Mohon tunggu...
w rahman
w rahman Mohon Tunggu... profesional -

lahir di Cilacap, tinggal di Depok, Jawa Barat. belajar menyelami ilmu sedekah; sedekah ilmu, sedekah harta dan lain-lain... serta menjadi suami, ayah yang baik, manfaat buat sesama.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pak Sony dan Sikap Penerimaan ‘Yang Lain’

22 Agustus 2012   06:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:28 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Baru saja, saya menerima tamu yang tetangga sebelah. Dia beragama nasrani. Tapi ternyata turut serta merasakan kebahagiaan lebaran dengan mengucapkan selamat kepada kami keluarga yang muslim dan mengunjungi tetangga-tetangga lain dengan meminta maaf atas segala kesalahan.

Sony, sebut saja demikian nama tetangga saya itu. Saya pun menerima pak Sony dengan baik dan mengajak cerita seputar lebaran dan ngalor ngidul obrolan khas ala bapak-bapak... he he...

Bukan bermaksud saya menyinggung soal agamanya apa dan bagaimana. Namun di sini yang ingin saya tekankan adalah sikap saling menghargai dan menghormati sesama manusia dengan cara memberi ucapan selamat atas perayaan agama, jelas sebuah sikap yang perlu dikembangkan. Bukankah, kita ini hidup di negara yang plural dan majemuk. Tentu sikap penghargaan terhadap kemajemukan dan dan penerimaan terhadap sang 'liyan' menjadi sikap yang niscaya diterapkan dalam kondisi bangsa seperti Indonesia.

Sikap seperti pak Sony, saya kira menjadi contoh bagi kita semua, meski ia berbeda agama, namun merasa bahwa dengan silaturrahmi (mengunjungi tetangga) dan kemudian saling bermaafan, serta saling ridho dan juga memberi maaf satu sama lain adalah sebuah harapan bagi kehidupan keagamaan dan meretas kerukunan di sekeliling kita.

Bukan jamannya umat satu agama mencemooh umat agama lain. Kemudian merasa bahwa dirinya (dan agamanya) yang paling benar, hingga memunculkan sikap eksklusif serta menutup diri dari pendapat dan masukan orang lain. Ini yang berbahaya bagi kehidupan kemajemukan seperti di Indonesia. tak pantas orang seperti demikian hidup di Indonesia.

Pentingnya Qabulul Akhar

Saya jadi teringat sebuah buku berjudul asli Qabulul Akhar: Min Ajli Tawashuli Hiwaril Hadlarat karya Milad Hanna yang sudah diterjemahkan versi Indonesia dengan judul "Menyongsong Yang Lain Membela Pluralisme" (2005). Dalam buku tersebut, Hanna mengajak dan mengampanyekan pentingnya budaya menerima atau menyongsong pihak lain yang berlainan budaya, agama, bangsa, dan bahasa.

Sebenarnya sikap penerimaan dan pemosisian jalan tengah ini menjadi bentuk yang perlu di kembangkan di negeri plural macam Indonesia. di saat ada sebagian kalangan (agama) yang 'mutlak-mutlakan' serta emoh melakukan budaya kompromi dan menerima perbedaan, sikap pak Sony tetangga saya itu dan juga apa yang menjadi pemikiran Milad Hanna dalam buku tersebut penting menjadi acuan kehidupa kita.

Saya kutip beberapa bagian dalam buku tersebut, (sebagaimana konteks latarnya, di Mesir): (di) Mesir memiliki pengalaman menarik mengenai budaya Qabulul Akhar (menyongsong/menerima yang lain). Istilah umum yang dipakai Mesir untuk menggambarkan relasi yang kuat dan hangat antara dua agama besar (Islam dan Kristen) adalah "persatuan nasional" (al Wihdah al-wathaniyah). Bagi Hanna, selama ini 'konflik' dua pihak ini bisa diminimalisir tapi tidak bisa dihentikan kecuali kalau kedua belah pihak memiliki tekad untuk menghidupkan budaya Qabulul Akhar.

Demikian, sebuah cerminan saja. Semoga menjadi renungan kita bersama. Selamat berlebaran dan berIdul Fitri dengan sikap penerimaan terhadap perbedaan serta 'sang liyan'.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun