Mohon tunggu...
Wahdini Siregar
Wahdini Siregar Mohon Tunggu... Penulis - mahasiswi

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Fakultas Tarbiyah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pancasila Pedoman dalam Beretika

12 Desember 2019   21:27 Diperbarui: 12 Desember 2019   21:25 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pancasila Pedoman dalam Beretika

Etika politik adalah cabang dari filsafat politik yang membicarakan perilaku atau perbuatan-perbuatan politik untuk dinilai dari segi baik dan buruknya. 

Filsafat politik adalah seperangkat keyakinan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dibela dan di perjuangkan oleh para penganutnya, seperti komunisme, fascisme, demokrasi. Filsafat tersebut erat dengan nama-nama pendahulu-pendahulunya seperti komunisme oleh Karl marx/fascisme oleh Mussolini dan demokrasi oleh Thomas Jefferson.

Kiranya tidak mencampuradukkan filsafat politik dengan sistem ekonomi yang tumbuh bersama antara keduanya, demokrasi adalah filsafat politik sedangkan kapitalisme adalah sistem ekonomi, kapitalisme adalah sistem ekonomi yang di dalamnya terdapat kepemilikan pribadi atas sarana-sarana produksi, dan perangsang bagi hasil kerja selanjutnya terletak pada kauntungan yang di peroleh si pengusaha.

Komunisme sebagai suatu filsafat perlu di bedakan dengan komunisme sebagai suatu sistem ekonomi, yang tepatnya sosialisme, komunisme adalah suatu filsafat politik yang di barengi sistem ekonomi sosialiame. 

Sebagai suatu sistem ekonomi, komunisme menolak kepemilikan pribadi atas sarana-sarana produksi dan meletakan perangsang bagi hasil kerja selanjutnya semata-mata pada kesejahteraan yang semakin meningkat bagi semua orang, keuntungan sebagai suatu motifnya perlu di tolak bila mana hanya berarti keuntungan pribadi, yang berarti pemupukan kekayaan oleh orang seorang bagi dirinya sendiri semata-mata.

Fascisme sebagai suatu filsafat perlu di bedakan dengan sistem ekonomi korporasi. Sistem ekonomi korporasi adalah suatu bentuk kapitalisme dimana Negara mengatur segala pekerjaan menggantikan serikat buruh dan serikat majikan yang saling bertentangan. Sistem ekonomi korporasi diawasi secara ketat oleh dewan fascis tertinggi. Singkatnya Negara korporasi adalah suatu kapitalisme dengan bentuk pemerintahan diktator.

Norma -- norma tersebut meliputi :
a) Norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk.
b) Norma hukum yaitu suatu sistem peraturan perundang- undangan yang berlaku di indonesia. Dalam pengertian inilah maka pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum di negar Indonesia.

Dilihat dari rumus rangkaian kesatuan sila-sila Pancasila, maka masalah etika dalam hal ini etika politik Pancasila, paling dekat dengan sila kedua. Maka dari itu rumus rangkaian kesatuannya dengan keempat sila yang lain adalah sebagai berikut:

Etika politik Pancasila ialah perilaku atau perbuatan politik yang sesuai dengan Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang bersila ketiga, bersila keempat, bersila kelima, dan bersila kesatu.

Seperti yang kita ketahui, masalah etika adalah masalah nilai; sedangkan postulat tentang nilai Ilmu Filsafat Pancasila adalah hakikat manusia Pancasila. Maka dari itu rumus dari rangkaian kesatuan sila-sila dalam Pancasila yang berkenaan dengan etika Politik Pancasila dimulai dari sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Untuk menjabarkan rumus kunci tersebut ke dalam deskripsi yang cukup jelas mengenai etika politik Pancasila harus disesuaikan dengan keperluannya. Yakni setiap sila pancasila harus dijabarkan ke dalam pengertian-pengertiannya dari yang umum ke yang semakin khusus-konkrit, dan bersamaan dengan itu tidak boleh dilupakan bahwa setiap pengertian jabaran sila-sila Pancasila secara otomatis dikualifikasi oleh keempat sila lainnya.

Contoh kasusnya adalah "bagaimana berkampanye sesuai dengan etika Pancasila?", maka jawabannya ada bermacam-macam, tetapi pada prinsipnya:
Berkampanyelah secara tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, misalnya jangan menggangu keamanan orang lain, jangan merugikan orang lain, hubungan dengan sesama manusia harus dijaga agar tetap baik, jangan sampai bentrok dengan masa partai lain. Langkah ini didasarkan pada sila ke-3

Peraturan berkampanye harus ditaati karena menaati peraturan berarti menaati diri kita semua. Langkah ini didasarkan pada sila ke-4
Pemilu dan khususnya berkampanye itu tujuan akhirnya adalah demi kesejahteraan dan kemakmuran hidup kita bersama, usahakan jangan sampai menghambat usaha-usaha menuju kemakmuran bersama. Langkah ini didasarkan pada sila ke-5

Ketahuilah bahwa semua perbuatan tidak baik yang berdalihkan Pemilu atau berkampanye selalu tidak lepas dari pengamatan Tuhan Yang Maha Kuasa. Langkah ini didasarkan pada sila ke-1.

Inti masalah politik tidak hanya terbatas pada masalah kekuasaan. Tetapi politik adalah masalah seperangkat keyakinan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dibela dan diperjuangkan oleh para penganutnya, yaitu manusia-manusia Pancasila yang sedang berusaha dan berjuang untuk menyelenggarakan suatu kehidupan bermasyarakat, berbagsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila. Itu tadi adalah pengertian "politik" yang ilmiah. 

Di samping itu ada pengertian "politik" yang non-ilmiah, yang prinsip perjuangannya adalah demi kemenangan dalam kekuasaan, masalah nilai kemanusiaan tidaklah penting, kalau perlu "tujuan menghalalkan cara".

Nilai-nilai Pancasila juga tidak selalu dianut, kalau perlu berbuat dan bertindak yang bertentangan dengan Pancasila, bahkan mungkin pula tersembunyi keinginan/ kehendak untuk mengganti Pancasila dengan dasar negara yang lain. 

Jelas ini tidak lah ilmiah, karena tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Pancasila. Sejarah telah menunjukkan bahwa perilaku atau perbuatan politik yang demikian ini tidak akan dan tidak mungkin mendatangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dilihat dari segi "politik" dalam pengertiannya yang ilmiah ini betapa banyak politisi kita yang nampaknya "bermasalah".

Kalau kita perhatikan panggung politik dunia, keakhiran kekuasaan Presiden Sadam Husein yang bisa dinilai tragis dengan berbagai nestapa dibaliknya itu pasti bukan cita-cita Sadam Husein sendiri. 

Demikian pula keakhiran presiden Soekarno dan presiden Suharto yang bisa dinilai "tidak nyaman" dengan berbagai masalah di baliknya itu pasti juga bukan cita-cita beliau. Semua ini menunjukkan bahwa merealisasikan filsafat Politik secara benar yang dibuktikan dengan tetap berpegang pada etika politik dalam pengertiannya yang ilmiah itu sungguh tidak mudah, dan oleh karenanya harus selalu diupayakan. 

Kalau tidak diupayakan dengan sungguh-sungguh, maka hambatan, kesukaran, dan godaan-godaan akan selalu membelokkan para politisi dan orang pada umumnya untuk menjalankan "politik" dalam pengertiannya yang tidak ilmiah, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Filsafat Politik Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun