Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pekerjaan Marbut Tak Menghalangi Meraih Pendidikan Tinggi

8 Juli 2019   08:56 Diperbarui: 8 Juli 2019   12:47 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Syaiful Anam Ma'wan, Marbut Masjid At-taqwa mempunyai suara merdu saat mengumandangkan azan. (Foto: Dokumen pribadi).

Sekitar akhir tahun 2009, setiap memasuki waktu salat, masjid At-Taqwa RW 3 Kelurahan Ngaliyan Semarang terdengar suara azan yang mengalun merdu. Ada kesyahduan di suara azan, sehingga menyentuh hati. Orang yang tinggal di sekitar masjid bertanya-tanya, siapa yang tengah berazan.

Ternyata ia bernama Syaiful Anam Ma'wan, biasa dipanggil Anam yang merupakan warga pendatang. Usianya belum genap 18 tahun waktu itu, sudah bekerja sebagai sales gas dan air mineral berlokasi dekat masjid. 

Dari waktu Dzuhur hingga Isya, ia berusaha salat berjemaah. Sering ia mendapati pengisi azan kosong. Jika kebetulan tidak ada yang berazan, maka ia berinisiatif untuk azan.

Karena itulah, menarik perhatian pengurus masjid dan memintanya agar ia bersedia tinggal di masjid. Kebetulan pada saat itu petugas kebersihan masjid (marbut) mengundurkan diri. 

Akhirnya ia menerima pekerjaan marbut, hanya sebagai sambilan. Karena ia masih terikat pekerjaan yang lama. 

Ternyata pekerjaan itu, menyita waktu. Bosnya menaruh curiga. Tetapi bosnya baik hati saat mengetahui bahwa Anam merangkap pekerjaan, ia memberikan pilihan. Ikut dirinya atau condong ke masjid. Ternyata Anam memilih masjid. 

Meski tidak lagi ikut dengan bosnya, Anam masih menjalin hubungan baik dengan bos lamanya. Bahkan karena kebaikan si bos, Anam yang hanya lulusan SD dibantu untuk meneruskan sekolah. 

Anam berasal dari Magelang, kemudian merantau ke Semarang. Orangtuanya adalah petani. Awalnya ia dituntut agar bertani, tetapi ia merasa tak mampu karena ia tidak bisa mencangkul, hingga akhirnya ia memutuskan untuk merantau dan mencari pekerjaan di Semarang yang membawanya ke masjid At-Taqwa Ngaliyan. 

Ia yang berawakan putih bersih dan pengetahuan agama yang dibilang lebih, suara azan dan bacaan Alquran yang merdu, orang tidak menyangka bahwa ia hanya lulusan SD. Pengetahuan agama ia peroleh dari mondok di Pesantren An-Najah Magelang. 

Anam yang berawakan putih bersih dan pengetahuan agama yang dibilang lebih, suara azan dan bacaan Alquran yang merdu, orang tidak menyangka bahwa dulunya ia hanya lulusan SD. (Foto: Dokumen pribadi).
Anam yang berawakan putih bersih dan pengetahuan agama yang dibilang lebih, suara azan dan bacaan Alquran yang merdu, orang tidak menyangka bahwa dulunya ia hanya lulusan SD. (Foto: Dokumen pribadi).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun