Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Luna dan Kisah yang Salah

7 Mei 2021   14:37 Diperbarui: 7 Mei 2021   15:25 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Foto Wahyu Sapta.

Hujan masih saja menderas di luar, membuat Bagas selalu teringat peristiwa lampau. Belum sepenuhnya hilang, karena setiap hujan datang, rasa bersalah terus saja mengganggu. Meskipun tak setebal pada waktu lalu, ketika ia kehilangan Luna.

Bagas memandang Indah yang sedang bercengkerama dengan Putri. Dihelanya nafas, lalu berkata dalam hati, "Semoga kamu sabar, hingga menuju hari bahagiamu." 

Putri berlarian menuju dirinya dan meminta pangku, saat ia menjaga kasir. Ia tumbuh menjadi gadis mungil yang cantik. Usianya menjelang lima tahun. "Ah, seandainya ibunya masih ada." desah Bagas.

Seorang perempuan masuk ke toko. Mengambil tiga botol air mineral dan menuju kasir. Disodorkan kartu debit untuk membayar air mineral itu, lalu selesai pembayaran. Kartu debit dikembalikan kembali. Tak sengaja mata mereka beradu pandang.

"Luna?"

Sesaat hening. Masing-masing terpaku beberapa saat.

"Luna?" ulang Bagas. Perempuan itu kaget, dan segera berlalu. Langkahnya dipercepat meninggalkan toko kecil itu. Bagas mengejarnya.

"Luna! Tunggu!" teriaknya.

Langkah seorang perempuan yang mirip dengan Luna terhenti sejenak. Menengok ke belakang dan berkata, "Maaf, saya bukan Luna!" katanya. 

Ia mempercepat kembali langkahnya, keluar toko dan menuju mobil, hingga terlupakan payung yang dibawanya. Hujan di luar masih deras. Bajunya basah. 

Bagas yakin, perempuan tadi adalah Luna. Ia mengenal betul Luna yang dicintainya. Suaranya, gestur tubuhnya, ia adalah Luna. Meskipun bertahun-tahun berpisah, tetapi ia yakin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun