Menteri dan artis nyaleg? Wajar! Salah satu syarat yang pernah saya baca adalah: para caleg sebaiknya sudah mempersiapkan diri untuk dikenal oleh masyarakat, minimal dua tahun sebelum waktu pemilihan. Ya, kalau tidak salah dikatakan dua tahun sebelumnya. Tujuannya agar dikenal oleh masyarakat.Â
Persyaratan itu mungkin adalah persyaratan tak resmi, namun masuk akal juga. Kalau tidak ada caleg yang dikenal, jangan-jangan asal pilih yang paling atas, paling bawah, paling ganteng, paling cantik, yang sesuku, yang seagama, yang namanya sama, atau hitung kancing terserah berhentinya nanti pada caleg nomor berapa.
Persiapan nyaleg bisa berupa membuat dan menjalankan program yang berguna bagi masyarakat, agar namanya diingat oleh masyarakat. Misalnya membangun tempat wisata gratis di setiap kecamatan, mengatasi masalah sampah yang kian hari kian tak terurus di kota A, mengatasi masalah kemacetan kota dengan cara yang kreatif dan berdampak positif, dll.
Tetapi, apakah semua bakal caleg mau mempersiapkan diri jauh-jauh hari seperti itu supaya dikenal dan diingat? Kalau iya, ya bagus. Kalau gak?
Memanfaatkan ketenaran yang sudah dimiliki, bisa jadi modal bagi caleg. Mereka gak perlu lagi susah payah membuat diri dikenal dan diingat masyarakat, karena toh masyarakat sudah mengenal mereka.Â
Tidak semua orang suka untuk mengikuti informasi dan berita politik. Ada banyak masyarakat yang tidak peduli dengan siapa nama-nama caleg, terutama caleg di daerah. Termasuk saya!Â
Tetapi setidaknya saya masih akan bertanya pada orang-orang sekitar yang sealiran dengan saya, tentang siapa caleg yang "pantas" dipilih. Atau mulai baca-baca di hari-hari menjelang waktu pemilihan.
Itulah "jalan pintas" yang biasanya saya tempuh. Kalau pun gak sempat, ya seingatnya saja. Nama-nama yang pernah terbaca di jalan karena spanduknya banyak, mungkin akan jadi pilihan. Daripada gak memilih sama sekali.
Dulu, pernah ada seorang ibu yang datang ke toko kami, mengkampanyekan nama salah seorang caleg dan bertanya tentang siapa yang akan dipilih oleh ayah saya.Â
Kebetulan saat itu si ibu bertemu dengan ayah saya, dan saya yang menguping di belakang ayah saya. Jawaban ayah saya cukup cerdas menurut saya. Begini jawabannya:Â