Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

JK dan Amien Rais Akankah Maju pada Pilpres 2024?

25 Maret 2021   12:50 Diperbarui: 25 Maret 2021   13:13 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jk dan Amien Rais akankah menyamperakan atau dicapreskan pada Pilpres 2024? Sumber: okezone.

Gonjang gajing tentang Pilpres 2024 sudah mulai riuh, partai-partai sudah mulai mengasah jagoannya masing-masing. dengan caranya masing-masing, nah saya tak mau ketinggalan. Kembali saya menulis lagi tentang Amies Rais, tokoh yang satu ini memang seperti tak habis-hibisanya untuk dibicarakan, dituliskan atau dianalisa sepek terjangnya di dunia politik. Padahal kalau dilihat usianya Amien Rais sudah senja, sudah menjelang tenggelam, kalau diibaratkan Matahari, tapi ternayata tidak, Amien Rais tetap bersinar dengan gayanya sendiri.

Walau sudah " didepak" dari partai buatannya sendiri, partai yang didirikannya di era reformasi, PAN, Partai Amanat Nasional, namun Amies Rais tak putus semangat, tak putus asa. Amien Rais membuat partai baru, PU, Partai Ummat. Perkara diterima atau tidak oleh masyarakat, bukan soal, itu urusan belakangan.

Padahal kalau dilihat jumlah partai di Indonesia, di eae reformasi ini, sudah bajibun, tak kurang dari 10 Partai yang sudah mendapat fraksinya masing-masing di DPR, dari muiai PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, Demokrat, PAN, PPP, PKB, PKS, dan Hanura. Sekarang muncul lagi partai baru, Partai Gelora dan PU, belum lagi partai lama yang tak masuk di DPR, PSI, PPK dan PBB. Jika ditambah partai local yang di Aceh.... Seabreg, kalau kata orang Betawi, banyak beeng. He he he.

Kiprah Amien Rais memang tak akan terbendung, suara sang Bapak Reformasi terus menggaung di seantero tanah air dan juga penjuru dunia via internet, gaya dan bahasanya yang jelas dan tegas, walau pihak yang bersebrangan dengan Amien Rais dengan geramnya berakata: " Sudahlah AR istirahat di rumah momong cucu-cucu!", Aha... belum tahu dia. Mana bisa Amien Rais disuruh istirahat dari gonjang ganjing politik di Indonesia.

Politik bagi Amien Rais adalah ikhtiar sebagai ummat Islam, karena dalam Islam antara Islam dan politik tak bisa dipisahkan. Walau banyak orang yang bilang, harus dipisahkan antara agama dan negara, ini prinsif negara sekuler. Mana bisa Ummat Islam dipisahkan dengan politik, wong masuk ke WC saja ada aturan mainnya, ada adabnya. Apa lagi ini urusan negara, masa Islam diam saja, masa sebagai ummatNya diam saja, masa Amien Rais diam saja melihat negaranya seperti ini.  Loh kalau nanti MPR dan DPR di isi oleh orang-orang yang tidak amanah, bisa repot, iya kan?

Ketika yang bicara Amien Rais, gaung itu terdengar nyaring dan suara terdengar menggema dan memantul ke mana-mana, repotnya yang kontra pada Amien Rais, berkata: " Agar Amien Rais istirahat saja", bahkan ketika ada yang menulis tentang Amien Rais dibilang" Oh... rupanya ada yang kesensem dengan Amien Rais ya, ada yang cinta buta ya pada Amien Rais ya?". Rupanya orang yang koment demikian lupa, bahwa menulis itu punya kebebasan yang luar biasa, dan semua orang berhak menyatakan pendapatnya dengan tulisan.

Heranya kenapa  ketika menulis tentang Amien Rais disebut cinta buta? Sementara yang menulis tentang Jokowi, misalnya  tak dibilang cinta buta, ada apa ini? Seakan kalau yang bersuara pemimpin Islam, semuanya buruk. Dan seakan diciptakan semua pemimpin Islam itu jelek, tak berkualitas. Sampai-sampai dibilang" lebih baik pemimpin sebelah, yang tak korup, dibanding pemimpin Islam yang korup", ada apa ini? Bukankah pernyataan itu bisa dibalik" Pemimpin Islam banyak yang baik, juga tidak korup" Lalu mengapa seakan pemimpin Islam itu buruk semua? Ada apa ini? Saya jadi ikut terusik, dan harus menulis ini. Apa lagi di jaman busser sekarang, siapapun yang bersuara kritis, bisa dibully habis.

Nah belum lama ini, Amien Rais ketemu Presiden Jokowi, walau konon hanya 15 menit, heran memang, tokoh sentral di masa kejatuhan Orde Baru dan yang melahirkan era reformasi, hanya diberikan waktu hanya 15 menit bertemu Presiden Jokowi. Ya sudah, mungkin waktu Presiden memang padat, sehingga hanya ada waktu ketemu 15 saja buat Amien Rais. Terlalu, kalau pakai  istilah Rhoma Irama

Amien Rais, yang sekarang "turun gunung" bersama dengan tokoh-tokoh nasional lainnya. Kalau Megawati, Prabowo, SBY, Surya Paloh boleh bersuara? Mengapa giliran Amien Rais mengeluarkan suaranya, mengajukan jihad politiknya banyak yang melecehkan, banyak yang menghina, bahkan sampai-sampai mau bongkar-bongkaran tentang korupsi.

Apa yang salah pada Amien Rais, terpaksa kalimat ini keluar berkali-kali. Amien Rais sedang "turun gunung" banyak yang tak suka, mungkin karena yang diserang "jagoannya", namun ketika misalnya Megawati mendukung "jagoannya" wah girangnya bukan main. Megawati juga sedang "turun gunung", dengan cara diamnnya.

Itulah politik, yang putih bisa jadi hitam, yang hitam bisa dibalik putih, minimal menjadi abu-abu. Itulah yang sedang terjadi sekarang. Para tokoh nasional yang muslim mau diberi kesan buruk, tak ada yang baik. Mengapa Amien Rais seakan mau citrakan buruk rupa, sementara yang jelas-jelas bersuara buruk, arogan dan penuh kebencian, dicitrakan baik rupa. Ada apa ini?  Aha...itulah politik, dan itu sangat jelas terlihat pada Pilpres 2019 yang lalu, siapa lawan, siapa kawan terlihat jelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun