

Sekilas tentang Generation-Z atau Gen-Z, Banyak yang berbicara tentang pengertian Gen-Z ini. Setidaknya Dalam esai berjudul "The Problem of Generation," sosiolog Mannheim mengenalkan teorinya tentang generasi. 

Menurutnya, manusia-manusia di dunia ini akan saling memengaruhi dan membentuk karakter yang sama karena melewati masa sosio-sejarah yang sama. 

Sparks and Honey juga pada 2014 menjelaskan rentang umur yang dipakai untuk mendeskripsikan Generasi Z adalah anak-anak yang lahir 1995 hingga 2014. Hal tersebut itulah yang membedakan kelompok Gen-Z ini dengan generasi yang lain.

Berbicara tentang Gen-Z, kita tidak boleh sama sekali melupakan adanya potensi besar yang dalam waktu dekat akan tiba di Indonesia, fenomena ini sangat langka dan tidak dialami oleh semua negara di Dunia, hal tersebut adalah fenomena Bonus demografi. Periode 2011-2014 kita tahu bahwa isu tentang Bonus demografi yang sering kali kita dengar di-gaungkan di seluruh media nasional, menjadi diskursus pada setiap kajian-kajian, menjadi topik dan tema utama pada hampir setiap seminar, seolah menjadi hal yang benar-benar kita sebagai bangsa harus matang dan sangat siap pada saat Bonus Demografi itu tiba, kini seolah tidak seksi dan dilupakan.

Bonus demografi Indonesia sebagaimana yang disampaikan dalam siaran Pers BAPPENAS memprediksikan pada Tahun 2030-2040 penduduk usia produktif mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk Indonesia yaitu sebesar 297 juta jiwa. 

Potensi yang ada di depan mata para Gen-Z ini tidak boleh berhenti dipersiapkan secara terus-menerus, kita tanamkan pada diri generasi penerus bangsa bahwa ini merupakan peluang emas yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Apabila tidak, yang terjadi adalah sebaliknya.

Selayaknya dua mata koin, peluang yang semakin besar itu tentu memiliki konsekwensi yang sama besarnya. Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa mengkhawatirkan adanya peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia akibat pandemi COVID-19. Physical distancing, kecepatan dan ketepatan menuntut adanya sistem digital dalam setiap proses kerja. 

Artinya adalah, akan ada subtitusi yang cukup besar dari peran manusia  menjadi peran Artificial Intelegence yang mendukung proses tersebut. "Dikhawatirkan pada 2021 pengangguran mencapai 10,7-12,7 juta orang," di ruang rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (22/6/2020). Data lain, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun