Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Aku Suka Singkong, Kau Suka Keju... Tak Masalah

25 Oktober 2020   20:43 Diperbarui: 26 Oktober 2020   14:26 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: www.gannett-cdn.com

"Disini adalah tempat dimana kita boleh bercanda tentang bangsanya si A si B tanpa perlu takut-takut", kata si boss yang berasal dari Afrika Selatan ketika itu. Saya baru saja bergabung dengan teamnya, bekerja sebagai seorang konsultan IT.  Kami makan siang bersama sebagai ucapan "selamat datang, selamat bergabung" untuk saya yang baru bergabung. 

Pikir saya ketika itu, rupanya orang bule pun ada rasa sensitif kalau sudah menyangkut kebiasaan-kebiasaan bangsa A, bangsa B, bangsa C, sehingga si boss merasa perlu mengatakan kalimat diatas. 

Dalam teamnya, memang setiap orang mewakili satu negara alias tidak ada yang berasal dari negara yang sama. Ada yang dari Jerman, Australia, India, Thailand, Rusia, Amerika, Belanda, dan saya sendiri dari Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika atau dalam istilah bahasa Inggrisnya Unity in Diversity.

Setelah sekian lama setiap hari bertemu, bekerja bersama, makan siang bersama, dan bergaul bersama, kami bisa saling mengerti satu sama lain. Si boss memang selalu mengingatkan untuk saling peduli karena kami semua adalah orang asing yang datang ke Singapura untuk bekerja, jadi keluarga pertamanya, selain keluarga inti, pasti teman-teman kerja. 

Tidak jarang kami menghabiskan waktu akhir pekan bersama. Dari situ, saya mengalami, ternyata pada umumnya semua orang, mau orang apapun, sama saja. Meskipun budayanya berbeda-beda, yang beda paling tata caranya. Seperti ketika seorang teman dari India menikah, dia juga mengundang kami, dan kami saling bertanya, kasih angpau berapa? 

Karena tidak mengerti umumnya berapa, maka kami mencari tahu dari teman-teman India lain. Rupanya kalau orang India biasanya dikasih emas. Tapi katanya karena kami bukan orang India, jadi tidak apa-apa kasih angpau saja, jumlahnya terserah. Karena kami tidak dapat menghadiri pestanya yang diadakan di India, kami hanya melihat foto-fotonya saja dan mendengar dari cerita si boss yang mewakili kami menghadiri pesta. Wah ternyata meriah, dan pestanya diadakan berhari-hari. Si boss sampai kaget melihat orang berdatangan silih berganti dalam jumlah banyak. Yah itulah orang India, sekalipun teman ini sudah tinggal di Singapura, dia tetap orang India.

Sementara kalau orang Singapura, jangan sakit hati kalau ada teman menikah, meskipun teman dekat, tetapi kita tidak diundang, sementara teman yang lain diundang. Karena ternyata, undangan mereka biasanya tidak banyak, dan orang-orang yang diundang harus konfirmasi dulu apakah akan datang atau tidak. Jika ada yang tidak bisa datang, maka slotnya akan diberikan kepada orang lain yang ada didaftar cadangan. Jangan juga ngotot datang kalau tidak diundang, karena tempat duduknya sudah pas sesuai jumlah orang yang sudah mengkonfirmasi akan datang. Namanya budayanya memang seperti itu, ya hargai saja. Mereka tetap orang Singapura meski bergaul dengan orang Indonesia yang, rasanya, tidak punya budaya seperti itu. Dan saya tetap orang Indonesia walau harus menerima perbedaan-perbedaan seperti ini.  

Kalau si boss bule, ternyata dia sangat peduli dengan salam/greeting. Meskipun setiap hari bertemu, penting buat dia (dan sepertinya pada umumnya orang Barat seperti itu), untuk mengatakan salam seperti good morning, good afternoon, dan good good yang lain. Dan penting juga untuk saling menanyakan kabar seperti how are you, how's your weekend, dsj. Dia pernah menegur saya, karena saya tidak pernah menanyakan kabar dia. 

Tadinya saya pikir, "Ngapain?!" Dia memang atasan langsung saya tetapi pekerjaan kami berbeda, dan saya juga rajin memberikan laporan tentang pekerjaan via email. Memang dia juga sering tiba-tiba menelepon untuk menanyakan kabar. Saya pikir wajar, karena dia atasan saya, mungkin sekalian ngecek, apakah saya ada ditempat kerja atau tidak. 

Ternyata sudut pandangnya berbeda. Buat dia, hubungan atasan bawahan seharusnya tidak kaku, dan saling menanyakan kabar adalah tanda kepedulian, dan secara tidak langsung dia bisa menilai apakah saya bahagia bekerja bersama teamnya atau tidak. Dipikir-pikir iya juga ya...masa saya memperlakukan dia hanya sebagai orang yang mentransfer gaji setiap bulan, yang kalau lupa mentransfer atau gaji gak naik-naik, baru dihubungi :D

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun