Mohon tunggu...
Wahyu Aji
Wahyu Aji Mohon Tunggu... Administrasi - ya begitulah

Insan yang suka mendeskripsikan masalah dengan gaya santai

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Digitalisasi Produk Media Cetak

16 Mei 2020   10:15 Diperbarui: 16 Mei 2020   10:15 837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama kali saya membaca sebuah situs penyedia informasi dengan maskot orang tua berkumis dan blankon ikonik berwarna biru, saya menyadari betapa memang sukanya saya terhadap bahan bacaan. 

Penuh bobot, sesekali nyentil dan lebih membuat saya tertarik adalah perpaduannya dengan kreativitas desain dalam menyajikan informasi. Seenak-enaknya saya membaca sebuah laman daring berisi berita, yang ada biasanya hiburan iklan judi dan taruhan bola hingga produk konsumsi. Walaupun juga hal tersebut wajar untuk mendongkrak laba.

Lain lagi rasanya ketika saya mengulik bacaan berat penuh investigasi milik Tempo yang sedari dulu mengangkat isu kontroversi. Bukan majalah, kini ada pada sebuah domain dunia maya yang beridentitas sama. Keasyikannya tetaplah hadir, hanya minus perasaan meraba ujung kertas saja. Hati dari Tempo masihlah sangat pekat meski kini berada dalam kumpulan berbasis big data. Tentu saja tidak serta merta membuat pembaca seenaknya baca, registrasi dan berlangganan untuk membaca lebih banyak.

Dua contoh yang memberikan gambaran bagaimana jurnalistik beradaptasi dengan zaman. Satu lahir karena menyadari zaman telah berubah ke bentuk yang lebih praktis atau pakai saja kata progresif agar lebih intelek. Satu lagi lahir dalam rangka mempertahankan pembaca baik di ranah cetak hingga menyebar ke dunia internet. Adapt and overcome. Banyak lagi contohnya media mainstream yang kerapkali dijadikan rujukan bagi pengguna media sosial lainnya untuk berbagi berita. Tak jarang akurat, seringkali juga hoaks. 

Sepuluh tahun lalu, setidaknya media cetak masihlah sangat digemari, dimana perangkat komunikasi masihlah Blackberry. Para pembawa koran diperempatan dan lampu merah perkotaan bersaing menjual berita terbit hari itu. Media cetak tak hanya koran, tambah sepuluh tahun lagi ke belakang, majalah Bobo begitu digemari dengan segala kuis Sayembaranya yang berhadiah. 

Saya masih sangat ingat bagaimana pertama kali menemukan majalah Bobo di loteng atas rumah milik kakak saya. Tahunnya 90an, isinya asyik bagi anak-anak, sesekali mengasah otak mencoba menjawab TTS yang bersemayam di sana. Tanpa disangka, sudah ada satu kardus kumpulan majalah Bobo hingga Donal Bebek menumpuk hasil mengais di atas loteng. Kemudian bertambah lagi mengikuti terbitan terbaru setiap minggu.

Sekitar satu minggu yang lalu terakhir kali saya baca kolom di koran. Itupun karena harus mengisi waktu bosan menunggu narasumber yang ingin diwawancara dan akhirnya batal setelah dua jam menunggu. Salah satu koran lokal di daerah sudah sejak lama mengurangi lembarannya. Kemudian juga mengikuti untuk melebarkan sayap ke ranah internet. 

Dibandingkan dengan media mainstream internet yang ada, "koran internet" mereka cukup dikenal, tentu banyak dikenal oleh orang internal mereka, lainnya? jelas lebih memilih membaca Line Today ataupun seperti Liputan6 hingga Kompas dan Detik.

Redaksi internet kini mulai berhamburan. Banyak juga yang berlatar belakang koran dulunya. Alhasil saya sering menemui ucapan ulang tahun ataupun berduka cita untuk pejabat tertentu dari dinas tertentu. Sebuah marketing yang standar ditemui di koran-koran lokal. Beritanya pun tak jauh dari kegiatan SKPD dan isu di masyarakat terkait didalamnya. Salah satu gambaran koran lokal yang "dilokalisasi" seutuhnya ke dunia maya. Legal tentu saja. 

Bagaimana cara setiap media cetak menyentuh internet beragam. Tentu saya menyayangkan ketika majalah favorit ketika kecil saya masihlah belum seadaptasi tersebut. Setidaknya saya masih mendapatkan file pdf Donal Bebek yang isinya adalah hasil scan dari sekolompok orang yang mendamba bacaan masa kecil seperti saya. 

Bukanlah resmi yang berbahasa Indonesia atau saya saja yang kurang giat mencarinya. Berdasar data We Are Social, pengguna internet menghabiskan waktunya sekitar 8 jam sehari untuk scrolling dan kegiatan lintas maya lainnya. Waktu yang lama dibandingkan dengan membaca sebuah media cetak yang mungkin berkisar 30 menitan. 

Media cetak tentu paham bagaimana caranya harus bertahan di era digital sekarang. Sudah banyak teladan yang bisa diambil hikmahnya dalam memulai "koran/majalah internet" berisikan berita dan informasi. Tentunya sejarah telah mencatat bagaimana bangsa Asia Timur telah menggunakan batangan bambu untuk menuliskan informasi.

Berlalu zaman dan abad, kini batangan bambu jadi sebuah alat untuk memperindah hunian ataupun bahan bakar perapian. Agak persis sama dengan nasib kertas koran atau majalah, kini mereka mulai beradaptasi dengan zaman informatif dan konsumtif ini sebagai bahan induk bungkus gorengan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun