Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Stoikisme dan Relevansinya Berbicara Politik

13 Maret 2023   01:24 Diperbarui: 13 Maret 2023   01:59 2202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup adalah sebuah tentang berbagai misteri. Kadang kita akan menemukan jawabannya, tetapi kadangkala kita juga terjebak pada jawaban tersebut. Kehidupan bagai buah paradoks. Ia mengisi lubang dengan pernyataan sekaligus itu menjadi pertanyaan. Tak berpuas pada satu kegigihan jawaban. 

Mencari makna kehidupan sama saja mencari tentang bagaimana seseorang mahkluk bernama manusia hidup. Tidak ada satu tolak ukur obyektif menjelaskan bagaimana manusia seharusnya hidup, dan mereka menemukan maknanya. Setiap dari diri manusia punya alasan dan keputusan dengan alasan tertentu. Sehingga dalam satu konklusi pasti, bahwa hidup adalah tentang heterogenitas pilihan dari sekian banyak jawaban. 

Banyak hal yang dipelajari jika mempertanyakan tentang bagaimana kehidupan manusia seharusnya, dan apakah mungkin kehidupan manusia itu akan selalu berjalan dengan lurus atau tidak?. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang coba dibedah dalam pandangan filsafat stoikisme. Sebuah mazhab filsafat yang mengajarkan manusia tentang memaknakan hidup. 

Stoikisme memberikan luang berfikir dan refleksi selebar mungkin pada manusia dalam memaknai hidup. Bahwa hidup adalah pilihan, tetapi tidak melulu hidup pilihan itu kita kontrol. Ada hal-hal yang memang tidak bisa manusia kendalikan dan haruslah mereka Terima apa adanya. Sisi lain, ada beberapa pilihan hidup harus mereka kendalikan, bukan dengan keinginan emosional semata. Tetapi mampu memaksimalkan rasionalitas dalam hidup. Karena, kehidupan yang mengandalkan rasional pun diperlukan untuk lebih bisa memaknai hidup dengan logis. 

Seperti yang dikatakan oleh penganut stoikisme seneca bahwasanya "Kita lebih sering takut daripada terluka; dan kita lebih menderita dalam imajinasi daripada dalam kenyataan." Dengan kata lain, manusia seringkali menerima ketabahan pada imajinasi yang dibangun ketimbang melihat realita yang benar-benar nampak. Sehingga pilihan hidup adalah tentang kenyataan yang dijalani dengan kemasukakalan tersebut, kemudian sebisa mungkin menjalani hidup dengan makna-makna yang bisa dipertanggungjawabkan. 

STOIKISME DAN HIDUP YANG SEMESTINYA DIHIDUPKAN

Menjalani hidup stoikisme tidaklah sulit, dan tidak juga mudah. Seseorang harus mampu lihat potensi dalam dirinya. Mereka yang benar-benar memahami dirinya tidak membuat Kepusingan bagi diri. Dalam arti kata bahwa sesuatu yang dibutuhkan lebih diutamakan ketimbang apa yang diinginkan tak pernah terpuaskan. 

Ini juga sejak dahulu pernah dikatakan oleh pemikir stoikisme bernama Epictetus bahwasanya "Berapa lama kamu akan menunggu sebelum kamu menuntut yang terbaik untuk dirimu sendiri?". Seseorang manusia tidaklah mampu mencerminkan kesempurnaan, mereka cacat, tidak ada celah mana pun dalam diri manusia yang sempurna. 

Dalam pandangan hidup stoik itu jelas dipaparkan, manusia adalah mahklul yang penuh akan kekurangan, hal demikian perlu diterima dengan lapang dada. Akan tetapi, kekurangan itu bukan berarti membuat diri pesimis dalam menjalani hidup. Sebaliknya, hidup yang sudah difahami tentang beberapa hal yang diketahui tak mampu dikontrol dan menjadi satu hakikat hidup perlu diisi dengan menembelnya dengan makna hidup yang terbaik dengan versi diri kita. 

Karena setiap orang punya alasan dan kemampuan atau potensi setiap diri. Maka kekurangan yang dimiliki di tutup dengan gaya kita masing-masing. Hidup stoik mendorong seseorang hidup yang selayaknya hidup yang perlu diterima dan dijalani. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun