Mohon tunggu...
Vivi CandraDewita
Vivi CandraDewita Mohon Tunggu... Guru - Be happy

Tetaplah menjadi rendah tapi bukan rendahan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Budaya Nganggung (Bangka Belitung)

13 Juni 2021   00:54 Diperbarui: 13 Juni 2021   01:18 4455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

            Nganggung adalah budaya membawa makanan lengkap di atas dulang yang ditutup dengan tudung saji berwarna merah dan bermotif.Di dalamnya biasanya berisi nasi, lauk-pauk, buah-buahan, dan juga aneka kue. Sedangkan dulang adalah talam atau nampan yang biasanya terbuat dari kuningan dan bentuknya bulat. Nganggung adalah budaya membawa makanan lengkap di atas dulang yang ditutup dengan tudung saji berwarna merah dan bermotif. di dalamnya berisi nasi, lauk-pauk, buah-buahan, dan juga aneka kue. Sedangkan dulang adalah talam atau nampan yang biasanya terbuat dari kuningan dan bentuknya bulat. Nganggung dulang ini adalah wujud semangat gotong-royong antarwarga dan tradisi ini bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi sesama warga, supaya tercipta kerukunan dan kedamaian.

            Nganggung dulang ini adalah tradisi yang menetap dan selalu terjaga tidak pernah hilang sebagai suatu kebiasaan yang telah melekat di dalam kehidupan bermasyarakat. Nganggung dulang ini berasal dari Bangka Belitung yang merupakan suatu budaya sejak dahulu kala di mana nenek moyang yang merupakan generasi terdahulu sudah membiasakan hal-hal seperti makan dulang bersama. Tradisi Nganggung dulang dan berkelanjutan dengan makan bedulang bersama ini tersebar di kabupaten-kabupaten di Bangka Belitung. yang tersaji di tradisi makan bedulang biasanya tumbuh-tumbuhan yang ada di Bangka Belitung seperti daun singkong, jantung pisang, daun keladi, dan tumbuhan lainnya. Sementara, lauk yang pasti tersaji adalah ikan. Karena ikan merupakan penghasilan tetap masyarakat di Bangka Belitung. Ada juga sate ikan, itu bentuk olahan ikan. Nganggung dulang ini juga dilakukan dengan ritual doa dan diakhiri dengan acara santapan bersama yang biasanya dilakukan pada upacara-upacara keagamaan, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Nisfu Sya’ban, kegiatan Muharam, Memperingati hari kematian, Pernikahan, dan banyak lainnya. Usia tua, muda, laki-laki dan perempuan duduk bersama di lantai sambil menyantap makanan-makanan yang dihidangkan

          Sebuah hal yang unik adalah bagaimana masyarakat setempat menghantarkan dulang ke tempat hajatan, biasanya yang mengantarkan dulang ini adalah laki-laki dengan mengenakan baju muslim dipadu sarung, sementara songkok khas melayu (terbuat dari anyaman rotan/batang resam (sejenis tumbuhan paku) tetapi saat ini sudah menggunakan songkok/peci yang biasa dan mendominasi. Dulang dibawa dengan tangan kanan sebagai penyangga, sementara tangan kiri mencengkram bibir dulang dan tudung saji agar tidak jatuh. para laki-laki yang membawa dulang itu dibawa setentang dengan pundak kanan, tangan kiri memegang bibir talam sementara tangan kanan menopang talam persis di tengah-tengahnya, sehingga keseimbangan talam benar-benar terjaga. Biasanya dalam nganggung dulang ini para laki-laki dari rumah-rumah membawa dulang dengan berbaris dan melangkah cepat untuk sampai tujuan yang di adakan acara besar tersebut, kemudian pada saat sudah sampai tujuan dulang-dulang tersebut disusun rapi sebaris dari ujung kiri sampai ujung kanan dan diberi jarak agar masyarakat bisa duduk dan menyantap makanan bersama-sama.

            Dalam tradisi ini ada makna simbolik yang ada dari atribut tradisi nganggung dulang yang berupa tudung saji adalah pelestarian tanaman adat berupa pandan hutan, sekaligus bermakna pelestarian nilai-nilai luhur para leluhur; dari bentuknya yang menyerupai parabola melambangkan tradisi nganggung dulang sebagai pengayom bagi semua, warna merah sebagai warna dominan tudung saji melambangkan keberanian dan etos kerja yang tinggi, tali pengikat melambangkan pengikat keberagaman dengan kebersamaan dan rasa memiliki, bentuk dulang yang bundar melambangkan sikap dinamis dan kelenturan penduduknya.

            Nilai budaya yang dapat dipetik dari proses Nganggung Dulang adalah nilai spiritual,  nilai kebersamaan dan gotong royong. Nilai spiritual, hal tersebut dapat dilihat dari proses pelaksanaannya, di mana sebelum sajian dinikmati bersama terlebih dahulu diawali dengan doa surat al-Fatihah untuk nabi Muhammad SAW, sahabat-sahabat, keluarganya diikuti bacaan surat-surat pilihan dilanjutkan dengan tahlil dan doa. Adapun bacaan-bacaannya kurang lebih sama seperti susunan yang ada di buku-buku Tahlil. Nilai Kebersamaan dan gotong royong, nganggung dulang tidak sekedar tradisi makan bersama, namun lebih kental membentuk semangat kebersamaan antara anggota masyarakat Toboali, Bangka Selatan di mana momen berkumpul seperti ini sering juga diselingi pertanyaan tentang kabar masing-masing dibumbui dengan gurauan-gurauan, sehingga mempererat jejaring sosial antara anggota masyarakat. Jama‘ah nganggung dulang tanpa sungkan-sungkan bertukar dulang, menikmati hidangan yang dibawa oleh jama‘ah yang lain, duduk berhadap-hadapan dengan dulang yang disusun memanjang sehingga memudahkan untuk menyantap hidangannya Ini menunjukkan semangat kebersamaan dan kegotongroyongan masyarakat yang masih kental dan memiliki makna simbolik kesederhanaan.

            Nganggung dulang ini adalah wujud semangat gotong-royong antarwarga dan tradisi ini bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi sesama warga, supaya tercipta kerukunan dan kedamaian. Tradisi Nganggung di Toboali Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah tradisi yang sudah menetap di masyarakatnya. dalam hasil observasi ini mengungkapkan tentang nilai-nilai dan makna simbolik dari tradisi Nganggung dulang di desa Toboali di mana dalam tradisi tersebut memiliki nilai-nilai ini: Spiritual, Saling bekerja sama dan kebersamaan. Dan di sisi lain juga memiliki makna simbolis, kita bisa melihatnya di atribut Nganggung dulang yang disajikan mewakili pelestarian tanaman asli hutan pandan, serta cara melestarikan nilai-nilai luhur nenek moyang dari bentuknya, yang menyerupai parabole melambangkan tradisi nganggung dulang sebagai tempat berteduh bagi semua, merah sebagai warna dominan tudung dulang melambangkan keberanian dan etos kerja yang tinggi, tali melambangkan pengikat dengan keragaman komunitas dan rasa memiliki, bentuk dulang bundar (talam) melambangkan kesederhanaan.

            Dengan adanya tradisi dan adat istiadat kebudayaan seharusnya kita sebagai masyarakat ini hendaknya kita menyikapinya dengan bijak. Toleransi dan saling menghormati antar sesama masyarakat harus dijunjung tinggi. Walaupun banyak perbedaan dalam kehidupan masyarakat. dan sebagai generasi muda kita harus mengembangkan budaya kita menjadi identitas yang bisa dinikmati oleh anak cucu pada generasi selanjutnya dan juga menjadi suatu identitas bangsa yang memiliki beranekaragam kebudayaan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun