Mohon tunggu...
Wahid Nur
Wahid Nur Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Become

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilpres bareng Pildun 2014

2 Juli 2014   05:42 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:53 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berbarengan dengan perhelatan Pildun (Piala Dunia) 2014 Brasil, Pilpres 2014 akan semakin terasa berbeda, jika saja mengemuka kabar, kedua pasang calon punya jago masing-masing, tim negara mana yang akan menjadi juaranya nanti. Tambah seru pasti. Masing-masing capres-cawapres, nomor urut 1 maupun nomor urut 2, bagi keduanya, tim negara mana yang akan menjuarai Piala Dunia 2014 Brasil, akan berposisi sama seperti halnya keduanya yang kini sedang bertarung menjelang pemilu 2014. Ibarat laga menuju tangga final Piala Dunia 2014, tanggal 9 Juli adalah pentas pertandingan puncak dan sekaligus dari sana akan diketahui, seperti lirik lagu... “Siapa yang Jadi Juaranya”. Penantian menuju puncak juara, sekarang inilah kampanye digelar, bersamaan dengan cukup semaraknya Piala Dunia 2014 Brasil.

Dari selama pertandingan yang sudah digelar, pertandingan (penyisihan Grup A) antara Brasil melawan Meksiko (18/6) bagi saya itu pertandingan yang sangat menarik, seru. Kedua tim saling serang, tapi tanpa berhasil mencetak gol sampai akhir pertandingan. Hasil 0-0 antara Brasil vs Meksiko, seolah mewakili para pandidat ketika tampil dalam acara Debat Capres-Cawapres. Kali pertama, Debat yang menghadirkan dua pasang calon, menyampaikan visi, misi terkait soal Pembangunan Demokrasi, Pemerintahan yang Bersih, dan Kepastian Hukum. Kali kedua, Debat menyoal tentang Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial. Kali ketiga, Debat dengan tema Politik Internal dan Ketahanan Nasional. Kali keempat, Debat bertema Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Iptek. Siapa tampil dan berhasil menyakinkan publik, masing-masing kubu punya penilaian, alasan, untuk mengatakan yang satu atau yang dua. Bagaimana publik menilai dari acara Debat Capres-Cawapres itu hasilnya juga sama, tergantung siapa mendukung yang satu, siapa mendukung yang dua.

Sebagai tuan rumah, Brasil cukup banyak dijagokan sebagai calon juara. Namun, bila mengengok kembali, pada laga pertandingan pembuka antara Brasil vs Kroasia (13/6), laga berlangsung kontroversial. Terutama keputusan wasit asal Jepang, ketika Brasil dihadiahi pinalti. Publik penggemar bola menilai, wasit sebagai pemimpin pertandingan seperti menaruh kesatu pihak, berat sebelah, tidak berimbang. Masa kampanye yang tengah berlangsung, terutama lewat media televisi, terbaca juga demikian. Kuat bertendensi, memihak. Kepentingan siaran televisi, bukan untuk memberitakan secara berimbang, tetapi sudah berkubu-kubuan. Ya, pantas saja begitu, mengingat siapa pemilih televisi itu. Pastinya mereka adalah para pemimpin Partai yang mendukung kesalah satu calon. Jadinya televisi yang ia punya digunakan sebagai corong kampanye salah satu calon. Wasit, dimana wasit, ketika kini televisi yang satu dengan televisi yang lain jadi payah dalam pemberitaan. Apa tidak berani bertindak tegas!

Meksiko bisa dibilang sebagai tim “kuda hitam”, yang tergabung dalam Grup A. Saat melawan Brasil, Meksiko tampil cukup menawan, mampu menghadang serangan lawan. Beberapa kali tendangan dan sundulan pemain depan Brasil, mental dihadapan kiper Meksiko. Orang bakal banyak yang setuju, dialah pemain utama dalam pertandingan itu. Man of The Mach. Meski sama-sama tidak kebobolan, tetapi dibandingkan Julio Cesar, kiper Brasil, Guillermo Ochoa, kiper Meksiko lebih handal menjaga gawang. Permainan ala Jogo Bonito, seolah hilang ditengah permainan. Seperti tanpa taji yang sama saat melawan Krosia, Brasil dibuat tak berdaya menembus gawang Meksiko yang dikawal Guillermo Ochoa.

Meksiko, jika demikian adanya, disebut sebagai tim “kuda hitam”, ini susah dikenali kenapa term tersebut dikatakan demikian kepada tim Meksiko maupun kepada tim mana pun. Dasarnya apa, tim dikatakan seperti itu? Padahalterm, label “kuda hitam” lebih cenderung bermakna negatif, penyebab dibalik peristiwa buruk. Dalam dunia politik kuda menjadi kambing. “Kambing hitam” terkadang dicari-cari, sebagai sasaran dimana suatu peristiwa buruk itu terjadi. Mencari “kambing hitam” dari sebab suatu peristiwa yang sebenarnya dia tidak bersalah, atau terlibat, tetapi lantaran dalam belitan kepentingan, kekuasaan terutama dalam dunia politik, dia dipersalahkan atau dijadikan tumpuan kesalahan. Siapa yang menjadi sasaran tembak dan serangan kesalahan, akan juga menyeret pihak lain yang masih bertalian dengannya, baik secara institusi, lembaga, partai maupun pertemanan. Sudah banyak kasus yang menyeret banyak pihak, yang baginya dia tidak terlibat. Misalnya kasus HAM 1998 yang belum tuntas sampai hari ini. Publik masih ingin tahu kejelasan kasus itu. Kalau memang tidak terlibat, sertakan bukti seterang-terangnya.

Sejenis dengan yang hitam-hitam, masa kampanye Pilpres 2014 sekarang ini juga diwarnai dengan banyaknya kampanye hitam. Black Campaint. Entah dengan menyudutkan pasangan nomor urut 1 atau menonjolkan pasangan nomor urut 2, begitupun sebaliknya. Kampanye hitam sebagai cara buruh dalam berdemokrasi, rupanya masih kerap digunakan sebagai alat untuk meruntuhkan salah satu calon. Ini tanda, bahwa segala cara, dalam politik masih menjadi dalil halal dilakukan. Meski sudah diserukan, dilarang, dihujat, dikutuk, namanya kampanye hitam masih kerap terjadi. Obor Rakyat, misalnya. Yang hitam-hitam dalam dunia sepak bola maupun dunia politik, kerap tampil sebagai bumbu yang tak diharapkan masuk, hadir, tapi nyatanya tetap ada dan menyeruak, mengemuka mempengaruhi jalannya pertandingan maupun jalannya masa kampanye Pilpres 2014.

Ada kalanya terjadi dalam pertandingan Sepak Bola itu berakhir skor seri. Ketika selama 2x45 menit masing-masing tim tidak mampu melesatkan gol ke kendang lawan, dan akhirnya untuk menentukan siapa yang juara, pertandingan dilanjutkan dengan adu pinalti. Dalam pemilihan Pilpres 2014, yang ada dua pasang calon, mungkinkan adu pinalti itu terjadi dalam pemilihan 9 Juli nanti? Ya, jika memang sepadan kedudukan antara adu pinalti dan pertarungan dua pasang calon dalam memperebutkan kursi Presiden dan Wakil Presiden untuk Indonesia lima tahun kedepan. Bedanya, penentu kemenangan bukan terletak pada lima pemain utama penendang laga adu pinalti, bukan pula ditentukan oleh para partai koalisi, tetapi ditentukan oleh seluruh pemilih negeri ini.

Kita berharap Pilpres 2014 mampu melahirkan pemimpin untuk Indonesia yang lebih baik. Selama kampanye bermainlah secara fair. Politik bukan sebagai ajang permainan olah bola. Rakyat berharap tidak ditempatkan sebagai suporter, atau menjadi bahan hitung-hitungan diatas kertas. Suara rakyat bukan lantas luruh menjadi voters belaka. Pemimpin itu adalah yang dekat dengan rakyat, tidak umbar janji bergelimpang nominal uang, layaknya saudagar. Tidak seperti sepak bola yang sudah jadi industri, guna membenahi negeri, harus diiringi dengan ekonomi yang memang mendukung rakyat supaya mandiri; “Berdiri di kaki sendiri”, begitulah kata Soekarno.

Perhelatan akbar Piala Dunia 2014 Brasil masih berlangsung, siapa menjagokan tim negara mana, terserah, itu pilihan Anda. Menarik untuk terus menyaksikan tim-tim negara yang sudah kondang (ngebet), jadi calon juara. Tapi jangan dikira tidak, kejutan justru muncul dari tim-tim negara kawasan Afrika dan Amerika Latin, Meksiko salah satunya.

Setelah lolos penyisihan grup, sebagai runner up Grup A, Meksiko bertemu Belanda di laga 16 besar. Dalam pertandingan itu (29/6), Meksiko menerima kekalahan 2-1 atas Belanda. Jika saja Arjen Robben tidak ‘overacting’, yang berimbas pinalti, akan lain ceritanya. Tapi, ya begitulah sepak bola, punya banyak cerita, suka atau tidak suka. Akhirnya Belanda melaju ke babak selanjutnya, dan berakhirlah Meksiko. Belanda boleh saja menang, tapi kemengan itu bisa jadi bukanlah menjadi kemenangan yang membanggakan. Meksiko meski kalah, tapi kekalahan itu bukanlah kekalahan yang pantas. Sekali lagi wasit menjadi penentu dalam setiap jalannnya pertandingan.

Kalau diandaikan bahwa Pilpres itu merupakan ‘pertarungan’ antara dua pasang calon, siapa wasitnya? Wasit jelas tidakmemihak ke salah satu calon, tapiia berdiri sebagai palang pintu utama atas jalannya pesta demokrasi. Siapa yang mau berdiri sebagai wasit? Rakyat kah?

Selamat Berpuasa. Ramadhan 1435 H.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun