Mohon tunggu...
Wahyu Kuncoro
Wahyu Kuncoro Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca di saat ada waktu, penulis di saat punya waktu.

Seorang suami dan ayah 1 anak, tinggal di Bali.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru dan Child Neglect

25 Februari 2020   15:39 Diperbarui: 26 Februari 2020   21:00 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Praktik child neglect (sumber: pixabay)

Anak menjadi korban praktik pendidikan yang salah terus terjadi. Kejadian yang menimpa anak-anak di SMP 1 Turi menjadi malapetaka yang seharusnya tidak terjadi. Hal yang kurang lebih sama pernah terjadi di daerah lain. Peristiwa di Turi menjadi petanda bahwa kita tidak pernah belajar dari musibah.

Kegiatan pramuka di banyak tempat menjadi andalan untuk kegiatan ekstrakurikuler. Bahkan, kegiatan ini sebagai kegiatan wajib ekstrakurikuler dalam kurikulum 2013. 

Kegiatan ini dilakukan untuk mendukung kecakapan anak dalam hidup berdisiplin, mandiri, dan bertanggungjawab, serta berkolaborasi dalam kelompok. Ada pertanyaan besar bagi kita dalam kasus di SMP 1 Turi, 'ada' di mana guru-guru?

Baik kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler, pengarusutamaan kepada anak menjadi vital. Praktik child neglect (pengabaikan anak), sebagai bagian dari kekerasan terhadap anak, rentan terjadi di lingkungan sekolah baik dalam kondisi intra maupun ekstrakurikuler.

Disposisi hati 

Dari kasus di SMP 1 Turi, guru menjadi sorotan karena sebagai pihak yang seharusnya melindungi anak terkesan mengabaikan anak. Peristiwa ini mengajak para pelaku pendidikan, khususnya di sekolah, untuk merefleksikan kembali peran guru sebagai pendidik sebagaimana diajarkan Ki Hajar Dewantoro: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. 

Bukankan guru seharusnya menjadi teladan baik bagi murid-muridnya, misalnya memodelkan sebagai pribadi yang mempersiapkan sesuatu dengan seksama, mempersiapkan perlengkapan keselamatan sebelum menyusur sungai? Bukankan guru seharusnya mendorong anak-anak untuk waspada, mengenal alam dengan berbagai resikonya?

Hal-hal di atas bisa dipikirkan untuk mengawali sebuah program sebelum dieksekusi. Proses diawal kegiatan justru sangat penting untuk dipikirkan sebelum melakukan program. 

Dalam hal ini, nilai-nilai pendidikan Ki Hajar Dewantara bisa diuji secara pribadi oleh pendidik. Memperhatikan anak, termasuk yang paling penting keselamatannya, adalah disposisi hati seorang guru untuk mengantar berproses pada pengalaman pembelajaran bermakna bagi anak-anak.

Kegiatan kepramukaan seringkali hanya memusatkan pada konten berbagai aktivitas luar sekolah untuk menumbuhkan kecakapan tertentu pada anak. Aspek safeguarding untuk anak-anak bahkan sama sekali tidak diterapkan. 

Buktinya, kecelakaan pada saat menyusur sungai di Turi, Sleman, pembina mengabaikan hal-hal mendasar keselamatan. Justru bagi anak-anak, aktivitas luar kelas dan outing itu yang sangat riskan terhadap kecelakaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun