Setiap orang punya caranya masing-masing untuk menenangkan diri dan berekspresi. Ekspresi tumbuh sebagai bentuk ungkapan batiniyah yang terpendam dengan dalih agar perasaan menjadi lebih lega saat semuanya sudah diungkapkan.Â
Begitu pun aku, ekspresi diri sangat penting. Tanpa berekspresi, rasanya aku seperti mayat hidup. Hidup iya, tapi serasa menjadi mayat. Tak punya asa untuk bergerak dan menjulang ke cakrawala.
Akhir-akhir ini mood-ku serasa hancur, di akhir-akhir perkualiahan yang menuju liburan. Harusnya senang, tapi rasanya tidak. Ini perihal nilaiku, nilai kuliah. Meskipun dari dulu aku sering berkutat dengan kalimat "Sepenting itukah nilai?", "Apa hanya nilai saja yang harus kukejar saat kuliah?".Â
Dulu begitu, aku serasa kurang pro dengan sesuatu yang mengandalkan nilai. Begitu pun dengan hal-hal yang dilakukan hanya untuk mencari nilai bagus semata. Namun saat ini, aku serasa menelan ludahku sendiri. Buktinya, aku dibutakan oleh nilai, dan aku belingsatan karena nilaiku jelek.
Eits, tunggu dulu, bukan kerena nilaiku yang jelek, sih. Tepatnya karena hasil yang aku terima tidak sesuai dengan perjuanganku selama ini. Ya, aku serasa dikhianati oleh usahaku selama kuliah. Terlebih untuk salah satu mata kuliah yang hanya 2 sks. Aku pikir, aku sudah cukup berusaha dan maksimal untuk mata kuliah itu.
 Datang tepat waktu, rajin, selalu mengerjakan tugas mingguan, sopan terhadap dosen, UTS dan UAS mengerjakan dengan optimal, bahkan meresensi buku yang tebalnya hampir 600 halaman aku kerjakan hanya dalam waktu 4 hari.Â
Waktu yang sangat singkat, bukan karena jangka waktu yang memang singkat, bukan pula karena aku yang menunda-nunda, namun karena 2 kali aku harus ganti judul buku sebab bukunya sudah diambil oleh orang lain untuk diresensi. Mengalah-lah diriku, dan mencoba bersahabat dengan buku tebal itu.
Aku pikir, aku sudah cukup berusaha dengan sebaik-baiknya. Kok, bisa-bisanya nilaiku sangat minim? Bahkan, nilai "B" pun sama sekali tidak aku dapatkan. Memikirkannya saja aku bergidig dan kesal sendiri. Rasanya kepingin ngomel sambil makan yang banyak. Hehehe
Tapi, Stop! Cukup sampai di situ. Kembali pada ekspresi. Aku tak ingin lah terus berlarut dalam kekesalan. Apalagi meratapi nilaiku yang anjlok itu. Â Akhirnya, aku mencari sarana lain untuk mengekspresikan kekesalanku selain ngomel-ngomel tak karuan.
Menulis. Ya, aku tipe orang yang sedikit kurang bisa berbagi secara intens terhadap orang lain. Curhat misalnya, tidak, aku kurang suka itu. Aku lebih suka meluapkannya lewat tulisan. Meskipun orang-orang banyak yang bilang, "Kalau nulis kan kamu gak akan dapat apa-apa, gak akan dapat respon. Apa gunanya?"Â
Hmm.. Orang-orang yang ngomong seperti itu tidak tahu saja kalau ada "The Miracle Of Writing". Bagiku, menulis bisa jadi sarana yang bagus untuk menenangkan. Untuk mengungkapkan ekspresi terpendam, meskipun tulisan tidak memberikan respon atau jawaban dari keluh kesah yang dirasakan, tapi menulis bisa membuat perasaan lebih tenang. Plus, terkadang dengan menulis bisa dapat duit juga. Huahaha.