Halo, Kompasianer!
Dari sekian total anggota komunitas Kompasiana, tentu sebagiannya ada yang berprofesi sebagai pengajar, mahasiswa, atau civitas akademik lainnya yang tidak asing dengan kata "Penelitian" atau "Peneliti".
Tentu keduanya hal yang berbeda. Jika serangkaian kegiatan meneliti (KBBI: kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum)Â disebut penelitian, sedangkan orang yang melakukan penelitian disebut peneliti.
Di kalangan mahasiswa, saya pernah menjadi seorang "peneliti" itu. Dengan tujuan dasar melakukan pembaruan ilmu pengetahuan yang terus berkembang seiring perkembangan zaman, asalkan kebaruan itu dapat dibuktikan dengan data dan fakta ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan. Hal tersebut membuat seorang peneliti tentu mempunyai tanggung jawab yang besar atas hasil penelitiannya karena hasil riset dan temuan tersebut menjadi salah satu penentu keberlanjutan penelitian berikutnya.
Tidak terbayang apa jadinya jika penelitian yang dilakukan tidak berdasar pada data dan fakta yang sebenarnya? Mungkin saja penelitian yang dilakukan sekarang dapat mengubah suatu beradaban di masa mendatang, dapat menjadi penerang atau membawa manusia kepada kegelapan.
Saya kira, sebesar itu dampak dari sebuah penelitian.
Serangkaian proses harus dilalui untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik dan berkredibilitas tinggi tentu mempunyai alur yang cukup rumit bagi sebagian orang.
Di kalangan mahasiswa, penelitian bukan hal asing didengar. Kali pertama merasakan degup jantung berpacu cepat ialah kala diminta oleh seorang dosen untuk bergabung kepada tim penelitian beliau, sedangkan diri masih awam mengenai arti penelitian. Namun, selanjutnya mulai terbiasa mendengar istilah tersebut.
Inilah gambaran perjalanan yang tidak mudah bagi saya selama pernah menjadi seorang peneliti dan melakukan penelitian.
1. Prosesnya Panjang dan Perlu Diskusi Mendalam