Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Melintas Kenangan

21 Agustus 2019   12:10 Diperbarui: 21 Agustus 2019   12:25 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melintas Kenangan. Ilustrasi: dok. Wahyu Sapta.

"Hei, mengapa sih kamu melamun. Baiklah, kita segera ke rumah ibu, ya?"

"Jauh Juna, butuh waktu satu jam untuk ke sana."

"Tak apa. Toh, kita punya waktu. Ini hari Minggu. Kita tidak sedang bekerja. Nanti menyesal loh kamu. Ibu itu yang sudah merawatmu sejak kecil. Sabda ibu itu manjur sekali. Sekalian nanti kamu minta restu pada ibu, agar kita cepat menikah." katanya sambil tertawa lebar.

Duh, ia selalu begitu. Mendesakku agar cepat segera menerima pinangannya. Ia tak sabar agar kami cepat menikah.

Tetapi aku membutuhkan waktu. Tak bisa secepat membalikkan tangan. Kenangan itu... Ah, entahlah. Aku masih dihantui oleh kenangan, yang tak bisa terhapus secepat angin. Sulit bagiku.

Lalu aku dan Juna mengunjungi ibu saat itu juga. Juna memang selalu baik padaku. Mengantarku menemui ibu, meski jauh dari tempat kosku.

***

Ibu baik-baik saja. Ibu hanya kebingungan. Kak Reva mengadu pada ibu. Bahwa ia sedang bertengkar dengan suaminya. Sambil menangis dan membawa baby Irfan. Tangisannya membuatku ngilu. Mengapa dulu ia tak memikirkan lebih dahulu saat menerima pinangan kak Hamdi? 

Padahal sejauh yang kutahu, ia mengalami masa pacaran dua tahun. Waktu yang cukup untuk mengenal pasangan. Apakah dulu ia terbuai dengan kebaikan kak Hamdi yang tampan itu? Begitukah cinta? Membutakan segalanya? Inilah salah satu yang menyebabkanku berpikir panjang untuk segera menikah.

Lalu aku mencoba membandingkannya dengan Juna. Sosok kekasihku yang baru setengah tahun berjalan denganku. Juna tidak memiliki wajah yang tampan. Standar. Tetapi hatinya baik selembut sutra. Kadang aku berpikir, jangan-jangan ia itu jelmaan malaikat. 

Tetapi lalu aku mentertawakan diri sendiri dan mengatakan dalam hati bahwa aku terlalu naif. "Kau belum tahu sifat asli Juna, kan?" tanyaku pada diriku sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun