"Saya ngerasa kayak lagi disidang, bukan diajak ngobrol buat kerja."
Itu salah satu curahan hati Gen Z setelah menjalani interview kerja.
Fenomena ini bukan kejadian langka. Banyak rekruter pun mengakuinya---anak muda zaman sekarang memang kreatif, cerdas, dan tech-savvy, tapi ketika masuk ke ruang interview, sebagian dari mereka terlihat kikuk, bahkan gugup berlebihan. Apa yang sebenarnya terjadi?
Komunikasi Digital vs. Tatap Muka: Beda Dunia
Mari kita mulai dari akar persoalan: gaya komunikasi.
Gen ZÂ tumbuh dengan teknologi. Mereka lebih nyaman menyampaikan pendapat lewat teks, emoji, atau voice note daripada berbicara langsung, apalagi di situasi formal seperti interview. Jadi jangan heran kalau mereka tampak "kurang antusias" atau "kurang percaya diri" di hadapan pewawancara.
Analisis:
Ini bukan soal kemampuan komunikasi yang lemah, tapi lebih ke transisi media komunikasi yang belum semua orang (termasuk perusahaan) sadari. Maka penting untuk menciptakan suasana yang lebih akrab dan tidak terlalu kaku dalam proses interview.
 Tekanan untuk Tampil Sempurna
Interview kerja sering kali dirasakan sebagai ajang "pamer kepribadian dan kemampuan", padahal tidak semua orang punya gaya tampil yang sama.
Gen Z dikenal jujur dan otentik---mereka tidak suka berpura-pura atau basa-basi. Tapi, dalam suasana yang terlalu formal, mereka bisa terjebak pada kecemasan:
"Apa saya harus jawab sesuai ekspektasi, atau sesuai diri saya sendiri?"