Mohon tunggu...
Vincentia Roseline Andi
Vincentia Roseline Andi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswa

thankyou, sorry, excuse me.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membangun Kesadaran terhadap Perkosaan dalam Pernikahan

12 September 2019   11:23 Diperbarui: 4 November 2019   14:37 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Selain itu, ada juga kasus yang disebabkan manipulasi suami terhadap istrinya. Merendahkan dengan menganggap istri 'tidak becus melayani di ranjang' sehingga muncul ancaman mencari wanita idaman lain sering kali terjadi.

Persoalan marital rape mendapat pertentangan dari beberapa kalangan, sebagian orang menganggap bahwa marital rape adalah hal yang tidak masuk akal.  Penyebabnya adalah stigma masyarkat sendiri. Banyak orang keliru dengan menganggap bahwa kalau sudah menikah, berarti pria bebas berhubungan intim dengan istrinya kapan pun ia mau. 

Hal ini disebabkan oleh adanya konsep budaya patriarki dalam masyarakat. Sejak lama wanita dianggap sebagai objek pemuasan seksual yang pendapat atau keinginannya tidak penting. Akibatnya, sering muncul asumsi 'untuk apa menikah' ketika istri menolak ajakan berhubungan badan.

Nursjahbani Katjasungkana, seorang aktivis perempuan Indonesia mengungkapkan bahwa beberapa kelompok agama, terutama Islam konservatif menganggap bahwa melalui perkawinan, maka istri harus menyerahkan jiwa dan raga kepada suami, termasuk untuk layanan seksual. 

Hal ini diperkuat oleh pernyataan salah satu pemuka agama di stasiun TV swasta yang secara gamblang menyatakan bahwa ketika suami ingin dilayani, maka istri harus dapat melayani dengan kondisi apapun, cukup diam dengan posisi tiduran. 

Pernyataan tersebut diperkuat dengan salah satu hadist yang menjelaskan tentang tugas istri atas suami mereka di atas ranjang. Padahal, pemahaman tentang hak dan kewajiban suami-istri menurut agama tidak bisa diintepretasikan hanya dengan berpegang pada salah satu hadist.

Hubungan seksual yang sehat adalah yang didasari oleh 'mau sama mau'. Rangsangan dan timing pria dan wanita jelas berbeda karena didasari oleh dua hormon yang bertolak belakang.  Edward O. Laumann, PhD., profesor bidang sosiologi University of Chicago dan penulis buku The Social Organization of Sexuality: Sexual Practices in the United States, hasrat seks wanita sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan konteks. 

Memahami bagaimana cara kerja hasrat seksual antara dua insan berlainan jenis ciptaan Tuhan, akan membawa Anda kepada tingkatan hubungan yang lebih baik dan saling mengerti satu sama lain. Maka para ahli percaya, hubungan seks yang sehat akan memengaruhi kesehatan seseorang secara keseluruhan.

Konsep masyarakat patriarki yang kuat dan didorong dengan pemahaman agama yang instan membuat masyarakat Indonesia menutup mata dan telinga atas hak dan kewajiban pasangan secara konkret. Minimnya kepedulian terhadap diri sendiri membuat implementasi penyetaraan gender semakin sulit dilakukan. 

Sex education yang masih tabu juga membatasi terbukanya pola pikir masyarakat tentang apa yang boleh, tidak boleh, dapat dimaklumi dan tidak dapat dimaafkan. Terlebih, watak perempuan Indonesia yang pada dasarnya 'terima-terima saja' membuat marital rape semakin asing di telinga masyarakat.

Pemahaman tentang marital rape harus dibentuk sedini mungkin. Masyarakat terutama perempuan harus mengerti hak dalam menjalankan kewajiban mereka sebagai istri. Begitupun sebaliknya, laki-laki juga harus mengetahui batasan dan memahami pasangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun