Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Senja Baru Saja Memberikan Pelukan

28 Agustus 2018   14:48 Diperbarui: 30 Agustus 2018   19:08 2864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: dok. Wahyu Sapta

Akhirnya pecah juga. "Kenalkan, aku Celo." katamu.

Ketiga, bertemu ketika acara lomba tujuhbelasan di kampung. Jadi, sebenarnya kita bertetangga? Aduh, mengapa tak mengenalnya? Memang blok 2 dan blok 4 jauh ya? Padahal dekat. Ya, ya, aku memang jarang keluar rumah, kecuali urusan penting. Seperti mengirimkan paket ke kantor pos. Itupun sangat jarang kulakukan. Selebihnya aku banyak berkutat pada layar laptop dan huruf-huruf. Jika saja mama tak memaksaku untuk keluar rumah mengikuti kegiatan kampung, aku tak akan melakukannya.

"Ayolah Muti, kau harus sesekali keluar rumah. Bagaimana kau mendapat jodoh jika hanya di dalam rumah?"

Zaman milenial. Apa saja bisa kulakukan dari dalam rumah. Tidak harus keluar, dan bertemu orang-orang. Aku menikmatinya. Apanya yang salah? Mama tak pernah merasakannya, jadi ia mengatakannya. Jodoh ada di tangan Tuhan. Jika waktunya bertemu jodoh, akan bertemu bukan? Mama hanya bisa geleng-geleng kepala. "Semaumu lah," kata Mama. Meski akhirnya aku bersedia juga keluar rumah. Dan menemukanmu.

Keempat. Kamu itu bagai bayangan, ya? Mengikutiku kemana saja arah langkahku. Di taman ada kamu, di meja makan ada kamu. Di kaca kamar ada kamu. Di layar laptop ada kamu. Di pembungkus paket, ada kamu. Kamu, kamu, kamu.

***

Ayahnya adalah seorang penting dalam pemerintahan pada masanya. Ia tak pernah meminta untuk dilahirkan dari orang tua yang terpandang. Ia hanya ingin mencintai kekasihnya.

"Ara, kita bertemu hari ini. Di tempat biasa." begitu pesan pada kekasihnya melalui kurir. Apa yang bisa dilakukannya untuk Ara, hanyalah sedikit cara, agar ia bisa menemuinya. Ia telah mempersiapkan segalanya. Termasuk cincin bermata merah maroon. "Aku akan memintanya menjadi istriku. Meski ayah bakalan marah besar."

Ara adalah gadis setempat, yang telah meraih hatinya. Gadis biasa. Bukan dari kalangan elite. Dalam sebuah pertemuan pesta rakyat menyambut panen tebu. Ada sebuah kekuatan yang menarik dirinya agar mengenalnya lebih dalam. Pesona kecantikan alami, kepolosan hati, tak biasa dimiliki oleh gadis lainnya yang ingin memilikinya.

"Axel, bagaimana jika ayahmu tahu, jika kita bertemu?"

"Apapun akan kulakukan Ara. Demi kamu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun