Mohon tunggu...
Wahyu Agung Prihartanto
Wahyu Agung Prihartanto Mohon Tunggu... Dosen - Serius tapi Santai

Menulislah sebelum menulis dilarang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bolehkah Penjahat Disebut Pahlawan?

19 September 2021   12:00 Diperbarui: 19 September 2021   12:02 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Melihat fenomena selebritas pelaku kejahatan di negeri ini. Korupsi, pelecehan seksual, pembunuhan, pemerkosaan, perundungan, penggelapan pajak dan lain-lain. Sorot mata kamera menyaksikan, bagaimana fasilitas, kenikmatan serta pemotongan masa tahanan terpapar di publik. Sebutlah beberapa diantaranya, korupsi Jaksa Pinangki, Setya Novanto, Kepala Daerah, Wakil Rakyat dan sederet lainnya.  

Anda tentu masih ingat kasus menimpa penyanyi kondang, Saiful Jamil. Sang Artis dihukum karena melakukan pedofilia terhadap anak di bawah umur. Dalam proses peradilan, ia berusaha menyuap aparat hukum, artinya selain predator Saiful Jamil juga melakukan tindak korupsi. Penjemputan meriah Sang Artis pasca bebaspun bagai pahlawan terbebas dari medan perang.

Rasanya negeri ini sedang mengalami surplus kebaikan. Seluruh keburukan tertutupi oleh hegemoni fasilitas menguntungkan Sang Pesakitan. Perampasan uang rakyat, penyuapan petugas, remisi tahanan, hingga disparitas putusan masa tahanan, menjadi tontonan sehari-hari. Pendek kata, dari awal sampai akhir para pelaku kejahatan menikmati kemudahan dan fasilitas kenikmatan melimpah.

Bergidik bulu kuduk melihat kondisi ini, seolah urat nadi kemaluan telah sirna. Senyum simpul dan lambaian tangan gemulai sang koruptor bak sinetron kejar tayang di depan layar TV.

Seorang anak bahkan dengan lantang menceritakan aib ibunya yang sudah sepuh pada awak media. Dan, bahkan tega menjebloskannya ke penjara. Alih-alih membahagiakan orang tua, sepetak rumah yang ditinggali si ibu pun dirampasnya. Padahal anak tersebut telah memiliki rumah yang lebih layak ketimbang yang ditempati ibunya.

Prihatin melihat ini semua. Khawatir mempengaruhi psikologi anak-anak, setiap kali menyaksikan tontonan drama kolosal kejahatan di TV. Pilihannya mengalihkan tayangan lain yang lebih mendidik atau mengajaknya bicara masa depan mereka.

Efek jera hanyalah jargon politik saja. Tidak tampak raut penyesalan terpancar dari wajah sang penjahat. Kebebasan artis Saiful Jamil, seolah menciptakan peluang bisnis melalui infotainment. Dengan dalih, ada hikmah dari kejahatan yang dialami untuk konsumsi publik. Sang artis sebagai simbol keburukan agar masyarakat tahu dan tidak mengulanginya. Masyarakat mengelu-elukan Sang Artis bak seorang pahlawan.

Mari kita perhatikan definisi Pahlawan.   

Salah satu penggalan pengertian pahlawan menurut KBBI, adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. 

Secara bebas dan nakal, definisi di atas cukup relevan dengan aktor-aktris di atas. Hanya istilah membela kebenaran yang menjadi sumir. Tetapi kebenaran ini memang selalu diperjuangkan oleh para tersangka guna membuktikan bahwa mereka tidak bersalah, minimal mengurangi bobot kesalahannya. Berati sah juga jika mereka disematkan sebagai Pahlawan. Naif, bukan?

Awal tulisan di atas, disebutkan bahwa negeri kita surplus kebaikan. Entah, ini satire atau bukan, semua terpulang ke diri kita masing-masing. Teori gathuk-menggathuk, bahwa jumlah mayoritas berpotensi meniadakan minoritas, sehingga hal-hal yang buruk pun terkesan baik dan lazim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun