Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Heritage of Toba, Warisan yang Terjaga Secara Adat Istiadat dan Sejarah

26 September 2021   01:02 Diperbarui: 26 September 2021   01:06 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: kemenparekraf.go.id

Akhirnya kamipun sampai di depan rumah Oppung. Sebuah rumah panggung khas adat Batak yang cukup besar, dengan halaman yang luas, dan kandang ternak. Dibelakangnya terhampar sawah yang luas dan terlihat beberapa rumah yang jaraknya saling berjauhan. Tidak jauh dari rumah Oppung, ada tugu keluarga, yang berisi jasad para leluhur. 

Di sebrang jalan yang sudah beraspal, terhampar pemandangan indah. Hutan pinus dengan awan putih di langit yang biru. Sementara dibawah sana, Danau Toba terlihat seperti lukisan dengan warna biru yang tenang. Tidak salahlah orang menempatkan bangku kayu disitu, karena dari situ puas mata memandang danau Toba yang indah dan menenangkan jiwa. Andai ada caf disitu, mungkin akan jadi caf favorit bagi yang menyukai ketenangan.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, kami masih sempat berjalan-jalan dipinggiran sawah. Ooongggggg....beberapa kali terdengar suara nyaring seperti itu. Dan kami mencari-cari darimana asal suara, karena tidak terlihat seorangpun disekitar kami. Hanya ada sebuah rumah dikejauhan sana.

Oh, ternyata dari situlah asal suara. Rupanya penghuni rumah menyapa kami. Dan kami pun melambaikan tangan, karena kejauhan untuk membalas berteriak.

Pantaslah orang Batak suaranya bagus-bagus. Lha walau jarak saling berjauhan, tetap masih saling menyapa dengan teriakan yang nyaring. Mungkin dengan begitu, pita suara mereka menjadi terlatih untuk bersuara dengan nada tinggi.

Pagi menjelang siang, kami dijemput untuk berkunjung ke rumah paman kami, yang berlokasi ditepian danau Toba, di daerah Lagundi. Kami berjalan kaki menyusuri bukit. Sepanjang perjalanan, kami begitu takjub dengan pemandangan alam yang kami lihat. Kaki jadi tidak terasa capai karena sebentar-sebentar berhenti untuk berfoto. Padahal jaraknya cukup jauh, dari daerah pegunungan menuju ke tepian danau Toba. Sepanjang perjalanan, kami hampir tidak melihat ada rumah dan tidak bertemu dengan seorang pun. Benar-benar alam yang masih asli.

Perjalanan ini mengingatkan saya pada kisah masa kecil kedua orang tua kami yang dihabiskan di pulau ini. Tentang sekolah yang harus ditempuh berkilo-kilo meter dari rumah, tanpa alas kaki. Tentang aktivitas menggembalakan kerbau, dan lain-lain.

Andai saja ada paket wisata alam, hiking dari tepian danau Toba menuju ke pegunungan dan kemudian menginap di rumah penduduk, mungkin kampung yang dihuni kebanyakan orang-orang tua itu akan sedikit lebih ramai. Toh banyak tempat yang dapat dikunjungi dan digali kisah sejarahnya yang pasti menarik buat para wisatawan, selain pemandangan alamnya yang menawan dan menenangkan jiwa. Sambil berlelah-lelah menyusuri hutan dan bukit, mendengarkan penjelasan guide tentang sesuatu, bukankah menyenangkan dan menambah pengetahuan juga. Atau mungkin bisa dibuat rumah-rumah pohon seperti di Bali, Malaysia untuk disewa-sewakan bagi para pengunjung. Sementara malam hari, sambil melepas lelah, dapat disajikan tari-tarian tortor dan lagu-lagu Batak dengan sajian kopi asli daerah itu ditambah makanan khas ombus-ombus dan lapet sambil buka lapak penjualan benda-benda seni.

Sesampainya di Lagundi, oow, rupanya rumah yang kami tuju tepat berada di tepian Danau Toba, bahkan dari halaman rumah, bisa langsung terjun ke danau berenang di tepian. Segarnya....terbayang lagi cerita orang tua kami, berenang di Danau Toba dengan cara berpegangan pada ekor kerbau. Sayangnya saya belum pernah melihat langsung pemandangan itu. Awalnya tidak percaya kalau kerbau bisa berenang, tapi ternyata banyak video-video di youtube yang memperlihatkan kerbau berenang sampai ketengah laut.

Kami bermalam di Lagundi, yang tidak sedingin di rumah Oppung, diatas sana. Suasananya benar-benar sunyi, karena kampung tempat kami menginap hanya terdiri dari tiga rumah saja, dan saat itu belum ada penerangan. Yang terdengar hanya suara riak air. Sungguh menenangkan jiwa.

Alangkah menyenangkan jika kegiatan-kegiatan kantor yang memerlukan meeting lebih dari satu hari diadakan di tempat yang tenang ini. Disela-sela meeting bisa juga diadakan kegiatan outbound. Sekembalinya dari tempat ini, otak pasti segar dan siap bekerja lagi dengan energi baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun