Pada sebuah kesempatan, kita seringkali menganggap diri sendiri adalah kebenaran. Dilansir dari Psychology Today, bahwa terdapat kecenderungan kita menerima informasi yang membenarkan pikiran kita sendiri dan menolak segala yang bertentangan. Masalahnya adalah, orang seringkali lupa dan tidak ingin merasa salah ketimbang mengakui kelemahannya tersebut.
Alasan lainnya yang memungkinkan kita seringkali percaya kabar bohong adalah kemalasan untuk mencari jawaban. Akses luas dan banyak melalui internet, membuat orang lebih suka membaca headline ketimbang isinya.Â
Maka jangan salahkan orang yang sering membuat konten click bait, karena memang kitanya saja yang suka diberi makan konten tersebut. Wajah buruk rupa, cermin yang disalahkan.
Padahal, jika ingin sedikit menggunakan pikiran, seharusnya pada setiap berita tidak hanya mendapatkan sebuah jawaban, mesti perlu juga menimbulkan sebuah pertanyaan.Â
Dari mana ini berasal? siapa yang membuatnya? untuk apa ini? apakah ada pendapat lainnya?, nyatannya pertanyaan tersebut tidaklah muncul, yang muncul justru anggukan dan cercaan untuk orang yang berpendapat beda.
Ada sebuah keuntungan psikologi juga ketika mendapati situasi sekarang. Orang-orang yang terlampau panic akan menerima apapun yang dihadapannya, termasuk berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.Â
Panik terkadang tak selalu muncul dengan ekspresi fisik, ia hadir dalam pikiran. Ia dapat diarahkan kesini dan kesana oleh suara-suara yang menuntunnya yang bahkan tidak diketahui rupanya dan asalnya darimana.Â
Namun bagaimanapun juga, panik adalah emosi yang lazim dirasakan oleh setiap manusia. Tetapi apalagi saran yang paling bagus untuk mengatasinya selain mencoba untuk tenang dan cobalah gunakan logika dan penalaran.