Mohon tunggu...
Vyneez
Vyneez Mohon Tunggu... Dokter - Ya, kemudian?

Pembaca ulung, penulis pemula.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Orde Kamu(?)

5 April 2019   20:04 Diperbarui: 5 April 2019   23:03 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak orang mengutip Brecht untuk memulai uraian politik, namun tentu saja sedikit yang tahu bahwa Brecht memulai tindakan politisnya dari estetika panggung kesenian, literasi, yang akhirnya menggaung pada kancah ilmu politik. 

Di Indonesia, tindakan tindakan Brecht diambil dengan lugas dan tajam di Indonesia oleh salah satu seniman seni pertunjukan yaitu N. Riantiarno lewat Teater Koma. 

Selama masa orde baru Teater Koma melawan rezim otoritarian Soeharto dan menyebarkan sikap dan kesadaran politis lewat estetika panggung dan pemahaman epic theatre yang digagas oleh Bertold Brecht. 

Namun apakah kesenian bisa menembus kemunafikan--terlebih lagi lapisan kebodohan dan agitasi serta propaganda yang diternak oleh Orde Baru selama 32 tahun? Tentu saja, namun apakah signifikan? Tentu saja tidak. Kesenian hanyalah percikan api untuk mengobarkan semangat juang, sekadar memberikan kesadaran atas kealpaan, dan menyibakan kabut kebodohan, terlepas dari itu pendidikan dan empati adalah hal yang kemudian meruntuhkan rezim ini di tahun 1998.

Semangat reformasi kemudian melambungkan nama, keinginan masyarakat untuk menghapus dwi fungsi abri (TNI) kemudian terealisasikan, TNI kembali ke barak dan menjadi simbol pertahanan yang membanggakan, bukan lagi di pakai sebagai alat opresi penguasa untuk menyelesaikan keinginan dan nafsu hewani mereka, TNI kembali menjadi sahabat dan pelindung masyarakat.

Tidak berhenti disitu kekaguman masyarakat terhadap TNI muncul akibat simpati atas pemecatan Menkopolhukam Susilo Bambang Yudoyono, yang akhirnya merebut kemenangan dan menjadikannya presiden pada pemilu 2004 bermodalkan 7% suara dari Partai Demokrat dibawah Golkar dengan perolehan 14% suara. SBY berhasil memenangkan dua pemilu dan turun dari jabatan presiden di tahun 2014 dengan kesan negatif, menjadi presiden yang disebut 'baperan' dan kader kadernya terlibat korupsi proyek hambalang.

Di tahun 2005 Pria ceking pengusaha mebel dengan wajah ndeso bersama PDIP dan PKB berhasil memenangkan pilkada Surakarta, lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada itupun berhasil menduduki posisi sebagai Walikota Surakarta, dan dengan kerja keras, relasi politik, serta kesungguhannya pada tahun 2012 bersama Basuki Tjahja Purnama laki-laki bernama Joko Widodo ini berhasil memenangkan pilkada dan menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Tahun 2014 bersanding bersama Jusuf Kala, si ceking ini kemudian menjadi Presiden Indonesia ke-6, gaya kepemimpinannya masih sama seperti kala ia memimpin perusahaan mebel, menjadi walikota, ataupun Gubernur, ia masih pekerja keras, sederhana, penyabar, dan solutif. 

Sejarah Jokowi dalam peta politik Indonesia sangat terang benderang, akan tetapi lawan politiknya kerap kali berjalan di kegelapan untuk menjatuhkan cintranya, baik menyebut dirinya antek Cina (keturunan Cina), Komunis, Liberal, dan berbagai hinaan yang rasanya tidak patut ditulis disini.

Selama kepemimpinan beliau baik sebagai gubernur DKI ataupun Presiden Republik Indonesia, satu persatu masalah bisa teratasi, pembangunan dilakukan dan tekanan terhadap tindakan korupsi terus dipacu, Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri, ditakuti negara lain, dan dihormati di pergaulan internasional. Memimpin 200juta jiwa di tanah Indonesia bukanlah hal mudah, dengan kerja keras dan kesungguhan serta keikhlasan tidak ada yang tidak bisa dilaksanakan.

Potret Karir Jokowi adalah potret dari self made man yang berhasil membangun dirinya sendiri kala terbebani dengan jabatan jabatan bombastis, Jokowi adalah orde kamu, dimana setiap masyarakat, termasuk saya berperan aktif dalam membangun negara. 

Jika partai Nasdem dengan bangga menulis JOKOWI ADALAH KITA, bisa diartikan bahwa untuk menjadi pemimpin kita tidak perlu lahir dari keluarga yang kaya/born with a silver spoon, atau menjadi jenderal, atau sekolah di luar negeri, menjadi pemimpin adalah pembelajaran seumur hidup, ketegasan, keikhlasan, serta kesungguhan dalam bekerja dan mengorbankan diri for a greater good. 

Melihat Jokowi, memberikan harapan bahwa setiap individu dengan kesungguhan hati dan kerja keras pasti bisa mencapai impiannya, dengan melihat Jokowi kita bisa memiliki keyakinan bahwa setiap anak memiliki hak yang sama di Indonesia untuk berhasil. Dengan melihat Jokowi kita tahu bahwa keberhasilan bisa dicapai dengan kejujuran, tanpa harus menebarkan fitnah dari kegelapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun