Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Luna dan Labirin Ingatan

17 Oktober 2021   09:36 Diperbarui: 21 Oktober 2021   19:47 897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Luna dan Labirin Ingatan. Ilustrasi: Foto Wahyu Sapta.

Baca sebelumnya: satu, dua

Apa yang ada di benak Luna, adalah biasan masa lalu yang berputaran. Tak ada pangkal ujungnya, membuat Luna semakin kebingungan. Peristiwa yang baru saja terjadi membuatnya limbung. Entahlah.

Segala keterikatan tentang masa lalu menjadikan ia tertekan. Ada keinginan untuk kembali ke masa lalu. Tetapi itu tidak mungkin karena di masa sekarang, ada hal yang membuatnya juga terikat. 

Bu Simon, siapa lagi yang bisa mengikatnya. Orang yang sangat berjasa disaat ia kehilangan arah. Bahkan ketika ia kehilangan ingatan akan masa lalu. Bu Simon, menemukan dirinya dalam keadaan bersimbah darah dan hampir mati, kemudian membawanya pulang dan merawatnya.

Bu Simon memberikan nama Melia padanya karena tidak tahu siapa dirinya. Tanpa identitas dan dalam keadaan kehilangan semua memori tentang masa lalu pada saat ditemukan. Ia menerima apa saja yang diberikan padanya. Termasuk nama Melia. 

Ia betul-betul tidak ingat akan masa lalunya. Kecuali badan yang ada pada dirinya. Yang ia tahu, dirinya adalah perempuan yang membenci hujan. 

Setiap kali hujan datang, kepalanya pusing dan ingin marah. Seperti arus air sungai menderas yang berputaran ketika bertemu batu di tengah perjalanannya. Berputaran terlebih dahulu melawan arus, untuk bisa mengalir kembali. 

Bu Simon dengan sabar membimbing Luna yang dipanggilnya Melia, agar tak lagi membenci hujan. Diberinya pengertian bahwa hujan tidak jahat. Hujan baik hati karena memberikan suasana kesejukan kepada semesta. Pepohonan tak lagi kering dan tumbuh subur karena tersiram olehnya.

Memang tak seharusnya ia membenci hujan. Karena bisa dipastikan hari-harinya akan bertemu hujan dan tak bisa mengingkarinya. 

Hingga suatu saat, ia sudah bisa berkompromi dan tak lagi membenci hujan setiap kali turun. 

"Melia, bantu ibu memindahkan tanaman yang ada di sana, ya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun