Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Apakah Agnostik Lebih Bertuhan daripada Saya?

13 September 2022   22:49 Diperbarui: 13 September 2022   23:04 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dogeng kecil tentang Puteri di sebuah kerajaan, Puteri tersebut dikenal sangat cantik, Sehingga banyak pangeran diberbagai pelosok negeri menginginkan Puteri tersebut menjadi selirnya. Namun Puteri cantik tersebut bijaksana, yang singkat cerita ia memilih untuk melompat diri ke dalam lautan, seketika setelah melompat, berubah lah ia menjadi hewan yang berbentuk seperti cacing sangat banyak. Sehingga banyak orang, baik itu dari kalangan raja, hingga penduduk bisa menikmati/memiliki cacing itu sendiri. Entah mereka memakannya maupun mereka malahan menjadikan ini sebagai bahan spiritualitas. Padahal akhirnya itu kembali pada diri. 

Sependek kisah tentang kisah yang cukup menarik satu pemantik, pastinya ini bukan dalam pembahasan tentang benar atau tidaknya kejadian tersebut dalam prespektif masyarakat secara umumnya. Melainkan ini cerita tersebut akan di geret kedalam ranah ilmu pengetahuan. Tepatnya dimulai dari bagaimana kebeneran yang tak masuk akal dibenarkan?, malahan dijadikan sebagai dogmatis kebudayaan?. 

Hal seperti ini akan coba untuk di deskripsi kan sebagai pandangan satu variabel, dibentuk dari komponen-komponen penarikan sederhana. Kemudian setelah itu, dijadikan sebagai panduan bagaimana manusia sebenarnya memandang kisah yang telah ada sebagai anggapan kebenaran, perlu meragu untuk meyakin, perlu bertanya untuk tahu, dan perlu mencari tahu untuk tahu. Konsep struktur seperti inilah yang akan dijadikan pandangan holistik untuk menemukan sejauh mana konsep berfikir manusia mengenai ketidakmasukalan dalam fenomena. 

BAGAIMANA SEHARUSNYA MANUSIA BERFIKIR

Berfikir merupakan bagaimana memproses apa yang di tangkap sebagai fenomena, kemudian proses tersebut dijadikan sebagai runutan konsep yang kemudian menjadi landasan berupa output penting. Dengan demikian berfikir merupakan salah satu khas yang melekat dalam manusia itu sendiri secara apriori yang nampak maupun tak nampak sebagian keharusan yang diketahui. 

Apa yang diketahui manusia sebenarnya satu hal yang sederhana. Demikian dilihat dari bagaimana memandang apa yang nampak tersebut untuk bisa dikatakan, program untuk mengumpulkan informasi dan menjadikannya satu kesatuan informasi yang diungkapkan merupakan konsepsi berfikir. Manusia pastinya memastikan berfikir adalah satu variabel yang penting, disebabkan apa yang nampak tersebut tidak langsung dicercap. Melainkan dilakukan berbagai proses penerimaan yang dibantu oleh berbagai elemen variabel-variabel seperti rasioa maupun empirisme. 

Dengan demikian, berfikir mendorong kemampuan penangkapan mencapai kesadaran pada informasi. Pastinya ini melekat dalam diri manusia ketika mereka menentukan apa yang harus mereka ketahui secara kesadaran. Eksistensi berfikir tidak menghancurkan fenomena essensial nya. Melainkan mengkonstruksi kan essensial fenomena itu sendiri, sehingga apapun yang difikirkan. Menjadi lebih bisa diterima dalam output nya, ketika hal tersebut didasar kan pada kebenaran yang dianggap bisa dipertanggungjawabkan. 

Apa yang difikirkan diperas semaksimal mungkin menjadi konsep sederhana. Tidak berkontradiksi dengan prinsip-prinsip kerancuan. Sebab apa yang seharusnya dijadikan konsep berfikir tersebut menjadi yang seharusnya jika di sampaikan dengan sebenarnya, implikasi nya ialah keseluruhan atas apa yang ingin diketahui pun bisa dijawab. Kemudian setelah itu, barulah manusia bisa menentukan atas objek yang di fahami sebagai ketahuan. Yang bisa di cercap, dirasakan dan bisa dijadikan sebagai ilmu pengetahuan itu sendiri. 

Selanjutnya, berfikir ini sendiri menentukan keoptimalan pada yang bisa di anggap realitas. Anggapan tersebut perlu ditekankan relatif, demikian lebih jauh, yang tak bisa masuk dalam kriteria keoptimalan tersebut sudah tidak lagi dianggap sebagai ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, keoptimalan ini dikatakan sebagai ruang-waktu yang inheren pada dirinya dan manusialah yang berada di sana. 

Ruang-waktu sendiri sudah jelas menentukan berfikir tersebut, sejauh apapun berfikir, pastinya itu masih ada dalam ruang-waktu. Sehingga keoptimalan pada berfikir akan sama saja pada berlandaskan pada ruang-waktu. Tidak jauh dari itu semua, dan tidak berantitesis dengan yang berada. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun