Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Menepilah Sejenak Denganku

5 Juli 2018   14:47 Diperbarui: 7 Juli 2018   03:11 3499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

menaklukkanku dalam jiwamu bukan hal mudah, mereka-reka apa isi hatiku di jiwamu,

mengapa ada cinta?

sedang cinta yang ada dalam jiwamu hanyalah sebuah tebusan cintaku dalam jiwamu, namun itu tak pernah ada,

adalah sebuah kesalahan, saat kau mengira bahwa itu cinta,

aku tak pernah mencintaimu,

aku hanya mencintai diriku sendiri yang ada dalam jiwamu,

apakah ini cinta?

maka, menepilah sejenak denganku.

mereka-reka apa yang ada dalam jiwamu, apakah ada jiwaku di sana, melabuhi hati di kedalaman jiwamu.

***

Hatiku berkeping. Berantakan. Akhirnya kau membuat keputusan untuk pergi dariku.

"Kau yakin dengan keputusanmu?"

"Kau sudah bisa menebaknya. Aku hanya pergi sesaat. Tak lebih. Jika hatiku telah tenang, percayalah, aku akan kembali padamu."

"Tetapi, mengapa harus begitu, Pandu? Bukankah kau mengatakan bahwa kau sangat mencintaiku? Atau...?"

"Aku mencintaimu. Justru itu aku tak ingin menyakitimu. Berilah aku waktu, Nes."

Lalu, apa yang harus aku lakukan, jika kau ingin meninggalkanku. Aku mengerti. Aku merasa bersalah. Tetapi keadaan membuatku demikian. Aku sendiri sangat membenci diriku sendiri.

"Dua tahun, Nes. Waktu yang kuberikan pada diriku sendiri juga buatmu. Seandainya kita bertemu kembali, dan kita belum milik siapapun. Berarti kita berjodoh."

"Mengapa begitu?" tanyaku sambil meraung. "Please, Pandu. Kumohon, jangan pergi dariku."

"Aku harus pergi, Nes. Percayalah. Aku sangat sayang padamu. Justru itu, aku akan pergi. Ijinkanlah aku. Sejenak aku ingin mencari jati diri. Dua tahun akan cepat berlalu. Lalu kita akan bertemu kembali." katamu. Memelukku erat sebagai tanda perpisahan. Aku sudah tak bisa berkata apa-apa dan hanya mengalirkan air mata.

Baiklah, Pandu. Aku akan setia. Carilah jati dirimu. Tak akan ada yang mampu memisahkan cinta kita. Tak juga.... dia.

***

Persiapan telah selesai. Aku akan segera menikah. Bukan hal yang mudah, ketika aku harus menikah dengannya. Butuh pertimbangan yang banyak dan beberapa rentetan peristiwa. Sesaat setelah Pandu pergi, ayah memaksaku untuk menikah dengan dia, Danang. Lelaki pilihan ayah. Anak sahabat Ayah. Yang terlanjur dijodohkan denganku, saat aku masih kecil.

Sebenarnya bisa saja aku memberontak. Ayah tak pernah bilang padaku, bahwa aku telah dijodohkan dengan Danang.

Aku telah lama mengenal Danang. Ia adalah sahabatku sejak masih kecil. Karena ayahnya adalah sahabat ayahku. Dan beberapa kali bertemu dengan om Yusuf, sahabat ayah.

Aku dan Danang bersekolah di tempat yang sama. Dari SD hingga SMA. Ketika akhirnya kuliah harus terpisah karena berbeda kota. Aku di Semarang dan Danang Yogyakarta.

Tak ada yang berubah. Danang tetap menjadi teman baikku. Ia adalah orang yang baik. Sangat perhatian denganku. Juga care terhadapku. Ia memandangku bagai adik kecilnya. Karena ia tak memiliki adik.

Hingga suatu saat, setelah selesai wisuda, ayah bercerita padaku. Kami berdua, aku juga Danang dipertemukan oleh orang tua kami. Kami seperti dibawa ke sebuah sidang besar. Sebuah sidang keluarga. Mereka mengatakan bahwa kami telah dijodohkan. Bagai sebuah gemuruh. Datang tiba-tiba. Sangat mengagetkanku. Bagaimana tidak? Aku menganggap bahwa Danang adalah kakak sendiri. Tak lebih.

Tetapi orang tua kami beranggapan lain. Mereka sangat senang, ketika kami selalu dekat dan selalu bersama. Mereka mengira kami berpacaran.

Oh, bagaimana mungkin? Aku telah memiliki Pandu. Sedang Danang telah memiliki Nadia? Bahkan kami berempat bersahabat? Bagaimana aku bisa menjelaskan kepada Pandu? Lalu bagaimana dengan Nadia? Gadis lembut pilihan Danang?

Bahkan Danang pun bingung. Harus berkata apa kepada Nadia. Ia tak akan bisa menyakiti hati Nadia. Gadis yang dicintainya.

Pandu akhirnya bisa mengerti, meski sangat menyesakkan hati. Aku tak bisa menerimanya. Tetapi Pandu berhasil meyakinkanku. Bahwa tak baik menentang orang tua. Yang telah membesarkanku selama ini. Tetapi bukankah ini tentang masa depanku? Tentang kebahagiaanku? Tentang rasaku? Tentang hatiku? Mereka tak akan mengertinya.

"Sudahlah, Agnes. Mungkin kita belum berjodoh," katanya.

***

Acara pernikahan ini dimulai. Danang telah duduk di tempat mimbar tempat pernikahan. Ayah telah siap ada di sana. Penghulu dan saksi telah ada. Ayah sendiri yang akan menikahkan.

Hatiku mulai tak karuan. Aku merasa mengkhianati Pandu. Oh, Pandu. Kau berada di mana? Pada saat begini, aku sangat mengharapkanmu. Janji setiaku padamu telah terkoyak olehku sendiri. Dua tahun belum berlalu. Baru memasuki tahun pertama dan aku sudah tak setia. Maafkan aku, Pandu! Maafkan aku!

Tak terasa air menetes di pipi.

***

"Saya terima nikahnya Agnes Rahayuningtyas binti Irwansyah dengan mas kawin seperangkat alat salat dibayar tunai." katamu dengan sedikit nervous dan tangan yang menjabat dengan tangan ayah. Aku sangat mengenal suara itu. Suara dari lelaki yang aku cintai.

Kemudian terdengar suara "sah... sah..." membahana di setiap sudut ruangan mimbar.

Ia telah sah menjadi suamiku.

Dan, hei, Pandu yang menjadi suamiku. Bukan Danang. Aku masih tak mempercayainya. Sungguh. Ini adalah sebuah anugerah yang sulit kupercaya. Aku bahagia.

Jadi, sebelum acara pernikahan diriku dan Danang, ada sedikit keributan di luar. Hingga mengacaukan acara. Pandu datang. Ia memaksa masuk ke ruangan dan mendesak agar acara pernikahan ini dibatalkan. Danang tampak lega. Ia segera menjabat tangan Pandu. Lalu memberikan tempat untuk Pandu menggantikan posisinya. Lalu ia membisikkan kata, "Terimakasih kau telah datang tepat waktu."

Lalu Danang menuju Nadia yang juga hadir dalam acara pernikahan ini.

***

"Hai, Agnes. Menepilah sejenak denganku."

"Hai, Pandu. Bagaimana kabarmu?" tanyaku sambil tersenyum lebar memandangmu erat.

Kamu hanya memakai baju batik dan celana jeans. Sangat "Pandu banget". Sedang aku berpakaian lengkap pengantin.

"Maaf, aku datang ketika belum dua tahun berlalu. Aku sudah tak sabar untuk bertemu denganmu. Aku rindu."

"Tak apa. Terimakasih kedatanganmu." jawabku senang.

"____________"

Semarang, 5 Juli 2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun