Mohon tunggu...
wahyu mada
wahyu mada Mohon Tunggu... Penulis - Pemuda dari Nganjuk yang ingin memandang dunia dari berbagai sudut pandang

Sejarah dadi piranti kanggo moco owah gingsire jaman (KRT Bambang Hadipuro)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Toleransi dari Sejarah: Hubungan Antar Umat Beragama Pra dan Paska Didirikannya GPT Kristus Penolong

22 September 2021   15:01 Diperbarui: 22 September 2021   16:04 1207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Sukoco (Ketua RW III)

Pada beberapa dekade terakhir ini telah banyak terjadi penilaian buruk terhadap salah satu umat beragama di Indonesia sebagai umat yang radikal, subjektif dalam memandang kebenaran, dan tidak toleran. Hal ini banyak bersebaran di berbagai media sosial, hingga yang paling parah adalah penghinaan yang diajukan kepada beberapa tokoh agama oleh masyarakat kita. 

Selain itu juga telah banyak konflik antarumat beragama yang menjadi peristiwa kelam bagi bangsa ini yang bahkan terlalu berat untuk dapat disebutkan secara rinci. Kecenderungan terjadinya konflik, perang, dan terorisme tidak saja disebabkan oleh agama, tetapi oleh masalah sosio-ekonomi, politik diantara kelompok agama (Yunus, 2014: 218). Sebagai masyarakat Indonesia, tentunya sudah menjadi kewajiban bagi masyarakatnya untuk mengetahui latar belakang dari bangsa ini. 

Perbedaan agama seharusnya tidak menjadi masalah dalam kehidupan sosial berbangsa dan bernegara. Sebagai masyarakat multikulturalis tentunya kita saling melengkapi kekurangan masing-masing, baik yang mayoritas membutuhkan bantuan minoritas untuk bantuan moril atau jasa, demikian juga pihak minoritas membutuhkan bantuan perlindungan dari pihak mayoritas.

 Sosiologi sebagai ilmu sekiranya dapat memberikan gambaran tentang hubungan ini. Kingsley Davis, seorang penganut teori fungsional, menyatakan bahwa berbagai obyek yang disakralkan, termasuk agama, bukan sekedar menyimboli masyarakat tertentu tapi juga menyimboli dunia yang tidak terlihat (invisible world) yang memberi pelaku sumber dan pembenaran terakhir bagi tujuan kelompok yaitu tujuan-tujuan bersama dengan kelompok lain dalam kehidupan bermasyarakat (Latif, 2012: 101). Menindaklanjuti hal itu, maka toleransi perlu ditekankan oleh masyarakat agar dapat tercapainya kehidupan dunia yang harmonis.

Asal nama toleransi berasal dari bahasa Latin "tolerare" yang memiliki arti sabar terhadap sesuatu. Toleransi dapat dimaknai sebagai cara pandang dan perilaku seseorang dalam menghormati dan menghargai orang lain. Toleransi memang seharusnya dilakukan dalam kehidupan sosial bermasyarakat, utamanya dalam kehidupan kita sebagai warga negara yang banyak memiliki perbedaan, baik di kota maupun di kampung-kampung kecil.

 Istilah toleransi dalam konteks budaya dan agama berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap golongan yang berbeda dalam suatu masyarakat, seperti toleransi dalam beragama, di mana kelompok agama yang mayoritas dalam suatu masyarakat, memberikan tempat bagi kelompok agama lain untuk hidup di lingkungannya (Bakar, 2015: 123).

Toleransi yang terjalin di Kelurahan Kedondong cukup baik. Hubungan antarumat beragama di kelurahan ini mulai muncul pada tahun 1977, dimana saat itu mulai dibangunnya sebuah rumah ibadah bagi masyarakat Kristen di kelurahan ini, sehingga meningkatkan jumlah jemaat. Selain itu memang sebelumnya kelurahan ini hanya diisi oleh masyarakat Islam saja, namun memiliki pandangan yang berbeda. Paska peristiwa tersebut masyarakat Kelurahan Kedondong menjadi masyarakat yang multikulturalis karena yang awalnya hanya terdapat satu agama menjadi dua agama, yaitu: Islam dan Kristen.

Permasalahan yang diangkat disini adalah mengapa hubungan antarumat beragama (Islam dan Kristen) di Kelurahan Kedondong dapat berlangsung dengan baik?

Toleransi Pra-Pendirian Gereja

Cikal bakal agama Kristen di Kelurahan Kedondong berawal dari kedatangan Bapak Pendeta Peterus Denny Hendro. Masyarakat Kelurahan Kedondong tidak mempermasalahkan beliau dan justru malah antusias. Pada akhirnya ada seorang pria bernama Bapak Suradji yang mengirimkan surat kepada Bapak Pendeta Peterus Denny Hendro agar diadakannya doa-doa keselamatan dan bimbingan Yesus Kristus di kediamannya yang kemudian beliau menjadi salah satu jemaatnya. Dikirimnya surat ini bukan tanpa alasan, melainkan ada alasan yang menarik, yaitu sering adanya penyakit yang menimpa keluarga Bapak Suradji dan juga demi mempertebal keimanan dalam ketuhanan dalam dirinya dan keluarganya.

Demi menindaklanjuti surat yang dikirim oleh Bapak Suradji, maka sesudahnya adalah meminta tanda tangan dari masyarakat setempat, apakah setuju jika diadakannya doa-doa keselamatan atau ibadah yang terletak di rumah Bapak Suradji atau tidak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun