Mohon tunggu...
Wafida
Wafida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan

berdomisili di Kota Pekalongan, seorang Mahasiswi sekaligus mengisi waktu luang menulis untuk menanggapi fenomena dan perubahan sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik

Akal Budi Lahirkan Politik Berbudaya

1 Desember 2022   10:59 Diperbarui: 1 Desember 2022   11:00 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai tujuan membangun negaranya ke arah modernisasi pada bangsanya agar menjadi negara yang maju atau kurang lebih mampu menjadi pesaing negara-negara lain, hal ini tidak akan terlepas dari peran para pejabat negara di bidang politik. Menanggapi dari fenomena sosial budaya politik di Indonesia sejak awal negara ini merdeka sampai tujuh orang yang telah memimpin masih tetap pada sudut pandang kekuasaan bukan pelayanan. Padahal, budaya politik bisa membentuk suatu harapan masyarakat untuk masa depan, komponen keputusan, aspirasi, dan mempunyai prioritas yang bisa digunakan untuk menghadapi kendala dari perubahan sosial.

Fenomena yang dapat diamati adalah pada saat pejabat negara mengadakan acara seremonial, atau ada kunjungan dari pejabat pemerintahan dari negara lain mereka membuat anggaran pertemuan yang menghabiskan banyak dana yang sebenarnya kurang bermanfaat. Karena di negara ini walaupun kekuasaan tertinggi di tangan rakyat, namun rakyat sebagai pihak yang dikuasai, bukan sebagai pihak yang menguasai. Akhirnya, rakyatlah yang harus memberikan pelayanan kepada para penjabat tinggi negara. Rakyat yang memberikan penghormatan kepada pemerintah agar terjamin kehidupannya, padahal melayani rakyat merupakan kewajiban aparatur negara.

Lalu bagaimana korupsi ini, membudaya di Indonesia? Apakah semua para aparatur negara diam-diam melakukan tindakan korupsi dan masing-masing akan terungkap pada waktunya? Atau apakah semua ini, memiliki benang merah yang bisa ditarik, yang menuju pada perintah presiden negara? Oleh karena itu, penulisan ini akan membahas budaya politik yang timbul dari akal budi para pejabat negara.

Apabila ingin mewujudkan masyarakat yang berkehidupan berpolitik dan bernegara agar mempunyai suatu sistem budaya politik yang jujur, adil, santun, bertanggung jawab dan beretika. Maka, tanggung jawab kita sebagai masyarakat haruslah sesuai dengan hak dan kewajibannya tentang bagaimana cara berperan, berpartisipasi atas dasar kesadaran politik pada dirinya dalam kehidupan politik kenegaraan yang nantinya akan terwujud negara Indonesia yang lebih baik. Kemudian cara kerja para pejabat dalam mengatur sistem pemerintahan ini, setiap individu memiliki kesadaran moral, berpendidikan serta beretika dalam berpolitik. Sehingga masalah klasik seperti korupsi tidak menjadi budaya paling mahal di Indonesia, karena dalam tatanan kehidupan politik yang demokratis ini, mengatasi hal itu salah satunya dengan merubah akal budi para pejabat negara.

Pada era kebebasan berpolitik saat ini, setelah masa kelam yang dilalui usai reformasi, negara Indonesia memasuki zaman dimana dari era otoritas ke era demokrasi. Perubahan masa tersebut telah mengubah bidang kehidupan termasuk pada tatanan politik. Akan tetapi, faktanya banyak aparatur negara yang masih menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apapun yang mereka inginkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok partai politik.

Kurangnya nilai-nilai moral dan etika dari buah akal budi para aparatur negara yang menjadi budaya di Indonesia yaitu korupsi, yang membuat rendahnya diri mereka dan harus kita akui bahwa kecenderungan tindakan ini dari pejabat kalangan elite politik. Masyarakat diberikan kenyataan bahwa yang mereka lakukan dalam berpolitik tidak dengan etika bagaimana semestinya menjadi orang yang amanah untuk negara, mereka berpolitik tanpa rasionalitas, tidak mengutamakan kepentingan untuk Indonesia, selalu emosi tanpa ambisi, dan kerja keras mereka hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Dan kurangnya kepedulian terhadap konflik masyarakat maupun negara dan semakin bertambahnya budaya kekerasan, yang terjadi tidak hanya pembunuhan karakter antar pemimpin nasional dengan isu pribadi tapi justru politik kekerasan.

Hal yang penting untuk di garis bawahi dalam praktik korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi yang bertujuan memperkaya diri. Hal ini bukan termasuk fenomena baru dan dalam perkembangan korupsi tidak ada batasan ruang, hanya saja terdapat perbedaan pada kuantitas dan kualitasnya. Sama hal nya yang terjadi negara-negara lain dengan tingkat korupsi tertinggi di dunia, negara berkembang seperti Indonesia justru praktik korupsi dan banyaknya koruptor telah tumbuh dengan subur. Kemudian potensi untuk melakukannya pun tidak mengenal satu penganut agama tapi merata di hampir semua agama resmi di Indonesia, dan siapa pun dan dimana pun semua orang memiliki peluang untuk bisa membumikan korupsi.

Orang yang berkecimpung di dunia politik di zaman yang sekuler, materialis, dan hidup di lingkungan masyarakat yang kapitalis menandakan bahwa mereka yang hidup harus bekerja keras agar berhasil atau setidaknya memiliki kekayaan yang bisa diperlihatkan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Penyakit dari akal budi ini adalah persepsi pada kekayaan, yang mendorong untuk menjadi semakin kaya raya agar terlihat telah berhasil dimata publik. Korupsi merupakan cara yang salah karena merugikan perekonomian negara, ketika mereka melakukan untuk memperoleh sumber kekayaan. Dan, korupsi ini termasuk pada masalah pencurian dan penggelapan yang menjadi kesalahan cara pandang yang lahir dari akal budi para koruptor yang mereka lakukan dan terus mengakar sehingga sangat sulit menuntaskannya karena telah menjadi budaya berpolitik di Indonesia.

Kasus korupsi pun ada faktornya yang menjadi penyebab para pemimpin negara ini tergoda dengan kekayaan negara. Salah satunya adalah tidak adanya hukum yang keras, pola pikir yang menjijikan terhadap uang dan ketidaksiapan memimpin dari awal sebelum mereka menjabat. Dan korupsi ini senantiasa walaupun yang tertangkap satu orang, tapi banyak melancarkan aksi tindakan korupsi ini, tidak mungkin hanya individu pasti suatu kelompok yang bekerja sama demi mendapatkan keuntungan dengan bekerja serapi mungkin dengan kedudukan, kekuasaan dan jabatan mereka para oknum ini memilih berlindung dibalik fakta dengan hukum yang bisa terbayar dengan milyaran uang. Karena petinggi negara menghakimi sesama petinggi negara selamanya tidak akan relevan, malah akan ada penghapusan hukuman. Kenapa? Karena sistem pemerintahan politik yang ada pada era sekarang sudah diduduki oleh oknum-oknum atau politisi yang bekerja sama demi memperkaya diri sendiri, mereka mendapatkan posisi atau jabatan sebagai kesempatan, dan melakukan aksi korupsi diwaktu yang tepat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun