Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku, Pemilik Hati yang Beku #4

11 September 2017   13:08 Diperbarui: 12 September 2017   16:32 1265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com

Sebelumnya:

Aku menyeka sudut mataku yang berair. Aku menangis! Sesuatu yang sudah lamatak pernah aku lakukan. Aku menangis karena bu Een. Air mataku menderas! Nafasku tersengal karena capek, berlari menjauh dari tempat penyekapan. Aku lolos dan bisa melarikan diri. Aku terus berlari. Hingga aku sudah tak kuat lagi. Aku terjatuh, tepat di depan sebuah rumah.

***

Hari ini berbeda dari hari-hari biasa. Aku bisa merasakannya. Aku dan teman-teman harus fokus pada pekerjaan. Kursi-kursi telah tertata rapi. Balon warna-warni sudah terpasang. Segala asesoris dekorasi pesta sudah siap. Katering juga siap. Hari ini, pesta ulang tahun kedua Delon, klien pertamaku. Segala kemampuan kreasiku telah tercurah seluruhnya. Aku tak mau, ada rasa kecewa dari klien pertama. Akhirnya, selesai. Rasanya puas bisa tuntas semua. 

"Seruni, terimakasih. Bagus sekali dekornya. Saya suka." kata bu Mieke orang tua Delon. 

"Sama-sama, bu. Rasanya lega jika ibu bisa puas atas hasil karya saya dan teman-teman. Saya permisi dulu."

Aku berlalu dari rumah bu Mieke. Hem, seandainya dulu aku tak diselamatkan oleh keluarga om Tommy, aku tak akan seperti ini. Setelah kejadian tiga tahun lalu, aku ditemukan om Tommy dan tante Hanny istrinya di depan rumah mereka. Akhirnya, aku diadopsi. Saat ditemukan, aku memang tak mau menyebutkan dari mana asalku dan siapa ayahku. Aku tak mau kembali pada ayah. Aku hanya menceritakan bahwa aku adalah korban penculikan, dan tak memiliki keluarga. Mereka iba dan mau merawatku.

Ketika keesokan harinya saat polisi menggeledah rumah sekapan si Bos, ternyata telah kosong. Mereka telah meninggalkan tempat itu. Aku kehilangan jejak bu Een. Hatiku sedih. Hanya kalung ini yang bisa menjadi obat rindu pada bu Een. 

Tetapi aku harus move on. Kehidupan akan terus berjalan. Om Tommy dan tante Hanny baik hati. Sehingga aku berangsur-angsur membaik dan bisa seperti sekarang ini. Hatiku mulai lembut dan bisa beradaptasi. Mereka menasehati, agar aku berteman dengan banyak orang. Tetapi harus tetap hati-hati dalam memilih teman. Aku sangat bersyukur.

Aku kembali sekolah dan bahkan sudah kuliah. Mengambil jurusan Ekonomi. Tetapi bakat seniku mengantar aku dan teman-temanku mencoba bisnis dekorasi untuk pesta. Meskipun kecil-kecilan. Untuk belajar mandiri. Apalagi biaya kuliah mahal. Tak enak hati jika harus terus menerima uang saku dari om Tommy. Meskipun orangnya baik hati dan tak berat hati memberi sesuatu padaku. 

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun