Mohon tunggu...
Wahyu Triono KS
Wahyu Triono KS Mohon Tunggu... Dosen - Peofesional

Founder LEADER Indonesia, Chief Executive Officer Cinta Indonesia Assosiate (CIA) Dirut CINTA Indonesia (Central Informasi Networking Transformasi dan Aspirasi Indonesia). Kolumnis, Menulis Buku 9 Alasan Memilih SBY, SBY Sekarang! Satrio Piningit Di Negeri Tuyul, JK-WIRANTO Pilihan TERHORMAT, Prabowo Subianto Sang Pemimpin Sejati, Buku Kumpulan Puisi Ibu Pertiwi dan menjadi Editor Buku: Jaminan Sosial Solusi Bangsa Indonesia Berdikari (Penulis Dr. Emir Soendoro, SpOT), Buku Reformasi Jaminan Sosial Di Indonesia, Transformasi BPJS: “Indahnya Harapan Pahitnya Kegagalan”, Buku Mutu Pekerja Sosial Di Era Otonomi Daerah, Buku Dinamika Penye-lenggaraan Jaminan Sosial Di Era SJSN, Buku Kebijakan Publik (Teori Analisis, Implementasi dan Evaluasi Kebijakan (Penulis Dr. Chazali H. Situmorang, Apt, M.Sc). Buku BPJS Jalan Panjang Mewujudkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (Penulis dr. Ahmad Nizar Shihab, Sp.An). Buku Kembali Ke UUD 1945 (Penulis Dr. Emir Soendoro, SpOT), Buku KNPI & Pemuda Harapan Bangsa (Penulis Robi Anugrah Marpaung, SH. MH). Menjadi Ketua Umum HMI Cabang Medan 1998-1999, Ketua PB HMI 2002-2004, Koordinator MPK PB HMI 2004-206 dan Wakil Sekretaris Jenderal DPP KNPI 2008-2011.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Politik Pajak

14 Oktober 2015   03:51 Diperbarui: 14 Oktober 2015   04:14 1480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Ketika mendampingi beberapa calon kepala daerah dalam proses tahapan Pilkada serentak beberapa waktu yang lalu, hal menarik yang menjadi perhatian saya adalah berkaitan dengan salah satu persyaratan administratif bagi para calon kepala daerah agar melengkapi foto copy NPWP, tanda terima penyampaian SPTPP dan tanda bukti tidak mempunyai tunggakan pajak dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Pembahasan kali ini berkaitan dengan kepatuhan wajib pajak, kebijakan politik pemerintah yang masih berkutat pada upaya untuk mengejar target pemasukan pajak yang sebesar-besarnya ke kas negara tanpa diikuti pembaharuan dalam birokrasi atau pemungut pajak (fiskus) ditinjau dari aspek politik pajak atau demokratisasi pajak di Indonesia.

Hal lain yang relevan untuk kita bahas adalah pentingnya persyaratan kepatuhan pajak bagi para calon kepala daerah. Apakah hanya sekadar persyaratan administratif belaka atau dapatkah kita memastikan agar para calon kepala daerah menjadi teladan yang dapat menjadi suatu bentuk edukasi bagi wajib pajak dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.

Membajak Wajib Pajak

Seiring dengan menipisnya sumber daya alam, seperti minyak bumi dan gas alam, maka penerimaan dari sektor migas tersebut semakin berkurang. Saat ini sumber utama pendapatan negara dalam APBN yang terbesar adalah dari pajak.

Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk mengejar pemasukan pajak, namun hal itu menyisakan beberapa permasalahan. Pertama, kebijakan perpajakan atau politik perpajakan kita yang terkesan tanpa memperdulikan hak-hak individu serta kebebasan wajib pajak. Politik perpajakan demikian sama sejak zaman kemerdekaan hingga reformasi, terkesan dipaksakan (tergantung keinginan politik pemerintah), serta sangat minim dalam redistribusinya kepada masyarakat, sehingga sulit mengatakan bahwa kebijakan fiskal di Indonesia sudah demokratis. Bahkan cara-cara pemungutan pajak demikian bisa dikatakan sebagai pencurian/perampokan hak milik rakyat atau membajak wajib pajak.

Kedua, kasus pajak menduduki peringkat kedua setelah kasus korupsi yang sedang mewabah saat ini. Dari sejak dahulu, Direktorat Jenderal Pajak terkenal sarat dengan permainan antara para pegawai yang terkait dengan para wajib pajak sehingga menyebabkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap Direktorat ini, bahkan sudah menjalar ke arah ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah. Hal ini membuat masyarakat enggan untuk taat membayar pajak walaupun itu merupakan kewajiban sebagai warga negara yang baik.

Ketiga, ketidakpatuhan wajib pajak timbul apabila wajib pajak tidak mempunyai pengetahuan perpajakan yang memadai, sehingga wajib pajak secara tidak sengaja tidak melakukan kewajiban perpajakannya (tidak mendaftarkan untuk memperoleh NPWP, tidak menyampaikan SPT dan lain-lain).

Hal yang sangat krusial dari kebijakan Direktorat Jendeal Pajak adalah berkaitan dengan upaya terakhir penagihan pajak, melalui penyanderaan (gijzeling) tentu saja harus diberlakukan secara hati-hati kepada penanggung pajak yang memiliki utang pajak sedikitnya Rp 100 juta dan memiliki aset untuk melunasinya, namun diragukan itikad baiknya dalam melunasinya.
Saat ini, Direktorat Jenderal Pajak mencatat bahwa terdapat 15.000 wajib pajak dengan nilai utang pajak Rp 100 juta atau lebih. Khusus untuk wajib pajak badan, termasuk dalam pengertian pengurus yang merupakan penanggung pajak yang dapat diusulkan penyanderaan.

Kehati-hatian dalam upaya penyanderaan (gijzeling) yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dapat dilakukan melalui himbauan secara terus menerus yang disampaikan kepada wajib pajak yang memiliki utang pajak untuk senantiasa melakukan komunikasi dan bersikap kooperatif dengan KPP.

Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak musti terus berupaya untuk menerapkan penagihan pajak dengan memperhatikan itikad baik wajib pajak dalam melunasi utang pajaknya. Semakin baik dan nyata itikad wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya maka tindakan penagihan pajak secara aktif (hard collection) dengan pencegahan ataupun penyanderaan tentunya dapat dihindari. Kemudian, tidak kalah penting lagi tentang penerapan prinsip hukum secara umum bahwa pemungutan pajak secara adil dan sesuai dengan kemampuan membayar (ability to pay) harus diperhatikan.

Dengan demikian, diharapkan Direktorat Jenderal Pajak tidak lagi hanya fokus pada upaya terakhir penagihan pajak melalui upaya penyanderaan (gijzeling) yang bisa jadi akan membajak wajib pajak, dalam artian bahwa wajib pajak akan menutup usahanya karena sudah tidak mampu lagi memodali usaha dan bahkan tidak memiliki kemampuan untuk membayar utang pajaknya, padahal secara umum kebanyakan wajib pajak yang mengalami hal tersebut dikarenakan tidak mempunyai pengetahuan perpajakan yang memadai.

Demokratisasi Pajak
Upaya perbaikan terhadap regulasi perpajakan di Indonesia tentu saja musti terus dilakukan agar regulasi perpajakan tidak mendistorsi ekonomi, dan tentunya jangan sampai regulasi perpajakan justeru merusak iklim investasi dan sektor usaha.

Masa depan politik pajak dan demokratisasi pajak di Indonesia diharapkan akan mengarah pada upaya adanya mekanisme yang mampu mengatasi konflik kepentingan antara wajib pajak dengan pemungut pajak (fiskus), tersedianya wadah bagi wajib pajak untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan fiskal, kesetaraan hukum antara wajib pajak dengan pemungut pajak (fiskus) dan tersedianya akses pengawasan dana yang bersumber dari pajak serta pengawasan atas penerimaan dan alokasi dana pajak.

Para calon kepala daerah yang nantinya akan terpilih sebagai kepala daerah tentu saja juga memiliki peranan yang sangat penting dalam memberikan edukasi terhadap upaya kepatuhan wajib pajak lantaran Pertama, para calon kepala daerah musti dapat memahami bahwa persyaratan adminstratif atas kepatuhannya sebagai wajib pajak harus dimaknai secara luas agar bila kelak terpilih menjadi kepala daerah memiliki pengetahuan yang memadai tentang perpajakan dan mendorong proses edukasi kepada wajib pajak dan masyarakat secara luas agar memiliki kepatuhan dalam membayar pajak, baik itu pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Misalnya, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, maupun pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Misalnya, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, dan Pajak Reklame.

Kedua, para calon kepala daerah yang akan terpilih menjadi kepala daerah musti memiliki keyakinan bahwa kepatuhan para wajib pajak atau masyarakat dalam membayar pajak akan memberikan peranan bagi masyarakat dalam mengontrol pemerintah yang semakin kuat dan demokratis. Pemerintah pun akan menjadi berhati-hati dalam menggunakan uang pajak. Sehingga kondisi pemerintahan cenderung stabil karena mekanisme kontrol dan pengawasan (chack and balances) antara pemerintah dengan masyarakat berjalan dengan baik.

Pada akhirnya, pajak diharapkan akan memiliki dua fungsi yaitu fungsi penerimaan (budgeter) dan fungsi mengatur (regular) yaitu sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah dan mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan sosial.

Penutup
Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan, yaitu dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama.

Partisipasi masyarakat sangat diperlukan terutama kalangan media massa, akademisi (ahli hukum pajak), Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang perpajakan serta pihak-pihak yang memiliki kompetensi dalam kebijakan perpajakan termasuk “drafting” regulasi maupun pengawasan atas penerimaan dan alokasi uang negara (dana pajak).

Dan yang terpenting adalah bagaimana semua pihak dapat mendorong agar pajak tidak membajak wajib pajak dan politik pajak kita atau demokratisasi pajak kita dimasa depan benar-benar dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dan mendorong demokrasi yang mensejahterakan dan memakmurkan masyarakat. Semoga!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun