Mohon tunggu...
Wahyudin Rahman
Wahyudin Rahman Mohon Tunggu... Konsultan - Berbicara dengan Menulis

Akademisi Ekonomi dan Keuangan Syariah, berpengalaman di industri asuransi dan asuransi syariah selama 15 tahun dan Ahli dalam bidang Asuransi dan Asuransi Syariah serta Ahli Manajemen Risiko Perusahaan

Selanjutnya

Tutup

Financial

Alokasi Konsumsi dan Investasi Menurut Persepektif Islam

28 Oktober 2020   09:00 Diperbarui: 28 Oktober 2020   09:03 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Kondisi perekonomian nasional sedang tidak dalam kondisi yang baik. Hal tersebut disebabkan oleh COVID-19 yang memaksa pemerintah untuk Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Perekonomian nasional dapat dihitung salah satunya dengan pendekatan pengeluaran dengan mencari hubungan antara permintaan konsumsi rumah tangga (C), permintaan sektor bisnis untuk investasi (I), pengeluaran konsumsi pemerintah untuk barang dan jasa (G), serta sektor luar negeri berupa ekspor dan impor (X-M), yang kemudian membentuk Aggregate Demand yang menjadi salah satu cara untuk mengukur Pendapatan Nasional (Y).

Oleh karena itu dalam membaca kondisi perekonomian harus melihat sektor dengan indikatornya masing-masing. Indikator yang paling berperan adalah konsumsi dan investasi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa Konsumsi Rumah Tangga mengalami pertumbuhan menurun sebesar 2,84% di kuartal I-2020 dibandingkan  kuartal I-2019 yang mencapai 5,02% sedangkan untuk  Investasi, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia investasi  tumbuh 8 % yoy dari periode yang sama. Walaupun pertumbuhan PMA turun sebesar 9.2% namun diimbangi dengan kenaikan PMDN sebesar 22.6%. Lalu bagaimana cara mempertahankan konsumsi dan meningkatkan investasi  di saat pandemi ini?

 

Teori Konsumsi dan Investasi  Secara Makro

Secara umum konsumsi adalah aspek perilaku masyarakat dalam mengalokasikan pendapatannya untuk tujuan memanfaatkan barang dan jasa. Menurut Keynes, pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh sektor rumah tangga dalam perekonomian tergantung dari besarnya pendapatan. Perbandingan antara besarnya konsumsi dengan jumlah pendapatan disebut kecondongan mengkonsumsi / Marginal Propensity to Consume (MPC)  yang dikonotasikan dengan b. Semakin besar MPC semakin besar pendapatan yang digunakan untuk kegiatan konsumsi dan sebaliknya. Konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan siap pakai (disposable) dikonotasikan dengan Yd. Ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung tingkat pendapatan. Artinya, tingkat konsumsi tersebut harus terpenuhi, walaupun tingkat pendapatan sama dengan nol. Itulah yang disebut dengan konsumsi autonomus dikonotasikan dengan C0. Terbentuklah konsumsi aggregate dengan  persamaan C = C0 + b Yd. Jika pendapatan disposabel meningkat, maka konsumsi juga meningkat. Hanya saja peningkatan tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposabel.

Sedangkan investasi menurut Sadono Sukirno yakni penanaman modal sebagai atau perusahaan membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal ini memungkinkan pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan sehingga akan memberikan keuntungan di masa yang akan datang. Adapun pengeluaran yang termasuk investasi sebagai penanaman modal yakni Investasi tetap bisnis (business fixed investment),  Investasi residensial (residential investment) dan Investasi persediaan (inventory investment). Penanam modal melakukan investasi dengan membelanjakan pendapatannya tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka akan tetapi juga untuk mendapatkan keuntungan. Sedangkan dari fungsi investasi terdapat hubungan negatif antara suku bunga dengan investasi, jika tingkat suku bunga naik maka investasi akan turun dan sebaliknya (vice versa).

Konsumsi dan Investasi Secara Makro Menurut Persepektif Islam

Dalam persepektif Islam, menurut Fahim Khan, konsumsi yang dilakukan rumah tangga konsumen dipengaruhi oleh pendapatan. Namun pendapatan masyarakat dibagi atas  pendapatan yang berada di atas nisab (angka minimal asset yang terkena kewajiban zakat) dinotasikan dengan  Yu dan  pendapatan yang berada di bawah nisab yang dinotasikan dengan Y1. Sedangkan komponen pengeluaran konsumsi yang dilakukan rumah tangga konsumen juga dibagi atas dua yaitu  konsumsi untuk pemenuhan kebutuhan sendiri dinotasikan dengan E1 dan konsumsi yang dilakukan rumah tangga untuk jalan menuju keridhaan Allah SWT dinotasikan dengan E2. Maka terbentuk rumus C* = A0 + Au Yu.

Persamaan tersebut hampir sama dengan yang dikemukakan Keynes namun yang membedakannya pada esensi atau maknanya. Contohnya yang lebih sederhana terlepas dari persamaan diatas, menurut Keynes Yd = Y – Tax sedangkan menurut Fahim Yd = Y – Tax - Pengeluaran Akherat. Sedangkan  pada perekonomian dua sektor, faktor Tax dapat menjadi  nol  sehingga Yd = Y atau Yd  = Y – Pengeluaran Akherat. Dari persamaan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa konsumsi secara persepektif Islam akan lebih rendah daripada dari pada teori konvensional. Hal ini karena adanya konsumsi yang ditahan untuk mengeluarkan Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf (ZISWAF) karena perintah oleh Allah SWT.

Di sisi lain yang saling keterkaitan adalah fungsi investasi. Menurut Metwally (1995), investasi dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu adanya sanksi terhadap pemegang aset yang kurang produktif, adanya larangan melakukan berbagai bentuk spekulasi dan judi, dan tingkat bunga. Ini menyebabkan seorang muslim boleh memilih tiga alternatif atas dananya, yaitu memegang kekayaan dalam bentuk uang kas, memegang tabungannya dalam bentuk set tanpa berproduksi seperti halnya deposito, real estate, atau lainya dan menginvestasikan tabungannya.

Dalam  perekonomian tertutup  tabungan (S) dapat menjadi investasi (I) dalam persamaaan Y = C+I atau Y = C+S, sehingga dalam  persepekif Islam kewajiban atas perintah Allah SWT banyak Muzakki / Wakif mendistribusikannya pendapatannya dalam bentuk zakat  bahkan  wakaf produktif yang dikelola sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan investasi, misalnya RS, Jalan dan lainnya. Hasil dari pengelolaan infrastruktur tersebut digunakan kembali untuk kemanfaatan masyarakat untuk kemashalatan umat serta meningkatknya para mustahiq / nazir yang masuk ke dalam kelompok penabung  dan menjadi muzakki / wakif seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun