Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tarian Terakhir Untuknya

14 Desember 2017   20:39 Diperbarui: 14 Desember 2017   20:55 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: anna_art.com

Ada yang aneh dari nada bicaranya. Seperti ungkapan yang ingin diutarakan. Tetapi ia tak ingin aku mengertinya dengan jelas. Rahasia? Tetapi mengapa ia bilang padaku? Agak pelan dan seperti berbisik. Tentu saja aku hampir tak mengertinya. Terlalu pelan untuk telingaku. "Hei, please deh," kataku dalam hati sambil mengernyitkan dahi. Dia agak kesal karena aku yang telmi.

"Apa?" tanyaku, sambil tetap menari. Toh, audiens tidak akan mendengarnya.

Sekali lagi ia hanya bergumam. Dengan sedikit gerakan tangan memberi isyarat. Oh, I see. Ia memberi kode agar gerakan tarianku agak diperlembut. "Hahahaha.. bilang dong dari tadi," seruku dalam hati. Ada senyum mengembang dari bibirku. Tepat saat kesan pada tarian yang ceria. Syukurlah. Jadi tidak kelihatan jika aku sedang geli padanya.

Fuiii... akhirnya tuntas sudah tarian ini. Tepuk tangan bergemuruh di dalam gedung. Meski kesalahanku tadi tidak begitu kentara, tetap saja aku merasa belum maksimal. Aku merasa bersalah.

"Maaf, San. Aku tadi tidak begitu konsentrasi. Aku lagi banyak masalah."

"Harusnya kamu tidak membawanya di tarian, Icha. Untung saja jiwamu memang untuk tarian. Jadi tidak kentara." jawab Sandy menghiburku. Meski begitu, tetap saja aku tak enak hati.

Sandy sudah seperti kakak bagiku. Selama aku menjadi partner baginya, sekalipun ia tak pernah marah ataupun kesal padaku. Paling tidak, ia tak pernah mengutarakannya langsung padaku.

Jika ia sedang kesal, ia hanya bergumam, lalu meninggalkanku seorang diri. Dan pasti aku mengerti, bahwa ia sedang kesal padaku. Tentu saja, aku lalu bertanya kepada diriku sendiri, apa kesalahan yang telah aku perbuat. Uh, sebenarnya aku tak begitu suka dengan perilaku dia yang seperti itu. Membuat aku bingung. Mendingan ia mengatakan terus terang, apa kesalahanku. Sehingga aku bisa memperbaikinya. Tetapi, Sandy tetaplah Sandy. Begitulah dia.

***

Pagi sekali, aku sudah harus sampai ke studio milik Sandy. Ada latihan untuk perform bulan depan. Waktu yang tak akan lama. Karena tarian yang digunakan adalah tarian milik Sandy. Ada beberapa gerakan yang sedikit rumit. Aku harus bisa menguasai lebih dalam. Kelenturan tubuhku, tetap harus dilatih untuk mencapai tujuan maksimal.

Padahal masalah yang aku hadapi sedang menggunung. Intan. Adikku satu-satunya membutuhkan perhatian lebih dariku. Kemarin gurunya melayangkan surat peringatan untuk kedua kalinya. Katanya, nilai Intan menurun akhir-akhir ini. Apa mau dikata, nanti agak siangan aku harus ke sekolah Intan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun