Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Ketika Kulihat Kau Semakin Tua

14 Januari 2018   07:40 Diperbarui: 22 Mei 2023   12:16 2064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

***

Hari ini seperti biasa, pagi hari setelah subuh, kau telah mempersiapkan segala kebutuhanku untuk bekerja pagi ini. Tak lupa kau membawakan bekal makan siang untukku. Kau selalu perfekto untuk ukuran seorang ibu rumah tangga.

Kau berkata, "Sayang, hari ini aku memasak oseng jamur dan bacem tahu kesukaanmu untuk bekal makan siangmu, kau harus jaga diri, jangan terlalu memforsir diri. Cukup kau menyuruh Danu dan Kus untuk mengumpulkan batu. Tetap semangat sayang, cintaku bersama."

Seperti biasanya dengan senyum tulus mengembang dari bibirmu yang agak pucat. Dan seperti biasanya pula aku berangkat dengan semangat yang berasal dari dirimu, kukemasi perlengkapan kerjaku.

***

Batukmu semakin bertambah. Ketika kutanya dirimu, apakah kau baik-baik saja, kau menjawabnya, "Aku baik-baik saja sayang, hari ini aku harus menyelesaikan satu cerita yang sedikit lagi memasuki ending cerita. Cintamu membuatku semangat, jangan kawatirkan tentang diriku."

Aku berangkat dengan langkah berat, meski ada sesuatu yang aku tak tahu sangat memberati langkahku. Mungkin karena dirimu yang sakit dan aku tak mampu berbuat banyak untuk menyembuhkan sakitmu atau karena batukmu hari ini yang semakin menjadi. Entahlah.

Pagi ini aku harus berangkat lebih awal karena pesanan batu banyak dan tak bisa menundanya. Seperti biasanya dan seperti hari-hari sebelumnya. Setelah subuh aku berangkat mencari batu, dan kau memulai aktivitasmu di balik laptop kesayanganmu. Semua berjalan seperti biasanya.

Tapi pagi ini kau kelihatan pucat dan sayu, serta batuk yang tak kunjung henti. Selalu kau bilang aku tak apa-apa sayang, tidak usah terlalu menjadi beban pikirmu. 

Aku melihat guratan tua di wajahmu semakin bertambah, apalagi uban yang tiap hari kian bertambah. Bila aku bilang kau tampak cantik dengan ubanmu, kaupun menjawab, bila kita melihat uban dirambut kita bertambah, itu berarti kita melihat keberhasilan kita juga bertambah, sayang. Keberhasilan tak harus berupa materi atau harta, tapi kasih sayangmu kepadaku yang tak pernah putus, membuktikan keberhasilanmu agar kita senantiasa berada dalam koridor cinta. Aku mencintaimu tanpa syarat, hanya cinta yang yang tak dilebih-lebihkan, demikian juga sebaliknya dirimu.

Aku tersenyum mendengar uraianmu yang panjang lebar, seolah-olah besok kita tak akan bertemu lagi. Bagaimana aku bisa memalingkan cintaku padamu, kau begitu teduh dan syahdu. Itulah dirimu. Dayu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun