Mohon tunggu...
SRVanvan
SRVanvan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Communication Science Graduate

I just like to write

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Seni Wayang Kulit: Dari Alat Pemujaan kepada Leluhur hingga Beradaptasi dengan Pandemi

21 Januari 2022   11:10 Diperbarui: 21 Januari 2022   11:22 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Wayang kulit merupakan pertunjukan seni yang berasal dari Jawa. Kesenian ini berupa pertunjukan drama boneka yang dimainkan oleh seorang dalang dan diiringi nayaga dalam memainkan gamelan serta nyanyian tembang Jawa oleh para sinden. 

Seperti namanya, wayang kulit terbuat dari kulit hewan berbentuk pipih dan tipis, serta rupanya menyerupai tokoh -- tokoh dalam pewayangan. Pagelaran wayang kulit identik dengan hiburan orang tua karena umumnya mengangkat tema-tema dari cerita rakyat kuno dan dimainkan pada malam hari hingga menjelang subuh. 

Meski masih memiliki banyak peminat, tetapi harus diakui seni ini menurun popularitasnya di zaman sekarang, terutama sejak pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia. 

Perubahan dan adaptasi dari para dalang dalam menggelar pertunjukan di masa pandemi menjadi penentu bagi seniman wayang kulit bisa untuk tetap eksis. Lalu, bagaimana perjalanan kesenian ini sejak dulu hingga sekarang? Dan bagaimana mereka bertahan di masa pandemi?

Keberadaan wayang kulit diketahui sudah ada sejak sekitar tahun 1500SM. Pada masa itu wayang kulit digunakan untuk memanggil arwah leluhur dan melakukan pemujaan. 

Bentuknya pun masih sangat sederhana, bahkan belum terbuat dari kulit, melainkan dari rerumputan yang diikat. Menurut sebagian orang, kata "wayang" berasal dari bahasa Jawa yang berarti bayangan. 

Hal ini tentu sesuai dengan krakter pertunjukan wayang kulit dimana penonton sebenarnya hanya menyaksikan bayangan figur wayang saja. Sementara dalang memainkannya dari balik layar putih yang tersinari cahaya lampu terang hingga nampak bayangan wayangnya.

Seiring perkembangannya, fungsi wayang kulit berubah setelah terpengaruh agama Hindu yang masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan dengan bangsa India. 

Wayang kulit dijadikan media dalam menyebarkan agama Hindu di Indonesia, khususnya Jawa pada masa itu. Dari sinilah epos Mahabarata dan Ramayan kemudian diadaptasi sebagi cerita utama dalam gelaran wayang kulit. 

Sampai saat ini kisah -- kisah itu masih menjadi cerita favorit dalam gelaran wayang. Namun, tidak hanya agama Hindu yang memanfaatkan wayang sebagai media penyebaran ajaran agama. 

Kemunduran kerajaan -- kerjaan Hindu dan Budha di Nusantara serta masuknya ajaran Islam ke Indonesia kembali menjadikan wayang kulit sebagai media untuk menyebarkan ajaran Islam oleh Wali Songo. Penyisipan pesan ajaran Islam dalam pertunjukan wayang kulit terbukti sangat efektif pada masa itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun