Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Bintari dan Kata-kata

19 Oktober 2018   08:34 Diperbarui: 19 Oktober 2018   18:36 1503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pixabay.com

"Mengapa kau terdiam?"
"Aku kehabisan kata-kata."
"Jangan, kau dan kata-kata adalah perpaduan. Bagaimana kau bisa bernapas tanpanya?"

Badra berkata, apa jadinya Bintari tanpa kata-kata? Lima tahun sudah ia telah menggumuli kata-kata tanpa jeda. Dunianya ada di sana. Ia seperti memiliki jiwa yang hanya bisa berbinar saat ia bersenda dengan kata-kata. Dan hari ini Bintari berkata bahwa ia kehabisan kata-kata. 

"Akan kucari kemana lagi kata-kata itu Badra? Aku mulai kehilangan kata-kata satu demi satu. Mengapa mereka pergi?"

"Mungkin kau harus sedikit rileks agar menemui kata-kata lagi dan mereka mau mendatangimu."

"Aku nggak ngerti. Kemarin saat aku pergi ke suatu tempat, tiba-tiba mereka menguap satu per satu. Kau tahu bukan, jika kata-kata itu pergi aku seperti kehilangan sebagian nyawa. Tak ada lagi hiburan yang lain. Seperti dongeng dari pagi ke pagi, lalu tiba-tiba menghilang. Anak-anak akan merintih pilu, karena tak mampu memejamkan mata tanpa sebuah dongeng dari ibunya."

Dua hari lalu Bintari memandang langit yang berawan membentuk sebuah kotak dan segitiga. Awan itu berarak seketika membentuk paruh burung dan sayap memanjang. Saat itu senja baru saja datang, memberikan pendar jingga di sekitar paruh dan sayap yang memanjang. Bintari terkesima. Takjub. 

Bahkan saat awan menari membentuk suatu bentuk kepala dengan wajah menakutkan. Awan berwarna putih dan hitam saling menindih. Bintari memejamkan mata. Ia tak pernah kuasa memandangnya. Hatinya terasa ikut terserap. Aku tak mau masuk dalam lingkarannya, ia mengandung magis, serunya.

Sehari yang lalu giliran hujan yang datang. Bintari senang bukan kepalang setelah hujan lama tak bertandang. Hujan bercerita padanya, bahwa mentari telah menculiknya dan membawanya ke suatu tempat rahasia.

Selama berada di sana disuguhinya hujan dengan makanan-makanan kesukaannya, ia lupa pulang dan tugasnya mengunjungi Bintari untuk memberikan kesejukan.

Kepalanya mendongak. Bintari dengan mata terpejam meresapi seluruh tetesan hujan, satu per satu menetes pelan ke dalam relung hatinya. Entah. Hujan berhenti sebelum Bintari bisa menikmatnya. Kemudian hujan meraung menangis dicerca halilintar hingga terhenti oleh bujuk rayu pelangi. Pelangi datang hanya sesaat. Ia pergi ketika Bintari baru saja membuka matanya yang terpejam. Sama saja. Bintari tak pernah bertemu dan melihat pelangi.

Satu cerita pilu. Bintari berteriak dan bertanya mengapa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun