Sudah tiga hari ini, hujan deras mengguyur kota Bandung. Setiap habis hujan, sampah yang dibawa air entah darimana, berserakan di jalanan. Membuat orang-orang malas ke luar rumah. Pedagang-pedagang dadakan di bulan puasa pun batal menggelar dagangannya. Nampaknya buka puasa tidak lagi dengan yang segar-segar, tetapi dengan yang hangat-hangat.
Portal-portal berita memberitakan banjir di mana-mana. Bekasi, Bandung, Balikpapan, dan masih banyak tempat-tempat lain di negara Konoha yang terendam banjir sampai diatas hitungan tinggi badan normal manusia.Â
Negeri yang tadinya dikenal hanya memiliki dua musim saja, yaitu musim kemarau dan musim hujan, nampaknya sudah harus menambah satu musim lagi, yaitu musim banjir. Karena sudah belasan tahun, banjir besar seperti yang terjadi di mana-mana di negara ini, menjadi sesuatu yang berulang.
Walau tidak bisa dimaklumi, namun terpaksa rakyat harus memaklumi. Istilah halusnya berdamai dengan keadaan, katanya.
Selintas, terbaca di media sosial menyerukan "Pray for Bekasi". Mungkin di tempat lain pun sama saja, penduduk kotanya menuliskan "Pray for Bandung", "Pray for Balikpapan", "Pray for Purwakarta", dst.
Intinya berdoalah untuk para korban banjir di kota-kota yang terdampak.
Namun tak ditemukan seruan "Pray for government".
Jangan-jangan, rakyat tidak berdoa untuk pemerintah, supaya pemerintah menemukan cara agar banjir jangan menjadi suatu musim yang datang berulang dan nyaris rutin.
Jangan-jangan, rakyat tidak berdoa untuk para pemimpin negeri, supaya mereka dapat merancang ulang infrastuktur negeri yang semrawut.
Jangan-jangan, rakyat tidak berdoa untuk para pemangku kebijakan agar mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan benar sehingga rakyat tidak dirugikan, terutama akibat adanya musim banjir.