Mohon tunggu...
Wahyudin Rahman
Wahyudin Rahman Mohon Tunggu... Konsultan - Berbicara dengan Menulis

Akademisi Ekonomi dan Keuangan Syariah, berpengalaman di industri asuransi dan asuransi syariah selama 15 tahun dan Ahli dalam bidang Asuransi dan Asuransi Syariah serta Ahli Manajemen Risiko Perusahaan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Timur Tengah, Merajut Perdamaian (Kembali)

22 November 2020   21:53 Diperbarui: 24 November 2020   11:26 1008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Joe Biden, yang memenangkan pemilihan presiden di AS, diharapkan untuk kembali ke posisi AS yang lebih tradisional dan membangun kembali geopolitik regional, membangun kembali hubungan dengan Iran, berbeda dengan kebijakan "impulsif" Donald Trump di Timur Tengah. Strategi tidak konvensional yang diikuti Trump selama pemerintahannya membawa kesuksesan yang memusingkan serta gerakan berisiko dan upaya yang gagal yang mengubah lanskap politik Timur Tengah.

AS memberi lampu hijau untuk pembunuhan Komandan Tentara Pengawal Revolusi Iran Kasim Soleimani, saat menarik diri dari perjanjian nuklir yang ditandatangani dengan Iran pada 2015 selama masa jabatan Trump. Sementara Amerika Serikat, yang memindahkan kedutaan Israel ke Yerusalem, melanggar konsensus internasional tentang masalah ini, kehadiran militer Amerika di wilayah tersebut, yang menurut Trump telah mengurangi kepentingan strategis, telah dibatalkan. 

Dengan terpilihnya Biden, diharapkan AS dapat mengambil sikap lebih tegas di bidang hak asasi manusia dan penjualan senjata ke negara-negara di kawasan kaya minyak ini. Dalam laporan Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri (ECFR), disebutkan bahwa pemerintahan Biden akan bekerja untuk mendefinisikan kembali kebijakan AS tentang isu-isu seperti Iran, dan untuk menghormati nilai normatif di seluruh kawasan. Dalam laporan ini bahwa Biden bertujuan untuk melakukan diplomasi dengan Teheran di banyak bidang jika Iran memenuhi tanggung jawabnya. Serta juga hubunganya dengan Arab Saudi.  Jika saat ini Trump, dengan kebijakannya yang berasal dari dunia bisnis dan mengedepankan perdagangan, mengikuti metode yang  berbeda dari presiden sebelumnya Barack Obama.

Bagaimana hubungan dengan Palestina? Kemenangan Biden disebut-sebut akan memberikan harapan dalam perbaikan "hubungan Palestina-Amerika." Sebelumnya dilansir oleh AFP  Abbas mengucapkan selamat  kepada presiden AS terpilih Joe Biden. Biden mengatakan pemerintahannya akan mengembalikan oposisi AS terhadap pemukiman Israel, setelah Donald Trump melanggar kebijakan AS dan konsensus internasional yang sudah berjalan puluhan tahun karena gagal mengutuk pembangunan semacam itu. Menurut para ahli, tidak mengherankan jika Biden berdamai dengan warga Palestina yang membenci pemerintahan AS. Menurut Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri, kembalinya Biden bantuan AS kepada Palestina, pembukaan kembali perwakilan Palestina di Washington, dan kembali ke posisi dua negara tradisional dalam krisis Israel-Palestina mungkin juga menjadi agenda, melepaskan kebijakan yang mengganggu di era Trump.

Otoritas Palestina (PA) yang dilansir CNN, mengatakan akan memulihkan koordinasi dengan Israel, ini mengakhiri penangguhan yang berlangsung enam bulan. "Dalam kontak internasional Mahmoud Abbas, dan mengingat komitmen tertulis dan lisan yang kami terima dari Israel, kami akan melanjutkan hubungan di antara mereka seperti sebelum 19 Mei 2020," kata menteri urusan sipil PA, Hussein al-Sheikh, Selasa (16/11). "Kami akan melanjutkan kontak dengan Israel tentang masalah keuangan, tentang masalah kesehatan, tentang masalah politik," kata Perdana Menteri Palestina, Mohammed Shtayyeh pada Selasa. Sebelumnya pada Mei, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengumumkan penghentian koordinasi dengan Israel, termasuk kerja sama keamanan yang didukung Amerika Serikat sebagai tanggapan atas rencana Israel untuk mencaplok sebagian Tepi Barat.

Dari  isu dan realita diatas, dapat disimpulkan bahwa  fenomena yang terjadi saat ini sangat mendorong timbulnya perdamaian Timur Tengah yang sekian lama dilanda kekacauan akibat perang saudara. Kebangkitan setelah adanya Arab Spring, pandemi Covid 19, aksi pelecehan terhadap Nabi Muhammad SAW hingga pengaruh  pemimpin baru Amerika Serikat menjadi momentum penguatan rekonsiliasi diantara pihak-pihak yang berkonflik. Rekonsiliasi dapat berhasil dengan mengesampingkan arogansi berbagai kepentingan dan mengedepankan persamaan RAS, kebudayaan dan sejarah peradaban. Apalagi mayoritas agama di Timur Tengah adalah Agama Samawi yang mengajarkan risalah kedamaian. Mengutip Benyamin Franklin, “Tidak pernah ada perang yang baik atau perdamaian yang buruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun