Mohon tunggu...
Silvi Novitasari
Silvi Novitasari Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis Lepas

Penyuka kamu, buku, senja, dan keindahan. Sempat jadi orang yang ansos, tapi akhirnya jadi orang sosial lewat tulisan. Bahkan menjadi sarjana sosial :D

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Waspada Gangguan Mental, Bagaimana Seharusnya Kita Memaknai Insecuritas?

16 September 2020   15:55 Diperbarui: 17 September 2020   03:07 1020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi insecure/ sumber: thegloss.ie

Ada penyebab yang menggerakkan segala sesuatu, termasuk juga tingkah laku manusia. Seperti: Rudin takut anjing, Ahmad takut gelap. Siti mendapat rapor yang jelek di sekolah. 

Rosinah menderita sakit kepala dua atau tiga kali sehari, tetapi dokter berkata tidak ada apa-apa. Kita bertanya apa sebabnya tingkah laku keempat orang tersebut. Perlu dikemukakan di sini bahwa semua tingkah laku ada penyebabnya walaupun tidak semua penyebabnya dapat diketahui.

Sangat diharapkan bahwa orang yang menyesuaikan diri dengan baik bertindak tanpa memikirkan penyebab-penyebab tingkah lakunya.

Tetapi apabila seseorang tidak mampu menyesuaikan diri secara emosional, maka adalah bijaksana kalau ia menanyakan penyebabnya karena langkah pertama untuk mereduksikan tegangan adalah menemukan penyebab dari tegangan itu.

Hal itu berarti sebelum kita bertanya "mengapa saya begini?, mengapa saya begitu?, mengapa dia begini? Atau, mengapa dia begitu?" tentu akan lebih bijaksana jika kita menanyakan terlebih dahulu penyebab apa yang menjadikan diri kita demikian.

Setiap orang adalah unik, dan setiap tingkah laku manusia adalah dinamik. Setiap orang akan sangat mungkin kehidupannya didorong untuk mencapai kepuasan dirinya. Dan itu yang harus dijadikan kunci.

Apakah kita melakukan semuanya untuk mencapai kepuasan diri, atau sebagai bentuk aktualisasi diri? Atau, malah hanya sekadar pemenuh standar sosial yang ditetapkan oleh oranglain? Kita tidak bisa menuntut oranglain sama dengan kita.

Dan kita juga tidak berhak, menghakimi oranglain yang tidak sama dan tidak sependapat dengan diri kita.

Semoga kita semua bisa terus bersyukur, mengenali diri sendiri, dan lebih fokus untuk mengaktualisasikan setiap potensi yang kita miliki.

Reference:

Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun