Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dipertemukan oleh Tuhan Secara Online

18 Oktober 2020   13:25 Diperbarui: 18 Oktober 2020   13:54 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: https://cdn.pixabay.com/

Mungkinkah Tuhan mempertemukan sepasang manusia secara online? Mungkin saja, apalagi dimasa pandemi ini. Guru dan murid 'bertemu' secara online, karyawan dan boss berdiskusi secara online, teman-teman juga bertemu secara online, paling sederhana lewat video call yang tinggal pencet. 

Bagaimana dengan jodoh? Kenalan standard menanyakan nama, hobi, dsj mungkin online, tetapi bertemu dan kemudian menjalin hubungan, menikah, dan menjalani hidup bersama tentunya tidak online bukan? 

Istilah online itu kan hanya sebuah metoda zaman now yang dikonversi dari model perjodohan jaman baheula. Ada dua pihak yang mencari jodohnya masing-masing, tetapi karena sesuatu hal yang masing-masing tidak saling tahu, kedua pihak yang mungkin berjodoh ini, belum juga dipertemukan, padahal masing-masing disebelah sana dan disebelah sini berupaya mencari calon pasangannya masing-masing.

Adalah seorang kerabat jauh yang sudah lama tidak saling kontak, tiba-tiba menelepon saya di jam yang tidak biasa. Nyaris tengah malam, dan ketika itu saya sudah mau tidur. Karena kerabat ini saya kenal adalah seorang yang baik hati dan tidak sombong, dan selain bersaudara, kami juga berteman, dan kebetulan sudah lama kami tidak saling berkabar, maka telepon saya angkat. 

Kerabat ini adalah seorang pria yang memanggil saya dengan sebutan "Kakak". Setelah ber say hi dan berbasa-basi menanyakan kabar masing-masing, tiba-tiba disebelah sana berkata,"Kak, ada gak teman kakak, perempuan yang bisa dikenalin sama aku?" Sesaat saya berpikir, kami berbeda agama, walaupun saya tidak membatasi pergaulan saya, namun aktivitas saya saat itu selain lingkungan kerja, lebih banyak di lingkungan gereja. 

Jadi yang saya ingat ditengah malam sambil terkantuk-kantuk itu adalah rasanya teman-teman saya lebih banyak teman gereja, dan saya tahu, saudara saya ini sedang mencari calon teman hidup yang seiman, yaitu yang beragama Islam.  Maka saya jawab,"Waduh, teman-temanku, lebih banyak teman gereja. 

Aku gak punya teman perempuan yang muslim". Diseberang sana masih belum menyerah,"Masa sih gak punya teman perempuan muslim yang bisa dikenalin? Cobalah ingat-ingat dulu". Lantas saya jawab sekenanya sambil bercanda,"Ok, nanti saya cari didatabase saya. Jenis kelamin: Wanita, Agama: Islam. Kriteria lainnya apa? Usia, hobby, kota tempat tinggal? Pendidikan? "  he..he..he..ternyata ada databasenya yang bisa dicek sesuai kriteria yang diinginkan.

Pada dasarnya sama saja bukan, ketika ada orang bertanya, "Punya teman yang jomblo gak, kenalin dong?" Maka otak kita langsung mengingat-ingat siapa ya? Makin luas lingkup pertemanan, makin banyak teman, dan biasanya tidak langsung ingat...siapa ya kira-kira?

Saya kira itulah yang diadopsi kedalam aplikasi online dating, jodoh online, kencan online, dll. Bahkan seorang kenalan saya yang asli India menceritakan kalau di India banyak sekali situs-situs kencan online, dan biasanya para ibu yang punya anak lelaki yang sibuk mencarikan jodoh buat anaknya melalui aplikasi online yang tumbuh subur disana. Hal itu sesuai dengan budaya mereka yaitu orang tua yang mencarikan jodoh buat anaknya.

Jadi mengapa harus takut menggunakan aplikasi kencan online, jodoh online, online dating atau apapun istilahnya. Dari tidak kenal menjadi kenal, tentu ada prosesnya. Mau kenal lewat online, dikenalkan oleh teman, orang tua, atau kenalan sendiri karena tidak sengaja ketemu dijalan entah dimana, semua bertahap mulai dari berkenalan, berpacaran, bertunangan, menikah, dst. Hanya saja untuk segala sesuatu yang menggunakan aplikasi teknologi informasi, seseorang dapat lebih fokus mencari sesuai kriteria yang dia mau. Hobi, lokasi tempat tinggal, usia, agama, dll bisa difilter dan system dapat menampilkan daftar sesuai kriteria yang dicari sehingga dapat mempersempit area pencarian. 

Kalau sudah tahu kriteria yang dicari memang akan membantu, tetapi kalau belum tahu yang dicari kriterianya seperti apa, ya sama saja. Itu juga tidak berhenti sampai disitu. Pengguna aplikasi masih harus menentukan pilihan data mana yang akan diprospek. Bayangkan jika aplikasi memberikan data lebih dari seratus. Pusing kan. Mana yang mau diprospek. Kalau semuanya diprospek, habis waktu :D

Maka tampilan foto akan bermain, atau jika aplikasinya pintar, akan dilengkapi dengan berbagai fitur yang membantu. Misal mencocokan kepribadian secara otomatis. Bisa otomatis karena masing-masing pihak sudah mengisi form survey kepribadian, sehingga secara programming, data-datanya bisa dibandingkan. Kalau foto, siapa yang tahu kalau foto yang ditampilkan adalah foto asli tanpa aplikasi make up dan penghalus tampilan wajah :D

Jika sudah menemukan 'data' orang yang kira-kira cocok, barulah kenalan online. Chit-chat beberapa waktu dan kemudian bertukar nomor telepon, janjian ketemu, dan seterusnya. Saya kira sama saja dari jaman nabi Adam sampai sekarang. Kalau ada kejadian kriminal yang menimpa pengguna aplikasi kencan online, jangan menyalahkan 100% aplikasinya. Aplikasi sifatnya hanya membantu. Keputusan atas sebuah tindakan adalah tanggung jawab pribadi. 

Jadi jika setelah berbincang-bincang dan bertukar cerita secara online baik via aplikasi, meningkat ke telpon, tanpa disadari merasa dekat, tetaplah waspada dan yakinkan diri, apakah ini orang yang saya cari? Sekali lagi, aplikasi hanya membantu berdasarkan data dari orang-orang yang mendaftar, dengan teknologi pemrograman, dibuat secanggih mungkin. 

Sama saja dengan kalau dikenalkan, biasanya akan muncul pertanyaan yang ditanyakan kepada si comblang,"Dia orangnya gimana?" Kalau secara manusia, mungkin bisa dijawab. "Ya oklah, kelihatanya cocok buat kamu" Kalau secara aplikasi, jawaban yang diberikan hanyalah berdasarkan data yang dicocok-cocokan berdasarkan algoritma.

Dalam kasus kerabat saya yang minta dikenalkan dengan seorang wanita, saat itu saya tidak ingat siapa teman saya yang kira-kira cocok untuk dia. Tiba-tiba keesokan harinya, salah seorang teman kost lewat didepan kamar saya, dan pamitan untuk berangkat kerja,"Duluan ya...dahhh". Tiba-tiba saja saya teringat dengan kerabat saya yang semalam telepon dan langsung saya tawarkan,"Eh tunggu, mau gak dikenalin, saudara gw lagi cari jodoh nih". 

Ternyata gayung bersambut...dan nomor telpon teman kost ini saya berikan kepada saudara saya. Tanpa usaha tambahan dari saya, mereka akhirnya menjalin hubungan dan saya hanya tahu ketika mendapat undangan pernikahan dari mereka. Nah ini dia yang baik aplikasi kencan online maupun comblang offline, tidak bisa lakukan. Semuanya tetap atas usaha sendiri untuk saling mengenal dan meyakinkan diri apakah ini orangnya yang saya cari. Comblang, offline maupun online, hanya membantu menghubungkan saja. 

Ngomong-ngomong, mengelola aplikasi kencan online, sepertinya bisa jadi alternatif jenis pekerjaan yang dapat menghasilkan uang dimasa pandemi ini lho :D Dimana orang-orang dimanapun berada, dianjurkan untuk lebih banyak berdiam di rumah saja, kesempatan untuk bertemu orang baru jadi lebih kecil. Siapa tahu dimasa pandemi ini ada orang-orang yang akan dipertemukan secara online setelah berusaha sekian lama secara offline gagal melulu :D Kenalan awalnya lewat online, proses selanjutnya, setelah pandemi berakhir, offline dong!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun