Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi yang Presiden Mengapa Megawati yang Sibuk Cari Menteri?

20 Agustus 2019   15:25 Diperbarui: 22 Agustus 2019   21:00 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi dan Megawati dalam suatu perbincangan. Sumber: medcom.id

Aneh memang negeri ini, ada-ada saja yang membuat para pemerhati politik atau sosial yang dibuat tersenyum geli. Mengurus negara seperti arisan, siapa yang mendapat apa, seperti orang arisan yang kumpul-kumpul, ketemu di tempat A atau tempat B hanya tinggal kesepakatan. 

Mau makan nasi uduk atau nasi goreng, ya tergantung tuan rumah, sambil tertawa atau senyam-senyum di tempat masing-masing.

Memang aneh negeri ini, siapa yang menjadi Presiden, siapa pula yang sibuk mencarikan menterinya. Uniknya lagi negeri ini, Presidennya justru petugas partai. Aneh bin ajaib, secara nasional Jokowi adalah Presidennya rakyat Indonesia, orang nomor satu di Indonesia, baik sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan, namun di dalam struktur PDIP, Jokowi bukan siapa-siapa, hanya petugas partai, ajaib bukan?

Maka tidak aneh bahwa Presiden Jokowi ada yang bilang boneka, walau hal tersebut sudah dibantah keras, bahwa Jokowi bukan boneka, namun siapa yang berani membantah, ketika dengan tenang Jokowi langsung mengiyakan apa yang diminta Megawati dalam kongres PDIP ke V di Bali, belum lama ini. 

Megawati dengan gamblang meminta pada Jokowi agar diberikan menteri yang lebih banyak, dengan alasan sebagai pemenang Pileg 2019 dengan suara terbanyak.

Memang aneh negeri ini, siapa yang menjadi Presiden, siapa pula yang sibuk mencarikan menterinya, sepertinya Presiden yang punya hak prerogatif jadi seperti tersandera, walau lagi-lagi hal tersebut akan dibantah, tidak, Presiden tetap bebas dari partai apapun untuk menentukan siapa yang dipilih untuk menjadi menterinya, sebagai pembantu yang akan menggerakkan roda pemerintahan lima tahun ke depan, 2019-2024.

Maka tidak heran, seperti gula yang dikerubuti semut, dan lagi-lagi yang bicara adalah Megawati, "Saya pernah ditinggalin sendirian, mana ada yang mau dekat saya dulu?" Begitu kira-kira bahasa sederhananya. 

Sekarang sebagai pemenang Pileg 2019 dan petugas partainya, dalam hal ini Jokowi, sudah menang atau dimenangkan Mahkamah Konstitusi/MK, maka seperti gula, semut pun berdatangan segera, tanpa diundang. Bahkan ada yang tak malu-malu segera melompat pagar, lawan dan kawan sudah tak jelas lagi, semua partai bergerak cepat menawarkan diri.

Ada yang langsung menawarkan diri agar diberikan jatah menteri sepuluh orang, ada yang terserah Jokowi, mau dikasih lima, empat, tiga, dua atau satu, yang penting dapat menteri. 

Ada juga yang malu-malu menawarkan diri, ketika gerbong koalisi sudah begitu gemuk dan berat melangkah, eh baru datang niat bergabung seperti takut ketinggalan gerbong keretanya Jokowi. 

Menjadi menteri seperti sebuah kehormatan yang sangat tinggi, lupa bahwa menteri itu adalah pembantu atau pelayannya rakyat, dan jabatan tersebut adalah amanah yang pertanggungjawabannya sangat berat.

Namun lagi-lagi ini memang negeri aneh, tapi nyata. Siapa yang menjadi Presiden, siapa pula yang sibuk mencari menterinya. Jokowi yang menjadi Presiden, kenapa Megawati yang sibuk mencari menteri buat membantu Jokowi. 

Jokowi seperti perawan yang dicarikan jejaka untuk dipinang. Apa boleh buat, Jokowi menang sebagai Presiden yang terpilih untuk periode selanjutnya 2019-2024, bukan tiba-tiba jatuh dari langit, banyak yang sudah berkeringat dan boleh dikatakan berdarah-darah untuk memenangkan Jokowi.

Nah sebagai tanda terima kasih, mau tak mau Jokowi harus mempertimbangkan permintaan tokoh atau partai yang sudah ikut cawe-cawe memenangkan Jokowi. 

Jangankan yang ikut cawe-cawe, loh yang menjadi lawan tandingnya saja sudah begitu cepat melompat pager. Apakah salah? Tentu saja tidak, karena politik memang demikian adanya, karena bukan politikus namanya kalau tidak mengincar kedudukan atau jabatan.

Jadi wajar kan Jokowi yang menjadi Presiden lantas Megawati yang sibuk menyodorkan menteri pada Jokowi? Siapa sih yang tak mau menjadi menteri? Walaupun namanya pembantu atau pelayan, ini bukan pembantu atau pelayan sembarangan. 

Menteri akan menduduki sebuah lembaga negara, sebuah dapertemen atau non departemen, dan akan menjadi orang nomor satu di departemen masing-masing, jadi siapa yang bisa menolak menjadi menteri? Tak diminta saja sudah menawarkan diri, apa lagi diminta, wah seperti mendapat durian runtuh.

Tapi kalau memang tetap mau dipilih juga, saya tak akan menyebut orang, cukup kriterianya, paling tidak seorang menteri punya 4 sifat yaitu : sidik, amanah, tablig dan fatonah, menteri yang jujur, dipercaya, menyampaikan dan cerdas. 

Jika keempat sifat ini dimiliki seorang tokoh, entah itu dari generasi muda, partai, cendiakawan, golongan profesional dan lain sebagainya, bukan masalah.

Silakan Jokowi pilih, rakyat tak lagi peduli dengan hal-hal tersebut, yang penting kabinet Jokowi dapat mensejahterakan rakyat, menurunkan tarif listrik, harga-harga terjangkau, lapangan pekerjaan terbuka, sumber daya manusia dan alamnya meningkat. Silakan dirembukan dengan Megawati, Prabowo dan tokoh nasional lainnya. Ya sudah, itu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun