Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Egois Boleh, Tetapi Cobalah Pertimbangkan Orang Lain!

31 Desember 2022   15:57 Diperbarui: 31 Desember 2022   16:07 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: buang sampah sembarangan | sumber: dprd-kotimkab.go.id

Hari masih pagi ketika aku mulai membuka pintu dan jendela. Sebuah kegiatan rutin yang kulakukan setiap pagi setelah menempati rumah peninggalan orang tua di kota kelahiranku. Rumah masa kecil tempat aku pulang.

Terdengar suara sapu lidi yang saling beradu. Nampaknya ada orang yang sedang menyapu. Seorang lelaki bertopi, agak tinggi sedang menyapu, menggiring sampah-sampah dari arah lain, ke arah rumahku. Aku berdiri di teras menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. 

Si lelaki tetangga ini kemudian menolehkan kepalanya ke arah pintu rumah bagian dalam, dimana aku sedang berdiri memperhatikannya. Seperti salah tingkah, kemudian dia pun melanjutkan menyapu sebagian kecil sampah-sampah yang berserakan di luar pagar rumah kami. 

Kelihatan sekali dia baru menyadari kehadiranku. Aku pikir baguslah dia menyapu juga sampah-sampah kecil di luar pagar rumah kami. Sejak kehadiran mini market di sebelah rumah, semakin sering sampah berserakan di depan rumah kami. Entahlah mengapa bangsa ini tidak pernah sadar diri untuk tidak membuang sampah seenaknya. 

Padahal ini sudah jaman digital! Si lelaki tadi kemudian menumpuk sampah yang dia giring dari arah lain tepat di depan pagar rumahku, dan kemudian pergi. Oalah...maksudnya??

Rasanya aku mengenal lelaki tadi, walaupun mukanya sedikit tertutup topi. Tetangga lama dari semenjak aku kecil. Mataku pun mencari kemana lelaki tadi pergi. Namun, dia sudah menghilang entah kemana. Dengan kesal, aku ambil sapu lidi di halaman dan menggeser tumpukan sampah itu sedikit agak ke tengah dan agak menghalangi jalan.  

Aku pikir kami penduduk yang rumahnya di pinggir jalan membayar jumlah yang lebih besar untuk biaya kebersihan dibandingkan dengan para tetangga yang tinggal di dalam gang di belakang rumah kami. Mengapa pula sampah dari tempat lain ditumpuk di depan rumah kami?!

Pernah suatu kali, aku baru pulang dari seharian menengok keluarga yang sakit di luar kota. Ketika pulang, bau yang tidak enak tercium membuat mata ini bergerak mencari sumber bau. Rupanya ada beberapa kantong sampah hitam besar tergeletak di trotoar depan rumah dekat pintu pagar. 

Alamak, apa lagi ini?! Sampah-sampah itu memang tidak diletakan tepat di pintu atau halaman rumah kami. Tetapi baunya dan lalat-lalatnya sampai ke dalam rumah. Apalagi kalau perlu keluar rumah, terpaksa harus melewati sampah-sampah itu. Lagipula itu kan trotoar tempat orang lalu-lalang. 

Memang selama ini ada beberapa pedagang yang berdagang di seberang jalan sering membuang sampah sisa dagangannya ke selokan yang masih area rumah kami, membuat orang lain pun ikut-ikutan membuang sampah disitu. Mengetahui kelakuan mereka, saya berhenti membeli makanan dari mereka dan kadang secara tidak langsung mengingatkan agar tidak membuang sampahnya di selokan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun