Mohon tunggu...
Silvi Novitasari
Silvi Novitasari Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis Lepas

Penyuka kamu, buku, senja, dan keindahan. Sempat jadi orang yang ansos, tapi akhirnya jadi orang sosial lewat tulisan. Bahkan menjadi sarjana sosial :D

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Waspada Gangguan Mental, Bagaimana Seharusnya Kita Memaknai Insecuritas?

16 September 2020   15:55 Diperbarui: 17 September 2020   03:07 1020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi insecure/ sumber: thegloss.ie

Setiap orang tentunya tidak pernah bisa terbebas dari yang namanya kecemasan dan juga rasa tidak percaya diri. Akhir-akhir ini, sering kita temui beberapa pembahasan yang menyangkut masalah insecuritas. 

Misalnya saja, orang yang merasa tidak percaya diri harus bersosialisasi di lingkungannya karena tampilan fisik yang tidak baik di mata orang lain.

Atau, orang yang merasa tidak mau bersosialisasi karena dirinya merasa tidak cocok dan tidak sepadan dengan lingkungan di sekitarnya.

Banyak sekali ditemukan orang yang merasa insecure karena kekurangan dirinya. Bahkan, perasaan itu semakin kuat setelah banyak sekali standar sosial yang ditetapkan oleh masyarakat. 

Ingin sekali saya bertanya pada setiap orang yang merasa insecure atas dirinya. "Apakah dia merasa insecure memang karena dirinya sendiri, ataukah karena terpicu akan standar sosial yang dibuat secara bebas oleh orang lain di lingkungannya?"

Mengapa Harus Merasa Insecure?

Menurut pendapat beberapa orang, rupanya rasa insecure ini tidak terlepas dari berbagai alasan yang menyertainya. Ada beberapa alasan umum yang menyebabkan orang, khususnya anak muda merasa insecure. Apa sajakah itu?

  • Seseorang merasa insecure karena ada rasa takut gagal atau khawatir dirinya akan menerima penolakan dari orang lain.
  • Insecuritas juga muncul ketika seseorang terlalu perfeksionis dan menganggap dirinya harus selalu luar biasa di hadapan orang lain.
  • Karena adanya kecemasan sosial yang muncul akibat standar yang ditetapkan oleh lingkungan, sehingga memaksa dirinya untuk mengikuti standar tersebut. Jika tidak bisa, maka kecemasan dan rasa tidak percaya diri akan muncul.
  • Masalah insecuritas pun sering muncul pada korban bullying yang akhirnya memicu gangguan mental korban.
  • Alasan terakhir adalah seringkali membandingkan dirinya dengan orang lain sehingga standarnya malah terpaku pada kelebihan-kelebihan yang oranglain miliki.

Beberapa alasan tersebut, seringkali membuat seseorang merasa insecure. Jika dilihat dari sisi alasan tersebut, kebanyakan bermula karena lingkungannya. Bukan diri sendiri.

Ketika hal tersebut dilakukan terus menerus dan tidak berusaha untuk dihentikan, maka bisa memicu masalah gangguan mental.

Banyak orang yang sebenarnya punya gangguan mental tapi tidak memilih melakukan apapun. Baik karena memang malu, tidak ada yang mendukung, tidak ada biaya, dan faktor-faktor lainnya.

Di samping itu, perubahan masyarakat dari waktu ke waktu pun semakin cepat. Karena perubahan itulah yang seringkali menuntut seseorang untuk menyesuaikan diri pada setiap perubahan yang ada.

Bahkan, hal yang lebih parahnya adalah, ketika seseorang sudah merasa sisi insecuritasnya tinggi, yang memicu gangguan pada mentalnya, pikirannya menjadi buntu. 

Sering ditemukan, orang yang punya gangguan mental memilih untuk berpendapat bahwa lebih baik melanggar undang-undang dan akhirnya dimasukkan ke dalam penjara, daripada harus dikirim ke rumah sakit.

Bahkan, tidak menutup kemungkinan diri mereka menjadi orang yang senang menyendiri, hingga lari ke alkohol dan obat-bat yang terlarang.

Bagaimana Menyikapi Insecuritas?

Melihat beberapa alasan hingga dampak insecuritas yang sangat mungkin memengaruhi kondisi mental seseorang, lantas, bagaimana sebaiknya kita memahami atau memaknai insecuritas ini?

Ada beberapa hal penting yang bisa dimiliki oleh setiap individu bahkan masyarakat untuk meminimalisir masalah tersebut.

Di mana hal inilah yang menjadi sikap sesungguhnya ketika memaknai insecuritas. Sehingga gangguan mental lebih jarang terjadi, yang ada justru kesehatan mental yang baik. Apa sajakah itu?

  • Sikap menghargai diri sendiri.
  • Sikap mau memahami dan menerima keterbatasan yang ada pada diri sendiri. Juga mau memahami dan menerima setiap keterbatasan orang lain
  • Sikap memahami kenyataan pada dasarnya bahwa semua tingkah laku itu ada penyebabnya.
  • Sikap memahami setiap dorongan yang ada hanyalah untuk aktualisasi-diri.

Dari semua sikap tersebut, ada satu inti yang bisa kita lakukan untuk memaknai insecuritas dengan baik. Di mana hal ini diralisasikan dengan MENCOBA UNTUK MENYUKAI DIRI SENDIRI. Seseorang yang menyukai dirinya sendiri biasanya orang yang bermental sehat.

Sebaliknya, orang yang sama sekali tidak menyukai dirinya sendiri mengalami kondisi khusus yang tidak lain adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri.

Ketika Anda merasa tidak percaya diri dan sedang merasa insecure, coba tanyakan pada diri sendiri beberapa pertanyaan berikut:

  • Apakah orang-orang lain menyukai Anda?;
  • Apakah Anda menyukai orang lain?;
  • Apakah Anda menyukai diri Anda sendiri?

Apabila ketiga pertanyaan ini dijawab dengan jujur maka jawaban-jawabannya akan mengungkapkan kemampuan dan ketidakmampuan menyesuaikan diri secara sosial dan emosional.

Individu yang mampu menyesuaikan diri akan menjawab bahwa ia adalah orang yang diterima oleh kelompok sosialnya, bahwa ia disukai oleh para anggota kelompoknya, dan sebaliknya ia juga menyukai mereka. Dan tentunya ia menyukai diri mereka sendiri.

Orang yang tidak mampu menyesuaikan diri akan bereaksi secara berbeda. Ekspresi wajahnya mungkin akan kelihatan sedih atau bahkan untuk kondisi yang sudah parah mungkin akan menangis.

Jawabannya bisa berupa: "Tidak, saya tidak memiliki kawan-kawan akrab, Saya menyukai orang-orang lain, tetapi mereka kelihatannya tidak menyukai saya. Apakah saya menyukai diri saya sendiri? Tidak, kadang-kadang saya membenci diri saya sendiri."

Bagaimana membuat diri terhindar dari insecuritas dan menghindarkan diri agar tidak membuat orang lain merasa insceure?

Ok, setelah kita membahas sedikit demi sedikit tentang sikap yang harus dilakukan untuk memaknai insecuritas. Lantas, bagaimana cara agar kita bisa menghindarkan diri dari rasa insecure dan menghindarkan diri untuk tidak membuat orang lain merasa insecure?

Tentunya hal ini harus dilakukan dengan kerjasama atas berbagai pihak. Di mana kerjasama ini untuk membangun sebuah kesehatan mental yang baik dan memupuk semangat serta dukungan satu sama lain.

Untuk menghindari masalah insecuritas sebaikanya kita mulai untuk membiasakan diri dalammengutamakan sikap menerima dan memuji. Bukan malah sikap menyalahkan dan menghukum. Kita harus belajar menghormati martabat atau privasi pribadi setiap individu.

Misalnya saja di sekolah, seorang guru sebaiknya tidak boleh memakai sindiran dan ketakutan sebagai senjata untuk mengendalikan murid-murid.

Orang tua senantiasi untuk membesarkan hati anak serta membantunya agar sang anak bisa menggunakan kemampuannya sebaik-baiknya.

Begitu pun dengan pemimpin perusahaan mencari alasan mengapa karyawan tidak melakukan pekerjaannya secara memuaskan, lalu kemudian membuat penyesuaian diri yang diperlukan.

Sama halnya dengan pemimpin suatu lembaga agama harus mengetahui bahwa moral itu tidak muncul dari ketakutan terhadap otoritas pemimpin agama, melainkan dari nilai-nilai agama yang direalisasikan dengan baik. Karena harga diri yang kurang, maka muncullah gangguan-gangguan emosional.

Demikian juga sebaliknya, setiap pengalaman yang memperkuat perasaan harga diri seseorang akan mencegah munculnya ketidakmampuan menyesuaikan diri.

Hal lain yang juga penting adalah adanya kenyataan bahwa hidup harus dilihat dengan jelas dan sebisa mungkit kita harus menerimanya.

Setiap dari kita harus berusaha menentang kenyataan yang bisa menimbulkan gangguan mental atau rasa insecure ini. Pasalnya, orang yang menyesuaikan diri dengan baik telah belajar menerima kelebihan-kelebihan dan kekurangan kekurangannya.

KUNCI: Kenali Diri Sendiri

"Kenalilah diri Anda sendiri", mungkin bisa jadi kalimat efektif yang bisa menghindarkan kita terhadap masalah insecuritas. Mungkin terlihat klise dan bahkan sulit sekali untuk dicapai. Namun, bukankah akan lebih sulit jika kita mengenali diri oranglain? Mengenali diri sendiri saja susah, apalagi oranglain?

Dua orang, bahkan anak-anak kembar sekalipun, tidak pernah sama. Setiap manusia meskipun ia serupa dengan manusia lain adalah unik dalam hal kemampuan dan keterbatasannya.

Tetapi meskipun keunikan itu ada, orang yang menghargai dan menerima dirinya sendiri biasanya menghargai dan mau menerima orang lain. 

Orang yang baik dan mau menghindarkan diri dari masalah insecuritas, adalah orang yang tidak akan menolak salah seorang anggota keluarganya atau salah seorang kawannya karena tingkah laku atau pandangannya berbeda.

Ia juga tidak akan menghina orang yang memiliki kapasitas intelektual rendah atau orang yang memiliki nilai-nilai moral dan keyakinan-keyakinan agama yang berbeda.

Dalam setiap ilmu pengetahuan pasti mengakui adanya penyebab terjadinya sesuatu karena tidak ada sesuatupun yang terjadi begitu saja.

Ada penyebab yang menggerakkan segala sesuatu, termasuk juga tingkah laku manusia. Seperti: Rudin takut anjing, Ahmad takut gelap. Siti mendapat rapor yang jelek di sekolah. 

Rosinah menderita sakit kepala dua atau tiga kali sehari, tetapi dokter berkata tidak ada apa-apa. Kita bertanya apa sebabnya tingkah laku keempat orang tersebut. Perlu dikemukakan di sini bahwa semua tingkah laku ada penyebabnya walaupun tidak semua penyebabnya dapat diketahui.

Sangat diharapkan bahwa orang yang menyesuaikan diri dengan baik bertindak tanpa memikirkan penyebab-penyebab tingkah lakunya.

Tetapi apabila seseorang tidak mampu menyesuaikan diri secara emosional, maka adalah bijaksana kalau ia menanyakan penyebabnya karena langkah pertama untuk mereduksikan tegangan adalah menemukan penyebab dari tegangan itu.

Hal itu berarti sebelum kita bertanya "mengapa saya begini?, mengapa saya begitu?, mengapa dia begini? Atau, mengapa dia begitu?" tentu akan lebih bijaksana jika kita menanyakan terlebih dahulu penyebab apa yang menjadikan diri kita demikian.

Setiap orang adalah unik, dan setiap tingkah laku manusia adalah dinamik. Setiap orang akan sangat mungkin kehidupannya didorong untuk mencapai kepuasan dirinya. Dan itu yang harus dijadikan kunci.

Apakah kita melakukan semuanya untuk mencapai kepuasan diri, atau sebagai bentuk aktualisasi diri? Atau, malah hanya sekadar pemenuh standar sosial yang ditetapkan oleh oranglain? Kita tidak bisa menuntut oranglain sama dengan kita.

Dan kita juga tidak berhak, menghakimi oranglain yang tidak sama dan tidak sependapat dengan diri kita.

Semoga kita semua bisa terus bersyukur, mengenali diri sendiri, dan lebih fokus untuk mengaktualisasikan setiap potensi yang kita miliki.

Reference:

Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun