Mohon tunggu...
Vlady Afief Al F
Vlady Afief Al F Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jika kita yakin semua pasti tejadi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Di Balik UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian

23 April 2013   19:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:44 4606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UU No.17 Tahun 2012 yang menggantikan UU terdahulu No.25 Tahun 1992 nampaknya menjadi sebuah polemik baru dalam kancah koperasi Indonesia. Berbagai perubahan signifikan terkait dengan aturan Organisasi, Kelembagaan, Keanggotaan, Permodalan dan SHU sukses menuai berbagai komentar negatif dari ‘Insan’ perkoperasian Indonesia. Dukungan yang dialamatkan ke pemerintah pusat sebagai aktor dibalik lahirnya UU tersebut terkesan kurang bersahabat, bahkan sebagain besar melemparkan tuduhan UU tersebut sebagai usaha mereduksi makna koperasi yang luhur sehingga tercemar dan terpuruk dalam alur ekonomi kapitalistis sepihak.



Sebagai orang awam saya justru melihat hal itu dengan klausul sedikit berbeda, dengan tetap berdasarkan data dan fakta yang selama ini berkait dengan kondisi Koperasi Indonesia. Faktanya meskipun sudah berusia dan 66 tahun pada tanggal 12 Juli 2013 nanti apa itu Koperasi belum begitu dipahami dengan benar oleh bangsa Indonesia. Bahkan banyak anggota Koperasi yang belum tahu makna dari mahluk yang bernama Koperasi ini.



Seperti kita ketahui Koperasi adalah asosiasi orang-orang yang bergabung dan melakukan usaha bersama atas dasar prinsip-prinsip Koperasi, sehingga mendapatkan manfaat yang lebih besar dengan biaya yang rendah melalui perusahaan yang dimiliki dan diawasi secara demokratis oleh anggotanya. Dengan kata lain Koperasi bertujuan untuk menjadikan kondisi sosial dan ekonomi anggotanya lebih baik dibandingkan sebelum bergabung dengan Koperasi. Sementara menurut ICA Cooperative Identity Statement, Manchester, 23 September 1995, Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis



Dari pengertian di atas dapat diuraikan sebagai berikut:

1.Asosiasi orang-orang. Artinya, Koperasi adalah organisasi yang terdiri dari orang-orang yang terdiri dari orang-orang yang merasa senasib dan sepenanggungan, serta memiliki kepentingan ekonomi dan tujuan yang sama.

2.Usaha bersama. Artinya, Koperasi adalah badan usaha yang tunduk pada kaidah-kaidah ekonomi yang berlaku, seperti adanya modal sendiri, menanggung resiko, penyedia agunan, dan lain-lain.

3.Manfaat yang lebih besar. Artinya, Koperasi didirikan untuk menekan biaya, sehingga keuntungan yang diperoleh anggota menjadi lebih besar.

4.Biaya yang lebih rendah. Dalam menetapkan harga, Koperasi menerapkan aturan, harga sesuai dengan biaya yang sesungguhnya, ditambah komponen lain bila dianggap perlu, seperti untuk kepentingan investasi. (www.lapenkop.coop, Lapenkop@lapenkop.coop)

Dengan menilik penilaian di atas seharusnya Koperasi mempunyai peran signifikan dan strategis sebagai alat baru perekonomian yang berpihak kepada rakyat kecil, lingkup lingkar ekonomi yang mampu menjadi pelindung ekonomi menengah bawah.  Jujur saya melihat itu tidak tercermin dari keberadaan koperasi di negara kita. Rentang 66 tahun dengan segala perkembangan dan pembelajaran yang disediakan pihak terkait (pemerintah dengan segala perangkatnya) nampaknya belum mampu mengangkat derajat koperasi menjadi struktur kelas elit sebagai soko guru perekonomian.



Dalam jenjang teknis Tidak ada lagi prinsip keanggotaan sukarela dan terbuka, beberapa institusi koperasi membatasi keanggotaan dengan lebih menonjolkan kepentingan pribadi dan kelompoknya. Kaidah Manfaat Yang Lebih Besar dengan partisipasi aktif anggota dalam kegiatan ekonomi sudah merupakan hal yang langka. Pun pesan spiritual Bung Hatta bahwa : bukan Koperasi namanya manakala di dalamnya tidak ada pendidikan tentang Koperasi sudah sangat jarang kita temukan. Sekarang koperasi tidak lebih dari aktivitas ekonomi kapital yang memerankan fungsi sebagai kepemilikan kelompok dengan asumsi perputaran uang sebagai alat ukur ideologi perekatnya. Belum lagi berbagai uraian yang menggambarkan betapa koperasi mempunyai permasalahan dengan SDM, system yang amburadul dan kemungkinan terbukanya celah kecurangan financial, berbagai fasilitas pemerintah yang memanjakan beberapa individu dengan berbagai kucuran dana segar bagi koperasi.



Gambaran koperasi masih merupakan bayang samar yang belum bisa diterima masyarakat, pemberitaan media mengenai hilangnya dana koperasi, keberadaan koperasi yang tidak jelas dan berbagai kasus yang menimpa koperasi memberikan citra negatif yang dosanya harus ditanggung segenap civitas perkoperasian Indonesia. Realita ini tidak hanya membenamkan institusi koperasi namun juga menghilangkan kepercayaan publik terhadap koperasi. Dengan tidak menafikkan kinerja beberapa tokoh yang masih konsisten membangun koperasi berbasis ideologi maka saya pribadi merasakan secara umum koperasi Indonesia dalam ambang batas kelayakan sebagai sebuah lembaga ekonomi negara.

Terlepas dari kepedulian yang akhirnya mendorong  PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) selaku organisasi dunia mengeluarkan resolusi yang menetapkan tahun 2012 sebagai Tahun Koperasi Dunia  (International Cooperative Year/IYC), kita harus mengakui ekonomi koperasi harus mendapatkan pertolongan darurat supaya terlepas dari jeratan permasalahan yang pelik. Dengan bahasa lain jika selama ini koperasi diberi ruang kebebasan berkembang secara alamiah dengan metodologi edukasi dan ideologi komunal ternyata tidak mampu maka jangan salahkan jika pemerintah bertindak dengan metodenya supaya koperasi tidak hancur baik secara ideologi maupun struktur (versi pemerintah).



Di titik inilah kelahiran UU No.17 Tahun 2012 harus dilihat dari sisi yang positif. Diakui atau tidak hal ini dapat dilihat sebagai upaya pemerintah dalam mengurai benang kusut koperasi, walaupun terkesan prematur dan sepihak. Pemerintah mungkin menyadari beratnya mengentaskan koperasi kembali ke habitat ekonomi elite dengan akutnya permasalahan yang menderanya sehingga dengan UU yang baru diharapkan koperasi melakukan revolusi (tentu saja dengan membawa kepentingan pemerintah, karena pemerintah menganggap pelaku koperasi tidak sanggup membawa koperasi ke jalan yang benar). Dengan caranya UU No.17 Tahun 2012 , koperasi yang secara struktur dan persyaratan lainnya tidak layak dan tidak memungkinkan untuk diajak maju dengan membawa bendera koperasi secara otomatis akan berguguran. Tentu saja tidak semua, beberapa koperasi yang cukup kuat secara financial maupun ideologis akan bertahan dan menjelma menjadi koperasi baru dengan rintisan neo ideologi yang mampu bertahan inilah yang akan ‘dibina’ dan dikembangkan secara serius oleh pemerintah dengan bekal UU baru.



Walaupun terkesan kejam metode genocide saat ini merupakan metode praktis yang membawa perubahan genetika koperasi secara drastis dan praktis dibandingkan dengan metode alamiah yang ternyata tidak juga mampu menyusupkan roh koperasi kedalam anggotanya. Sebenarnya langkah pemerintah ini juga merupakan management konflik yang ampuh  untuk membangkitkan kepedulian ‘pemilik’ koperasi yang selama ini tertidur dalam buaian zona nyaman dengan kedok ideologis koperasi. Sekarang merupakan momentum tepat untuk mengikrarkan tekad bagi tokoh koperasi yang tidak menyetujui berlakunya UU No.17 Tahun 2012  dengan pembuktian konkret bahwa mereka sanggup membangun koperasi seperti apa yang dicita-citakan Bung Hatta. Pertanyaannya adalah jika kemudian pemerintah akhirny menunda bahkan membatalkan UU No.17 Tahun 2012 dengan tetap mengakomodir UU terdahulu No.25 Tahun 1992 mampukah insan koperasi mampu mewujudkan impian akan sosok koperasi yang benar, mengakar dan benar  dengan landasan ideologis yang mengakar ??? Akankah......

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun