Mohon tunggu...
Wahda Nurul
Wahda Nurul Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Jember (191910501056)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Utang Luar Negeri di Indonesia

16 Mei 2020   13:10 Diperbarui: 16 Mei 2020   13:13 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sebagai salah  satu sumber pembiayaan pembangunan, utang luar negeri dibutuhkan untuk menutupi 3 (tiga) defisit, yaitu kesenjangan tabungan investasi, defisit anggaran dan defisit transaksi berjalan.

Sisi positif dengan adanya utang luar negeri adalah masyarakat tidak terbebani oleh pajak yang berat. Namun dalam prakteknya untung utang luar negeri perlu dilakukan dengan hati hati, karena bisa menjadi boomerang bagi negara yang berhutang.

Hal ini lah yang terjadi pada Indonesia, karena utang luar negeri yang tidak terkontrol menyebabkan bangsa ini terjebak dalam lingkaran hutang sehingga kesulitan dalam percepatan pembangunan. Bagi negara negara berkemabang (tidak hanya Indonesia) utang luar negeri merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari proses pembiayaan pembangunan dalam masing masing negara.

Kondisi utang luar negeri Indonesia baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya tentu tidak lepas dari kondisi perekonomian sebelumnya. Dengan kata lain, buruknya kinerja perekonornian di tahun-tahun sebelumnya bisa jadi sebagai pendorong munculnya masalah utang luar negeri dewasa ini (Rudi & Rotinsulu, 2016).

Awal mula adanya utang luar negeri di Indonesia adalah pada saat Konferensi Meja Bundar (KMB) yakni pernyataan klausul perjanjian KMB adalah Indonesia harus membayar semua utang-utang warisan Belanda. Kemudian disusul dengan krisis moneter pada tahun 1997 -- 1998 pada masa pemerintahan orde baru.

Pemerintahan orde baru pada masa itu menandatangani LoI (Letter of Intent) dengan IMF sebagai prasyarat mendapatkan pinjaman guna menyelamatkan perekonomian Indonesia. Akibatnya adalah ketika presiden Soeharto lengser, Indonesia tidak hanya memiliki utang luar negeri namun juga memiliki utang dalam negeri.

Setiap pergantian presiden maupun pemerintahan pasti memiliki kebijakan dan program prioritas tersendiri. Terhitung 7 kali pergantian presiden di Indonesia hingga saat ini, utang luar negeri selalu menjadi salah satu alasan untuk menambal defisit anggaran. Kondisi pinjaman luar negeri Indonesia saat ini memang telah mencapai jumlah yang sangat besar dan cukup memprihatinkan.

Tentunya hal ini menjadi pertimbangan atau dilemma tersendiri bagi pemerintah, karena di satu sisi utang luar negeri merupakan jalan untuk menambah defisit negara namun di sisi lainnya pembayaran utang yang telah jatuh tempo menjadi beban tersendiri bagi pemerintah.

Salah satu pilihan terbaik untuk melakukan control dalam menanganu utang luar negeri adalah dengan melakukan investasi modal yang menguntungkan. Dalam jurnal Analisis Kondisi Utang Luar Negeri Indonesia dan Pertumbuhan Ekonomi yang ditulis oleh Alex Ferdian Tamba juga menjelaskan beberapa solusi untuk menekan utang luar negeri agar tidak terus meningkat adalah :

  • Memaksimalkan penggunaan SDA Indonesia sehingga bangsa kita juga tidak terlalu berantung pada negara lain dan dapat mengurangi impor.
  • Mengurangi pemakaian dan belanja negara untuk anggaran anggaran yang tidak penting.
  • Mengurangi subsidi atau menghilangkan subsidi yang kurang penting bagi masyarakat.

Meningkatkan pendapatan negara dari penerimaan pajak, memaklsimalkan hasil penerimaan sumber daya alam, pendapatan bagian laba BUMN, pendapatan BLU, dan hasil dari PNPB lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun