Mohon tunggu...
Wahyu Aji
Wahyu Aji Mohon Tunggu... Administrasi - ya begitulah

Insan yang suka mendeskripsikan masalah dengan gaya santai

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kelapa Sawit Tidaklah Seberdosa Itu

25 Desember 2019   20:56 Diperbarui: 25 Desember 2019   21:07 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  

Pagi hari pada bulan September silam, terpantau tak ada sama sekali sinar terang dari matahari seperti biasanya. Beberapa hari yang lalu, matahari pagi selalu bersinar jingga terang di ufuk timur yang terlihat dari atas atap rumah tetangga saya. 

Namun untuk hari ini dan setelahnya, hanya terlihat gumpalan putih yang menutupi matahari pagi. Sialnya, daerah saya terkena dampak asap. Hal itu berlangsung hingga beberapa hari hingga sekarang.

Penyebab utamanya tentu saja adalah kebakran. Lumayan, tanah gambut di daerah saya cukup banyak ditambah cuaca yang terik. Alhasil, kebakaran seringkali terjadi. Belum lagi ulah beberapa oknum yang senantiasa menyulut api untuk kepentingan pribadi pada luasan lahan yang mana hal tersebut semakin menambah kontribusi sebaran asap di daerah saya.

Berbagai sebab pun dicari cari, yang paling santer terdengar adalah karena perkebunan kelapa sawit. Isu ini sudah menjadi topik yang tak pernah usang dimakan usia setiap musimnya. Selain kontroversi mengenai tata cara perluasan lahannya, kelapa sawit juga dituding sebagai penyebab utama kebakaran dan asap.

Beragam respon berdatangan, pro dan kontra dilayangkan. Kelapa sawit menjadi objek yang dipermasalahkan. Keresahan tersebut tentunya bukan tanpa alasan, seringkali kebakaran juga terjadi dimulai dari lahan yang ditanami oleh kelapa sawit. 

Kemudian, kebakaran juga terjadi ketika akan ada pembukaan lahan baru yang mana ditujukkan juga untuk kelapa sawit. Maka secara meyakinkan, setiap orang pun akan menganggap bahwa akar permasalahannya adalah kelapa sawit. Inilah yang perlu untuk ditindaklanjuti.

Kelapa sawit memang menjadi tanaman yang berpotensi besar menghasilkan keuntungan. Berbagai produk dan olahan dari kelapa sawit sangat bermanfaat bagi kehidupan sehari hari, seperti bidang pangan, farmasi, hingga kosmetik. Dari sana pulalah, negara ini mendapatkan devisa yang tinggi. Pada tahun 2018, industri sawit menyumbang devisa hingga 11, 8 USD.

Pemanfaatan kelapa sawit dengan benar tentunya akan menjadi sumbangsih yang menguntungkan bagi negara. Selain faktor dari tanamannya sendiri, kondisi geografis Indonesia juga mendukung untuk pendayagunaan kelapa sawit. Tak heran, dengan potensi seperti itu, Indonesia menjadi aktor utama dalam perdagangan sawit dunia. Menurut BPS sendiri pada tahun 2016, setidaknya ada 1.592 perusahaan yang bergerak dalam industri kelapa sawit.

Di lain pihak, narasi penolakan juga tetap ada. Kelapa sawit yang merupakan tanaman asli Afrika dengan segudang keuntungan tentunya tak bisa hanya ditanam denga skala kecil. Perlu lahan yang luas untuk mendulang keuntungan yang besar. Hal tersebut mengakibatkan berbagai pembukaan lahan (dengan cara dibakar) secara masif. 

Belum lagi penggunaan lahan yang tidak melihat kondisi tanah tersebut. Berbagai jenis tanah memiliki karakteristik masing-masing dan kemampuannya dalam mendukung suatu tanaman untuk tumbuh. Sering, kelapa sawit ditanam di lahan gambut yang mana karakteristik gambut adalah dapat menyimpan air dengan jumlah yang besar.

Dikatakan bahwa kelapa sawit merupaka tanaman yang rakus air. Dampaknya adalah kekeringan pada sebagian daerah karena penanaman kelapa sawit dalam skala besar. Berbagai penelitian mengenai sawit menunjukkan bagaimana sawit "meminum air". 

Harahap dan Darmosarkoro (1999) menyatakan keperluan air kelapa sawit sebesar 1.500-1.700 mm/tahun atau  sebanding dengan tanaman perkebunan lainnya yang dikembangkan pada daerah beriklim kering. Kerakusan sawit disebabkan oleh perakarannya yang dangkal, sehingga mudah mengalami cekaman kekeringan. 

Selain itu, tata kelola air pada lahan perkebunan juga menjadi faktor penyebab lainnya. Penggunaan lahan gambut yang dapat menyimpan air dengan jumlah besar akhirnya dijadikan solusi. Tetapi tanpa menyadari (atau menolak sadar) bahwa kemampuan gambut dalam menyerap air juga bisa hilang. Apalagi jika sudah mengalami kekeringan hingga terbakar. Kemampuannya sudah berkurang dan bahkan tak mampu lagi untuk menyerap air dengan jumlah yang besar. Akhirnya, lahan gambut yang kering tanpa ada air itupun menjadi sebab api yang menjalar.

Kelapa sawit akhirnya dipermasalahkan dengan berbagai tudingan yang juga benar adanya. Tanaman perkebunan ini membuat pembukaan lahan dan (pengambilan) lahan semakin marak. 

Berdampak pada aspek sosial masyarakat. Banyak kasus yang terekspos hingga yang tak bisa bersuara karena perluasan lahan untuk perkebunan sawit. Kemudian, dampak lingkungan karena perluasan sawit juga sangat menyakitkan. Perkebunan monokultur sawit mengurangi kebaragaman hayati. 

Padahal jika mau, bisa dilakukan penanaman pada sela jarak antar sawit (polikultur). Kemudian tentu saja adalah penyebab kebarakan karena mengakibatkan kekeringan. Poin-poin diataslah yang kerapkali menjadi senjata bagi komunitas dan lembaga pecinta alam untuk menghentikan penanaman sawit.

Saya yakin bahwa tak ada yang salah dengan keberadaan suatu tanaman ataupun makhluk apapun di dunia ini. Semua punya sisi manfaat dan mudharat masing-masing. Lantas, datanglah keserakahan manusia yang membuat sisi kebermanfaat tersebut menjadi mudharat. 

Tanpa olahan turunan dari hasil kelapa sawit, mungkin ada beberapa barang yang tak akan ada dirumah kita saat ini. Kelapa sawit tidaklah sebegitu berdosanya, layaknya ganja yang juga tidak tahu apa-apa. Hanya saja, tingkah laku manusia yang membuat mereka seolah menjadi setan yang sebenarnya, demi untuk menutupi kelakuan "setan" yang sesungguhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun