Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kelam Terang

15 Januari 2022   12:33 Diperbarui: 15 Januari 2022   23:30 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Foto Wahyu Sapta.

Jawabannya cukup membuatku mengawang di udara, seperti Cinderella dengan kereta kencananya. Bagaimana bisa? Hal tak masuk akal bagiku, tapi terjadi begitu saja. 

Aku dan Ghani jadian.

Kehidupanku menjadi seperti roda yang berputar cepat. Tiba-tiba aku menjadi lebih suka berdandan, make up tebal dan perawatan wajah di salon. Baju trendi yang tak kalah dengan teman gadis lainnya. Perubahan yang cukup mencolok menjadi bahan perhatian. Setiap aku melewati selasar kampus, mereka saling berbisik membicarakanku. Tetapi aku tidak peduli. 

Semua itu berkat Ghani yang tak pernah menghitung segala apa yang telah ia keluarkan dari dompetnya. Sebagai imbalannya, tentu saja aku menuruti semua keinginannya. Termasuk hal berharga dari aku yang kujaga selama ini. Rayuan maut Ghani yang mengatakan akan tetap setia padaku membuatku terbuai.

Lima bulan berlalu tanpa suatu cerita yang berarti. Ghani tetap dalam komitmennya. Ia mencari tempat kos yang biasa aku kunjungi saat ingin melampiaskan rasa kangen. Bahkan bermalam-malam, pernah aku lakukan bersamanya tanpa pulang ke rumah. Aku pamit pada nenek bahwa aku ada tugas yang harus dilakukan di luar kota. 

Aku rasa, jatuh cinta pada Ghani telah membutakan nalarku. Aku terlalu percaya padanya. Seperti cerita klasik roman lainnya, aku hamil. Hal ini membuatku takut. Nenekku pasti marah besar. Ia menaruh harapan besar padaku dengan membiayai kuliah selama ini. 

"Aku hamil, Ghani," ucapku datar. Perubahan wajah Ghani tak begitu kelihatan. Tetapi aku tahu, ia juga kebingungan seperti halnya aku.

"Apa yang harus kita lakukan, Ghani?" tanyaku lebih lanjut. 

"Entahlah."

Semakin hari perut buncitku semakin membesar. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Bercerita pada nenek? Itu adalah hal yang mustahil. Nenek tak pernah tahu keseharianku di luar rumah. Setiap memasuki rumah, aku bersikap santun dan baik pada nenek. Aku telah berbohong padanya selama ini. Bagaimana jika nenek tahu, lalu kaget dan jatuh sakit? 

Hubunganku dengan Ghani semakin kacau. Ia semakin jarang menemuiku. Ia mengatakan agar bayi yang ada dalam kandunganku dibuang saja. Huh, enak saja. Aku ketakutan setengah mati. Aku tak mau mengalami kesakitan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun